Bab 6 : Kaki Tangan CEO

1046 Words
Bab 6 : Kaki Tangan CEO Pintu tertutup yang telah berhasil didobrak oleh lelaki berbadan kekar dengan pakaian serba hitam. Oto otot tubuhnya, terlihat dengan jelas di balik kaos yang dia kenakan. Wajahnya begitu garang dan menakutkan, dia adalah salah seorang kepercayaan sang pemilik perusahaan. Di atas Jeff, pemilik hotel tersebut, bahkan tidak sepenuhnya mempercayai seseorang. Di atas lelaki kekar itu pun masih ada seorang lagi, yang jauh lebih dekat dari sang direktur utama. Ratusan kaki tangan sang pengusaha. "Aku lihat ada yang datang?! Di mana dia?!" sergah lelaki yang kerap di sapa dengan Maximus. "Apa maksud kamu? Di sini hanya ada aku, aku menyuruh mereka melarang siapapun yang datang, karena aku sedang ada kepentingan khusus. Membuat laporan yang akan aku setor pada bos," kilahnya. Lalu kemana perginya Marco, yang jelas jelas berada dalam ruangan tersebut? Melarikan diri, dengan pintu yang sengaja di buat oleh Jeff untuk kejadian, seperti saat ini. Sebelum memulai usaha di balik pekerjaannya, semua harus di siapkan dengan matang. Untuk meminimalisir kegagalan yang akan terjadi. "Jika aku memiliki bukti kamu melakukan kesalahan, bersiaplah untuk kehilangan semua pekerjaanmu di kota ini." Satu peringatan keras dari Maximus, untuk Jeff. Dia bahkan berkenan untuk memecat seseorang, jika. Berhasil membuktikan kesalahan demi kesalahan yang dibuat oleh pelaku. "Lakukan apa maumu," jawab Jeff dan melenggang pergi tanpa menghiraukan Maximus. Senyum mengejek dan kemenangan berhasil menghiasi wajah lelaki yang bersekongkol dengan Marco. Sementara itu, dengan tawanya yang menggelegar, Marco telah menunggangi kembali mobilnya, dan menuju kembali ke mansion. "Dasar manusia manusia bodoh! Mereka kira, semua menguntungkan untuknya? Tentu saja tidak!" Lelaki itu tidak pernah berhenti tertawa bak orang yang kehilangan kewarasan. Sampai pada halaman rumahnya. "Apakah dia sudah bangun?" tanya Marco, sembari melepaskan jas yang dia kenakan. Memberikannya pada pelayan yang berjejer di sisi kanannya. Melipat ujung lengannya, hingga kesiku. Berjalan menaiki tangga dengan cerutu di mulutnya. "Sudah Tuan, dia sudah meminum apa yang Anda perintahkan," jawab sang kepala pelayan. "Bagus!" Satu kata yang berarti petaka untuk Cydney. Entah apa yang kini diberikan oleh Marco pada gadis itu. "Hai baby, bagaimana keadaanmu?" tanya Marco setelah berhasil memasuki ruangan di mana mereka berkelit di atas ranjang semalam. Cydney, diam. Tanpa kata, tidak satu pun semua pertanyaan Marco di jawab olehnya. Wanita itu, hanya duduk menikmati kesegaran siang itu di depan jendela yang terbuka dengan lebar. Marco berpikir, bahwa Cydney telah terpengaruh oleh obat yang telah dia berikan padanya. Lelaki paruh baya itu, mendekati Cydney dan memegang lengan gadis itu. "Jangan sentuh aku! Cukup! Cukup Marco, kamu tidak lagi bisa menyentuh diriku!" teriak Cydney. Dia beranjak dari kursinya, dan menjauh dari tubuh Marco. "Why? Bukankah kamu– oh shiit! Pelayan!" teriak Marco. Pria itu kembali marah, karena merasa di bohongi oleh pelayan tersebut. Dia membanting meja yang ada di sampingnya, juga kursi yang baru saja diduduki oleh Cydney sebelumnya. Melihat kemarahan Marco, bukannya takut, tetapi Cydney justru tertawa dalam hati. Dia berhasil membuat lelaki itu gagal dan kalah. Sebelumnya, Cydney, telah menuangkan segelas air yang terlihat begitu mencurigakan baginya. Kini dia tahu, bagaimana kelicikan Marco. Cydney, sengaja memberikan sentuhan air di pipinya agar terlihat seperti telah meminum airnya. Cydney pun harus berbuat lebih licik jika masih ingin tetap hidup, tanpa menyakiti dirinya. "Kamu lihat? Dia bahkan membantah dan menolakku?! Itu yang kamu katakan meminumnya?!" Satu tamparan, bahkan pukulan tendangan, secara langsung melayang dengan cepat di tubuh, wajah dan perut sang kepala pelayan itu. Satu kali pukulan membuat darahh segar pun keluar dari sudut bibirnya. "Maafkan saya Tuan, saya keluar, karena dia tidak ingin saya menjaganya ketika makan," tutur Joey. Plak! Satu lagi pukulan di pipi Joey. Lelaki itu kembali menoleh, dan Marco segera mencengkeram rahang lelaki itu. Darah telah semakin deras mengalir di ujung bibirnya. "Lalu kamu dengan mudahnya percaya? Kamu memang bodoh! Pergi dari hadapanku! Aku muak melihat wajahmu!" Marco mendorong, dan menendang tubuh Joey, tanpa rasa ampun dan iba. Ia pun kembali mendekati Cydney. "Jangan mendekat atau aku akan melompat! Marco! Jangan coba coba!" ancam Cydney. "Lakukan! Lakukan jika itu membuat dirimu lebih baik dari pada berada di kamar yang mewah ini baby. Ayo! Lakukan!" Satu demi satu langkah pasti, Cydney pun memundurkan langkahnya, hingga mentok pada dinding bawah jendela. "Lakukan, lakukan! Ayo!" Sekali sentuh, Marco mendorong tubuh Cydney, dan wanita itu terjatuh. Namun, ia tidak melepaskan genggaman tangannya pada pergelangan tangan Cydney. "A!" Cydney terkejut, dia kaget, dan juga ketakutan. Dia berusaha meraih tangan Marco. "Kamu yang menginginkan ini bukan? Mau aku lepaskan?" Cydney menggeleng, wanita mengiba. Karena kebodohannya, karena usaha nekatnya semua ini harus terjadi dengan dirinya. Cydney, hanya tidak mau terus menerus menjadi b***k, pemuas nafsu bagi Marco lelaki tua itu. Meski Cydney, masih mengakui begitu kuat dan perkasanya lelaki itu. "Satu– dua–" "Tidak! Tidak! Jangan Marco, jangan!" ucap Cydney. "Kaburlah! Kamu ingin pergi bukan? Jika kamu berhasil melewati pagar itu, aku akan membebaskanmu. Tapi, jika kamu gagal, kamu akan selalu menjadi budakku hingga aku bosan dan mual melihatmu. Setuju? Untuk saat ini, kamu bagaikan madu, bagai nektar yang ada pada bunga. Biasanya aku hanya suka pada wanita sepertimu hanya sampai seminggu." "Tapi, sepertinya, kamu adalah pengecualian Cydney. Kamu tahu, bahkan air liurmu, saja bagaikan candu bagiku." Marco tersenyum miring. "Aku tahu kamu licik Marco! Jikapun aku berhasil, kamu sudah pasti mengerahkan semua pengawalmu, untuk mencari dan mengejarku! Dasar lelaki brengseek!" umpat Cydney. "Kamu sangat mengenaliku baby, kita pasti akan sangat cocok tinggal bersama untuk sementara waktu. Jadi– biar aku simpulkan bahwa kamu menolak tawaranku, dan memilih untuk tinggal di sangkar emasku. Mengepakkan sayap indahmu, hanya untukku." Marco kembali menarik tangan Cydney, dan meraih pinggang wanitanya, setelah berhasil menolong Cydney untuk naik. Mencium dan bahkan menjulurkan lidahnya, untuk menikmati keringat Cydney. Seribu kali, gadis itu memberontak, seribu kali dia mengelak, tidak akan pernah berhasil jika tidak ada seseorang yang membantunya. Cydney butuh teman, dia butuh seseorang, untuk melindungi dirinya. Oke Cydney, terima dulu. Jangan gegabah, jangan ceroboh, lakukan apa yang dia minta, nikmati dan perdaya pikirannya, agar dia mau melepaskanmu, batin Cydney. "Oke, aku terima. Tapi, jangan sekarang Marco. Aku lelah, aku ingin tidur," kilah Cydney, dengan perlahan dan lembut, ia menyingkirkan tangan Marco. Mendorong pelan tubuh itu dan menjauh dari lelaki itu. Dengan cepat Marco membalikkan tubuh Cydney, dan– Apa yang akan mereka lakukan? Mengizinkan Cydney beristirahat atau justru tidak ada ampun untuk wanita itu? To be continued ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD