Jeritan terakhir yang memenuhi ruangan itu menjadi penutup. Marcos dan dua pengawal lainnya hanya bisa menunggu tuan mereka selesai bersenang-senang. Meskipun ini bukan pertama kalinya Marcos mendengar seseorang menjerit kesakitan dari ruang dibelakangnya, tapi dia masih saja sesekali menutup matanya dan menahan napas membayangkan kalau dirinya ada didalam ruangan tersebut. Dan sampai kapanpun Marcos tidak ingin ada diruangan belakangnya.
Sean keluar dari ruangan itu sembari mengelap wajahnya yang penuh dengan darah. Jas dan kemejanya sudah tidak sebersih sebelumnya, sekarang penuh dengan darah yang terlihat masih segar.
"Biarkan saja dia ada didalam. Jangan diberi makan ataupun minum agar dia menyadari perbuatannya. Setelah dia mati, potong kepalanya dan kirimkan ke tuannya." Perintah Sean pada dua pengawalnya yang bertugas menjaga ruang depan itu.
"Baik Sir." Jawab keduanya serempak dan menundukkan wajahnya.
"Kalau kalian melakukan kesalahan, maka kalian yang harus menggantikan kepala b******n itu." Ancam Sean lalu keluar rumah diikuti Marcos. Mereka berdua masuk kedalam mobil untuk kembali ke mansion karena Sean harus segera ke kantor untuk mengurus dokumen-dokumen palsu itu.
Dua pengawal yang ada diruang depan melangkah masuk keruang belakang. Mereka berdua terlihat ketakutan tapi juga ingin tahu seperti apa hasil kesenangan tuannya. Sontak mereka membelalakkan mata melihat Marvin sudah tidak sadarkan diri dalam keadaan seluruh jari tangannya terpotong, kepalanya mengeluarkan banyak darah akibat pukulan benda keras, perutnya terdapat bekas tusukan yang dipukul berkali-kali, wajahnya juga terlihat lebam. Sepertinya Marvin bukan pingsan melainkan sekarat.
-
Sierra meninggalkan toko untuk sekedar membeli makanan dimini market depan tokonya. Dirinya harus menyeberang jalan untuk sampai ditoko itu. Setelah memastikan tidak ada kendaraan yang melaju, dia mulai menyeberang jalan dan masuk kedalam mini market tersebut.
"Sierra?"
Sierra tertegun mendengar namanya dipanggil. Dia pun menoleh kekanan dan melihat Javier berdiri disampingnya sambil tersenyum. Sierra menurunkan tangannya untuk mengambil makanan ringan.
"Javier."
Javier tersenyum. "Bagaimana kabarmu?"
"Baik. Javier, maaf aku meninggalkan kafe begitu saja. Saat itu aku-"
"Tidak apa-apa. Aku ingin mendengarkan penjelasanmu lebih banyak lagi, tapi sepertinya tidak disini." Potong Javier.
Sierra menoleh sejenak ketoko bunga tempatnya bekerja. Sepertinya mengobrol di tokonya bukan masalah besar. "Aku bekerja disana. Kau bisa mampir kesana kapan saja." Ucap Sierra sembari menunjuk keluar kearah toko bunga.
Javier mengangguk. "Baiklah. Nanti aku akan kesana."
Sierra tersenyum dan mengambil makanan ringan yang berjejeran didepannya. "Oke. Aku akan menunggumu." Balas Sierra dan berjalan kearah meja kasir.
"Biar aku yang membayarnya." Ucap Javier saat seorang kasir itu menyebutkan total harga belanjaan Sierra.
"Tidak usah Javier."
"Tidak apa-apa. Nanti gantian kau yang mentraktirku di gaji pertamamu." Kekeuh Javier dan membayarkan total harga milik Sierra.
Mereka berpisah didepan mini market. Javier kembali masuk kemobil dan Sierra masuk kedalam toko. Javier memperhatikan toko bunga itu cukup lama sebelum menyuruh sopirnya untuk melajukan mobilnya.
"Tidak sulit untuk menemukanmu." Gumam Javier dan tersenyum miring lalu menyuruh sopirnya untuk menjalankan mobilnya.
-
Sean menghela napasnya setelah menyelesaikan semua dokumen-dokumen palsu itu dengan bantuan Marcos dan karyawan lainnya. Dirinya menyender di kursinya. Kedua matanya tertutup untuk mencari sedikit ketenangan. Biasanya disaat merasa penat seperti sekarang ini, Sean akan pergi mengunjungi makam ibunya. Sean melirik jam tangannya yang menunjukkan waktu sudah semakin sore.
"Bagaimana keadaan Marvin? Apa dia sudah mati?" Tanya Sean dan menegakkan tubuhnya.
Marcos menunduk sejenak disamping Sean. "Sudah Sir."
"Apa kepalanya sudah dikirim kesana?"
"Sudah Sir." Jawab Marcos, lagi.
Sean tersenyum miring. "Bagus." Gumamnya dan menatap sengit kedepan seolah-olah musuhnya sedang berdiri didepannya.
"Aku akan ke makam." Ucap Sean lalu berdiri dan keluar ruangan diikuti Marcos.
Marcos membukakan pintu mobil untuk Sean. Setelah memastikan tuannya masuk kedalam mobil, dia mulai masuk kedalam mobil dan melajukan mobilnya.
"Berhenti ditoko bunga." Perintah Sean tanpa menatap kedepan. Dirinya masih asyik memperhatikan keadaan jalanan.
Sekitar seratus meter Marcos menepikan mobilnya tepat didepan toko bunga. Dia turun dan kembali membukakan pintu mobil untuk Sean. Sean keluar dan berjalan mendekati toko tersebut. Dia berdiri tepat didepan toko sembari memperhatikan beberapa buket dan tangkai bunga. Banyak sekali bunga dengan warna yang berbeda. Sean mengambil sebuket bunga yang biasa dia bawa saat akan mengunjungi makam ibunya. Sean mendengar seseorang membuka pintu toko itu dan berjalan menghampirinya.
"Selamat sore Sir. Apa anda ingin membeli bunga-" Ucapan pelayan toko itu terhenti saat Sean berbalik dan menatapnya.
Seulas senyum kemenangan tercetak jelas dibibir Sean membuat Sierra menegang. "A-anda?" Gumam Sierra tak percaya dan memperhatikan keadaan sekitar dengan cemas.
Sierra harus berlari lagi. Pandangannya semakin cemas saat sadar dia tidak bisa lari dan melewati Sean karena Marcos berdiri menghalangi mereka. Sierra juga tidak bisa masuk kedalam toko itu. Reflek Sierra memundurkan langkahnya perlahan. Terlihat sangat jelas kalau dia ketakutan.
Sean meletakkan kembali buket bunga itu dan menatap Sierra. "Kau ingin lari lagi?" Tanyanya dan menaikkan sebelah alisnya.
Sierra tergagap tidak mampu menjawab pertanyaan Sean. Sean tersenyum dan mendekati Sierra. "Aku sudah bilang padamu kalau aku hanya memberikanmu satu kesempatan. Kenapa kau tidak menggunakan kesempatan itu dengan baik kalau kau memang membutuhkannya?"
Gadis itu menundukkan tatapannya. "Sekarang," Sean mendekatkan wajahnya tepat didepan wajah Sierra sampai dia bisa merasakan hangatnya napas gadis itu, "kau sudah menjadi milikku." Bisiknya.
Sierra menelan salivanya dengan susah payah dan langsung mendorong Sean sampai lelaki itu menabrak pot yang ada dibelakangnya. Marcos mencekal lengan Sierra saat gadis itu akan melarikan diri.
"Lepaskan aku!" Jerit Sierra dan memberontak saat Marcos mengunci pergelangan tangan Sierra dibelakang tubuh gadis itu sendiri.
"Lepaskan dia." Perintah Sean namun Marcos mengernyit menatap Sean. "Aku bilang lepaskan dia!" Bentaknya membuat Marcos dan Sierra menatapnya bingung.
Belum pernah Marcos melihat Sean membiarkan seseorang yang berani melawannya. Marcos langsung melepaskan Sierra. Sean meraih tangan Sierra dan mengelus pergelangan tangan gadis itu dengan lembut. Marcos dan Sierra masih memperhatikannya. Sean melepaskan tangan Sierra dan meraih satu tangannya yang lain lalu kembali mengelus pergelangan tangan gadis itu.
"Aku tidak mengijinkanmu menyentuhnya apalagi menyakitinya." Ucap Sean dan menatap Marcos yang hanya dibalas permintaan maaf darinya.
Sean kembali menatap Sierra yang masih bingung pada dirinya. "Berapa harga bunga ini?" Tanya Sean seolah-olah tidak terjadi sesuatu.
Sierra mengalihkan tatapannya. "Se-sepuluh dolar."
Sean tersenyum lalu menyuruh Marcos untuk membayarnya. Sierra menerima uang itu dan memberikan kembaliannya.
"Jadi, kau pergi dari kafe dan bekerja disini?"
Sierra menatap lurus kearah Sean. "Bukan urusanmu." Gumamnya dan melirik kearah Marcos yang bergerak kearahnya namun langsung ditahan oleh Sean.
Sean tersenyum tipis. "Apa ini sikapmu pada seseorang yang sudah membantumu dari Aaidan?"
Sierra memalingkan wajahnya. "Kau tidak membantuku. Kau sama dengan lelaki itu."
"Setidaknya aku memberimu kesempatan untuk pergi, bukan?"
"Itu karena kau tahu aku tidak bisa pergi kan?!" Suara Sierra naik satu oktaf dan menatap tajam pada Sean.
Sean tersenyum. "Jaga dirimu baik-baik. Aku akan kembali nanti. Kau tidak perlu lari karena kemanapun kau lari, aku akan menemukanmu." Ucap Sean dan berbalik lalu masuk kedalam mobil.
Sierra masih berdiri diam dan menatap mobil yang semakin menjauh darinya. Kenapa lelaki itu tidak membawanya pergi setelah menemukannya? Apa dia percaya kalau Sierra tidak akan lari lagi? Apa lelaki itu mudah mempercayai orang lain? Pikiran Sierra memutar waktu masa lalu saat dia pertama kali bertemu dengan Sean. Lelaki itu rela membayar Molly mahal demi bisa membebaskan dirinya. Tidak, bahkan itu sangat mahal karena Sierra sendiri tidak bisa membayar atau mengembalikan uang $120.000.000 itu. Sierra menghela napas pelan dan kembali menatap kearah jalan yang dilalui mobil Sean. Mobil itu sudah tidak bisa dijangkau oleh matanya. Sierra berbalik hendak masuk kembali ketokonya.
Sepasang tangan menahan Sierra untuk masuk. Sierra pun berniat berbalik untuk melihat orang itu. Namun, satu tangan yang memegang kain itu langsung membungkam wajah Sierra sampai gadis itu terjatuh tak sadarkan diri. Orang itu menggendong Sierra dan memasukkannya kedalam mobil dengan dibantu temannya.
-
Javier tersenyum setelah mendapat kabar kalau pengawalnya itu berhasil menjalankan tugas dan membawa Sierra ke tempat tujuannya. Sebenarnya Javier tidak ingin terlalu cepat memanfaatkan Sierra. Tapi setelah melihat kepala Marvin yang berlumuran darah itu membuat Javier muak dengan Sean.
"Lakukan seperti yang aku perintahkan. Suruh iblis itu untuk datang sendiri jika ingin menyelamatkannya. Setelah dia datang, habisi dia. Kalau perlu potong kepalanya seperti yang dia lakukan pada Marvin." Perintah Javier.
Pengawal yang berdiri didepannya itu menunduk sejenak. "Baik Sir."
Seringaian itu tercetak jelas dibibir Javier. Dia akan mengakhirinya malam ini juga dan mengambil alih perusahaan ayah kandungnya yang diberikan pada saudara tirinya itu. Kalau saja ibunya dulu tidak berselingkuh sebelum ayahnya meninggal, kalau saja ibu Sean tidak melaporkan hal itu pada ayah kandungnya, mungkin perang sengit ini tidak akan pernah terjadi dan mungkin dia dan ibunya tidak akan membunuh ibu kandung Sean.
Javier bangkit dan berjalan keluar ruangannya diikuti pengawalnya. Dia ingin merayakan kemenangannya. Setelah kematian Sean nanti, Javier akan mengambil alih WG Group.
-
Sean melangkahkan kakinya menuju makam ibunya. Dia berjongkok dan meletakkan bunga yang dibawanya didepan makam itu. Setelah diam cukup lama, Sean menghela napasnya pelan.
"Mom, bagaimana kabarmu disana? Kau pasti sudah bahagia kan?" Tanya Sean seorang diri.
Sean menoleh kebelakang. "Kau bisa menunggu dimobil, aku ingin disini sejenak." Ucap Sean pada Marcos yang dibalas anggukan.
Marcos menunduk sejenak lalu berjalan menjauhi Sean dan berdiri didepan mobil sembari memperhatikan tuannya dari kejauhan. Sekitar lima belas menit Marcos melakukan aktivitas itu, dia tertegun melihat ekspresi Sean yang berubah tiba-tiba saat menerima telepon. Merasa tidak ada yang beres, dia pun berlari menghampiri Sean sedangkan Sean juga berjalan cepat kearahnya. Raut wajah Sean terlihat sangat emosi, apa yang terjadi pada tuannya?
"Ada apa Sir? Apa sesuatu yang buruk terjadi?" Tanya Marcos cemas.
"b******n itu. b******k! Bagaimana dia bisa tahu tentang Sierra?!" Geram Sean membuat Marcos mengernyitkan keningnya.
"Sir, anda akan pergi kemana?" Tanya Marcos saat Sean membuka pintu mobil. "Saya akan mengantar anda."
"Tidak perlu. Aku akan kesana sendiri. Kau hubungi orang rumah untuk mengantarmu pulang." Jawab Sean dan masuk kedalam mobil lalu menyalakan mesinnya.
"Sir." Panggil Marcos dan Sean membuka kaca mobilnya.
"Kalau dalam waktu satu jam aku belum kembali, kau boleh datang ke sebuah rumah yang dekat dengan sungai Ohio." Ucap Sean lalu menutup kembali kaca mobil dan menancap gasnya meninggalkan Marcos yang diselimuti rasa khawatir.
"Selamat sore Sean Parker." Sapa seseorang melalui telepon.
Sean mengernyitkan keningnya mendengar suara laki-laki itu. "Siapa kau?!" Gertaknya.
Lelaki itu justru tertawa keras. "Kau tidak perlu tahu siapa aku. Aku hanya akan memberitahu padamu tentang seorang gadis yang kau beli beberapa hari yang lalu di sebuah rumah bordil."
"Sierra." Gumam Sean pelan. "Javier. b******k!" Sean bangkit. "Dimana Javier?!" Sentaknya.
Lelaki itu kembali tertawa. "Sayang sekali bosku sedang berpesta untuk merayakan kemenangannya. Kau bisa datang ke sebuah rumah yang dekat dengan sungai Ohio jika ingin menyelamatkan benda berhargamu itu."
"Kau ingin menjebakku?"
"Ternyata kau lebih pintar dari perkiraanku, Sean Parker." Lelaki itu memelankan suaranya saat menyebutkan nama Sean lalu menoleh kearah Sierra yang terikat dikursi. Mulut gadis itu disumpal kain sehingga kata-kata yang keluar dari mulutnya tak terdengar jelas. "Apa kau ingin berbicara dengan gadis itu?" Tanyanya pada Sean.
"Dimana dia?"
Lelaki itu tersenyum dan mendekatkan teleponnya kearah Sierra dan melepaskan kain yang menyumpal dimulutnya. "Tolong. Aku mohon tolong aku." Pinta Sierra dan masih berusaha melepaskan ikatan ditubuhnya.
"Sierra? Kau, kau baik-baik saja? Kau tidak terluka kan?" Tanya Sean khawatir.
Sierra reflek menggelengkan kepalanya dan menangis. "Tidak.Tol-eemmpphh" Lelaki itu kembali menyumpal mulut Sierra menggunakan kain. "Kau sudah percaya bukan? Nyawanya sekarang ada ditanganmu. Kau harus datang sendiri jika ingin menyelamatkannya." Ucap lelaki itu memperingatkan lalu mematikan sambungan teleponnya.
Sean mencengkeram kuat kemudinya dan menancap gas. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sean tidak akan membiarkan siapapun merusak atau menyakiti sesuatu yang sudah menjadi miliknya, termasuk Sierra. Sepanjang jalan Sean memikirkan bagaimana Javier bisa mengetahui tentang Sierra? Padahal Sean tidak pernah membawa Sierra pergi dengannya atau dekat dengannya. Sean memukul stir mobilnya frustasi. Dia tidak boleh terlambat atau dia akan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya. Sean tidak bisa melindungi ibunya, seseorang yang satu-satunya yang dimilikinya didunia ini. Dia harus bisa melindungi Sierra, karena gadis itu satu-satunya yang dimilikinya.