Nikah

918 Words
"Aisyah..." terdengar suara lembut perempuan paru baya, Aisyah menoleh dan langsung memeluk erat ummi yang baru saja datang bersama abi ke balai desa. "Ummi, abi Aisyah tidak melakukan apa pun" ujar Aisyah sambil terisak dalam pelukan Fatimah. Alex mendengkus kesal, wajahnya masih terasa nyeri akibat kejadian tadi, dan sekarang ia harus melihat pemandangan yang sangat ia benci. 'Keluarga Bahagia'. Ia benci potret keluarga bahagia, hal itu hanya mengingatkannya betapa buruk keluarga yang ia miliki sekarang. Daud menatap teduh putrinya, terlihat senyum lembut yang menenangkan hati namun tak bisa di pungkiri terlihat jelas goresan kesedihan menghiasi wajahnya. "Abi maafkan Aisyah. Aisyah tidak melakukan apa pun..."  Daud kembali menampilkan senyum di wajahnya, kepalanya mengangguk mantap, "Abi percaya pada putri abi, “ ujarnya sambil tersenyum lembut. "Dasar anak gak berguna."  Tonjokan keras mendarat sempurna di pipi Alex, suasana menjadi ricuh setelah kedatangan Troy, ayah Alex. Alex hanya diam tanpa berniat membalas atau menghindar. "Troy hentikan..." Daud mencoba menghentikan Troy yang terus menonjok Alex. " Jangan hentikan saya Daud, kali kini dia sudah kelewatan,” Troy hendak memukul kembali Alex, tapi segera Daud tahan. "Sudahlah, k*******n tidak dapat menujukan bahwa kamu berhasil mendidiknya, " pernyataan itu seketika menggetarkan hati Troy, Troy menarik nafas panjang, mencoba menggendalikan dirinya, benar apa yang di katakan Daud. "Maaf kan saya," Troy menunduk dalam, “saya sudah gagal mendidik Alex," suara Troy menurun, terdengar kesedihan dari suaranya. "Troy, jangan menyesali apa yang telah terjadi tapi cobalah perbaiki apa yang akan terjadi. " "Apa kalian orang tua dari Alex dan Aisyah" pria berperawakan tinggi dengan garis wajah tegas yang masih nampak jelas di wajahnya yang sudah menua. Daud dan Troy hanya mengangguk pelan. " Baiklah, karena kalian sudah disini, ada baiknya sekarang kita laksanakan pernikahan ini," katanya tegas. ***** Pukul 02.00 dini hari, akad nikah akan segera di laksanakan, Alex telah bersiap sebagai mempelai pria dan Aisyah ia telah di pinggit di ruang balai desa. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ – اَسْتَغْفِرُ الله الْعَظِيْمِ - اَشْهَدُ اَنْ لآاِلَهَ اِلاَّالله ُ- وَ اَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ "Saudara Alexander Darwin Bin Troy Solihin SAYA NIKAHKAN DAN SAYA KAWINKAN ENGKAU DENGAN ANAK SAYA YANG BERNAMA : Aisyah Salsabillah Binti Daud, dengan mas kawin berupa perlengkapan sholat di bayar tunai." "SAYA TERIMA NIKAHNYA DAN KAWINNYA Aisyah Salsabillah BINTI Daud DENGAN MASKAWINNYA YANG TERSEBUT TUNAI." "Bagaimana saksi, sah ...." "Sah..." "Alhamduliah...." ucap semua orang bersamaan. ***** Sah... Aku terteguh mendengar kata itu, satu kata yang banyak mengandung arti di dalamnya. 'Sah' kalimat itu masih berusaha aku cerna dengan baik, tak lama setelah terdengar kata itu, ummi datang lalu mengecup kening ku, di peluknya lembut tubuhku seraya berkata, "selamat ya nak, sekarang kamu sudah menjadi istri Alex.” Kalimat itu seketika menamparku, kata 'istri' membuat hati ku pilu, di usia ku yang baru saja menginjak 17 tahun aku telah menyandang status sebagai istri orang. Entah bagaimana cara menggambarkan perasaan ku saat ini, hati ku begitu kacau. Hanya satu kata yang tepat menggambarkan hati ku saat ini. Ya untuk pertama kalinya aku kecewa. Kecewa pada takdir- Nya... seketika tangis ku pecah, aku memeluk ummi erat. "Jangan bersedih nak, ini hari yang bahagia," kata ummi berpura pura tegar, meski pada kenyataannya ia juga terluka. Aku menatap Ummi, mata ku mengunci pada wajahnya. "Ummi....." mata ku berkaca kaca, begitu banyak yang ingin ku katakan. Hanya saja ada sebagian perkataan yang akan lebih baik jika tidak di ucapkan. Ummi tersenyum gentir, seperti mengetahui apa yang sekarang tengah aku pikirkan, "Aisyah, Ummi yakin ada hikmah di balik semua ini, maka ikhlas lah dalam menjalaninya."  Kalimat itu benar-benar menohok hatiku, meredakan badai dalam diriku, hati ku seperti terbangun dari tidur lelapnya, qolbu ku terusik rasa malu, malu karena telah kecewa pada keputusan sang pemilik jiwa, malu karena telah meragukan keputusannya. "Astagfiruallahalazim," aku menghembus nafas dalam, perlahan rasa kecewa di d**a ku memudar. Ada titik terang di hati ku, sebuah keputusan yang membuat hati ku begitu tenang. "Wallahi aku ikhlas menerima takdir ku dan sepenuhnya aku menerima Alex sebagai suami ku." Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah 286) ***** "Apa apaan ini?" mata gue menyipit saat pantulan matahari tepat mengenai mata gue. Pagi ini untuk ketiga kalinya gue terbangun. Usai pernikahan dadakan itu, mata gue enggan tertutup di tambah rasa nyeri di sekitar wajah gue membuat gue benar benar kesal hari ini. "Kamu sudah bangun?"  Gue benci suara itu. Itu suara gadis menjijikkan bernama Aisyah, yang sialnya sekarang resmi menjadi istri gue. Spontan gue memutar bola mata jengah, menatap orang yang lo benci benar-benar merusak suasana hati, Aisyah berdiri di ambang pintu matanya sedikit menyipit mungkin karena efek tersenyum lebar.  "Ngapain loh kesini?" tanya gue to the point, gue benci berbicara dengan embel-embel yang nggak jelas. "Hem...sebenarnya," ia berhenti sesaat lalu memperhatikan sekilas ekspresi wajah gue, membuat gue menatap penuh intimidasi kearahnya. " Jangan bilang lo mau sekamar sama gue, meski kita udah nikah tapi gue nggak akan biarin lo tid..." "Bukan..."selanya dengan wajah gugup, ia menunduk menyembunyikan expersi wajah yang terlihat gugup, gue tahu hal itu meski tak melihat wajahnya. Tangan gadis itu sibuk meremas sebuah kotak mungil bertuliskan, 'P3K'. Gue bukan orang bodoh yang tidak mengenali apa kotak P3K, kotak mungil yang sesuai namanya merupakan pertolongan sementara yang diberikan pada seseorang yang menderita sakit atau kecelakaan sebelum memperoleh pertolongan dari dokter. Dan gue benci kotak itu... " Terus lo mau ngapain di kamar gue, Ha? “ "Sebenernya........" gadis itu melangkah masuk, " aku hanya ingin mengobati luka mu saja."  Sudah gue duga, gadis sok baik ini akan melakukan hal itu dan membuat gue terlihat lemah di hadapannya. Gue menatap tajam gadis itu, dan tentu saja hal ini membuat ia menunduk takut, gue mendekat kearahny lalu bergumam pelan, " baiklah gue mau lo obati" Seolah mendapat berlian berharga mata gadis itu langsung berseri- seri, namun hal itu tidak berlangsung lama. "TAPI JANGAN SALAHIN GUE, KALO GUE KHILAF !" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD