Luluh

1072 Words
Setelah perdebatan antara Erang dan cucunya, Erang akhirnya merestui, tidak ada yang bisa Erang lakukan selain merestui, daripada Sarena pergi meninggalkan rumah dan tidak kembali. Erang sangat menyayangi cucu perempuannya itu, karena ketika Sarena lahir, seluruh hidupnya berubah. Erang duduk didepan keluarga besarnya. Sesekali melihat ke arah Sarena dan Jeffry yang sedang menunggu apa yang akan ia katakan. “Gepa merestui hubungan kalian,” kata Erang. Sarena mendongak dan membulatkan mata penuh ketika mendengar apa yang dikatakan sang Kakek, hal ini lah yang ia tunggu dan ia harapkan, ia tidak menyangka akan mendapatkan restu sang kakek. Sarena menatap Erang dengan seksama, semoga saja ini bukan mimpi. “Kenapa melihat Gepa begitu?” tanya Erang menyesap kopi didepannya. “Karena aku bahagia, Gepa. Gepa serius, ‘kan?” “Kamu mau Gepa menarik kembali kata-kata Gepa barusan?” tanya Erang. “Ehh jangan dong. Kan sudah terlanjur dikeluarkan,” kekeh Sarena. “Kamu dengar sendiri kan, Gepa merestui hubungan kita.” Jeffry menganggukkan kepala. Ia menoleh dan tersenyum pada Sarena yang saat ini bahagia diatas bahagia. Jeffry jadi heran, baru saja beberapa jam yang lalu Erang memintanya untuk meninggalkan tempat. Namun, sekarang berubah merestui, Jeffry yakin jika Erang punya rencana lain. “Gepa serius kan?” “Serius, Sayang.” Erang tersenyum dan menatap wajah cucu menantunya. “Gepa akan melakukan apa pun demi kebahagiaanmu. Ya Gepa meminta maaf karena Gepa sempat tidak merestui hubunganmu, tapi Gepa bersyukur karena Gepa sudah sadar sekarang.” Sarena melangkahkan kakinya menuju kakeknya, lalu merangkul lengannya. Sarena bahagia sekali, karena ini lah yang sebenarnya ia inginkan. Sarena ingin direstui dan diberikan kebebasan memilih dengan siapa ia akan hidup. Karena bukan keluarganya yang akan menjalani hubungannya. Melainkan dirinya sendiri. “Gepa serius menikahkan Saren dengan asisten ini?” tanya Alvindo menunjuk ke arah Jeffry dengan kasar. “Gepa tidak boleh merestui mereka. Bagaimana bisa Gepa berubah secepat ini?” “Kakak jangan begitu, karena ini bukan hidupmu. Tapi, hidupku.” Sarena menjawab. “Ya ini hidupmu. Tapi apa yang dapat dia berikan untuk kamu? Ha? Apa? Dia hanya akan menjadi beban keluarga Fandrana,” hina Alvindo membuat Jeffry mengepal tangannya karena emosi, namun ia berusaha tidak terpancing, walaupun Alvindo sangat membuatnya marah saat ini. Enak saja dia berkata bahwa Jeffry akan menjadi beban. Bahkan yang akan menjadi beban itu malah sebaliknya. Kekayaan Fandrana tidak sebesar kekayaan keluarga Maxime. “Gepa sudah setuju. Kakak jangan mengacaukan semuanya,” kata Sarena, melawan sang Kakak. “Pokoknya aku tidak setuju kamu menikah dengannya,” kata Alvindo kesal. “Tidak ada hak buat kamu untuk tidak setuju,” lanjut Rejal, sang Ayah. “Benar kata ayahmu. Kita tidak ada hak untuk tidak setuju, apalagi melarang Saren,” sambung Sindra, ibu tirinya. “Diam kamu. Kamu itu bukan anggota keluarga ini!” bentak Alvindo menoleh melihat Sindra yang tengah duduk disebelah ayahnya. “Berani sekali kamu berbicara. Kamu tidak punya hak untuk mengeluarkan suaramu apalagi berpendapat masalah ini.” “Sudah, Alvin. Biarkan saja. Adikmu ingin bahagia,” sambung Erang menyesap kopi didepannya. “Gepa tidak mau membuat adikmu pergi meninggalkan rumah ini.” “Memang sudah seharusnya dia meninggalkan rumah ini, ‘kan? Kan kalau sudah menikah pun dia tidak punya hak tinggal di sini, karena dia sudah punya suami,” kata Alvindo membuat Erang menggeleng tak percaya. “Aku tidak setuju Sarena menikah di sini, kalau memang dia keukeuh menikah dengan asisten ini, ada yang harus dilakukan.” “Apa maksudmu? Apa yang harus dilakukan?” tanya Rejal menatap wajah Alvindo, putra keduanya. Alvindo menoleh menatap istrinya yang sejak tadi diam aja, Regina mendukung apa pun yang suaminya itu lakukan termaksud merebut harta keluarga Fandrana, dan saudaranya yang lain tidak bisa mendapatkan apa pun. Alvindo menunduk sesaat dan menoleh menatap Sarena lagi, keluarganya tengah menunggu apa yang akan ia katakan. “Katakan. Apa yang harus dilakukan?” tanya Rejal lagi. “Tidak ada,” jawab Alvindo. “Apa itu? Katakan saja. Kenapa kamu jadi malu?” “Bukan malu, Dad,” jawab Alvindo. “Lalu?” “Jangan berikan jabatan kepadanya,” kata Alvindo menunjuk Jeffry. “Maksudnya jabatan apa?” “Dia kan akan menjadi suaminya Saren, pasti akan mendapatkan jabatan di perusahaan. Aku tidak mau dia ada di perusahaan.” “Perusahaan Daddy banyak,” kata Rejal. “Satu pun perusahaan tidak boleh dia pegang.” “Alvin, kamu takut kalau Jeff mengambil milikmu?” tanya Rejal menatap putra keduanya itu. “Jeff akan mengurus milik Saren.” “Daddy kenapa terlalu percaya kepadanya? Seharusnya Daddy hati-hati.” “Saya akan tetap menjadi asisten Tuan,” jawab Jeffry. “Sayang, jika kamu sudah menjadi suamiku. Kamu pasti akan mengurus milik kita. Daddy akan membukakan aku resto, jadi kita urus resto saja,” kata Sarena. “Kamu juga bisa urus perusahaan Daddy, pilih saja kamu mau mengurus perusahaan dimana.” “Saya tidak tertarik dengan perusahaan.” “Maksudnya kamu tidak mau bekerja di perusahaan?” “Terserah. Apa pun itu akan saya terima,” kata Jeffry sengaja memperdengarkannya pada Alvindo, agar Alvindo makin panas. “Apa maksudmu? Tadi, kamu mengatakan akan tetap menjadi asisten, sekarang kamu malah bilang terserah? Tujuan kamu menikahi Saren sebenarnya apa? Harta? Uang? Saya bisa berikan semuanya, asalkan kamu jangan memanfaatkan keadaan.” Alvindo melanjutkan menatap Jeffry yang sejak tadi duduk tenang dan menanggapi setiap pertanyaan dengan baik. Karena, ia tidak tertarik dengan perusahaan, yang ia ingin lakukan adalah membuat menderita dan membunuh satu persatu keluarga Fandrana. Keluarga Fandrana terdiam, mereka tidak mau lagi membahas tentang perusahaan, lagian Jeffry belum resmi menjadi suami Sarena, nanti akan dibicarakan lagi tentang ini. “Sudah. Kita tidak usah bahas itu dulu.” Rejal menimpali agar tidak terjadi kericuhan, karena Rejal tahu bagaimana sifat Alvindo. *** Akhirnya pernikahan Sarena dan Jeffry sudah ditentukan, akan dilakukan akhir bulan ini, jadi mereka diberikan waktu untuk mempersiapkan diri dan mempersiapkan semuanya. Desy yang akan mengurus semuanya, dari catering, gedung, undangan, WO dan lain-lain. Desy adalah asisten Sarena, yang selalu mengikuti Sarena kemanapun. “Sayang, makasih ya, bagaimana dengan maharmu?” tanya Sarena. “Apa masih membutuhkan mahar?” “Maksudnya?” “Kan kakekmu tidak memintanya lagi.” “Apa Gepa bilang begitu?” “Dia tidak bilang begitu, tapi kan bukannya mereka mengharapkan itu?” tanya Sarena menatap suaminya yang saat ini duduk disampingnya, mereka duduk di ruang keluarga arah Barat. Mereka malas duduk di ruang keluarga utama, karena itu akan membuat mereka melihat ada manusia yang sangat menyayangkan hubungan mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD