1
Saint Louis, Amerika Serikat
07:23 am
Seorang gadis merasa terganggu saat menyadari ada seseorang yang menarik tirai jendelanya. Sinar matahari yang menyilaukan itu menusuk kedalam matanya sampai dia menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Dirinya mengganti posisi tidurnya sehingga sekarang membelakangi jendela kamarnya.
"Sierra. Sudah pagi." Ucap Molly dan duduk di tepi ranjang gadis itu.
Sierra membuka matanya perlahan dan menoleh kearah Molly, wanita paruh baya itu tersenyum manis padanya. Meskipun usia Molly menginjak kepala empat tapi Sierra tidak bisa berbohong kalau wanita itu masih terlihat cantik. Sierra menggeliat dibalik selimutnya sebelum bangkit duduk dan menyandar dikepala ranjang.
"Bagaimana keadaanmu? Apa sudah merasa lebih baik?"
Sierra mengecek suhu tubuhnya. Dia menempelkan telapak tangannya didahi dan lehernya. Suhu tubuhnya sudah menurun, itu tandanya demamnya sudah membaik. "Sedikit lebih baik." Jawabnya.
Molly menghela napas lega. "Syukurlah. Sierra, dengarkan kataku baik-baik. Kau jangan sampai kehujanan lagi, kau harus sehat dan kau tidak boleh sakit." Karena kau harta berhargaku saat ini.
Sierra mengangguk dan memegang kedua tangan Molly untuk menghilangkan kecemasan diraut wajah wanita itu. "Iya. Aku akan mengingatnya."
Molly tersenyun lega dan mengelus lembut kepala gadis itu. Daya tahan tubuh Sierra yang lemah membuat gadis itu mudah terkena demam dan flu disaat kehujanan atau kedinginan.
"Kalau begitu, keluarlah. Yang lain sudah menunggumu untuk sarapan."
Sierra kembali mengangguk. "Iya."
Molly keluar lebih dulu dan diikuti Sierra setelah gadis itu selesai mencuci wajahnya. Jujur saja, banyak wanita didalam rumah itu merasa iri dengan Sierra. Molly memang memperlakukan Sierra sangat berbeda dengan wanita lainnya yang bekerja padanya. Molly mempekerjakan wanita-wanita ity bahkan saat diusia mereka menginjak lima belas atau enam belas tahun, sedangkan Sierra yang sekarang sudah berusia 22 tahun itu belum juga digunakan Molly untuk memuaskan para pelanggan setianya. Mungkin karena kecantikan gadis itu berbeda sedikit jauh dengan wanita lainnya yang tinggak disana sehingga Molly masih mempertimbangkan berapa harga yang pas untuk mendapatkan Sierra, harta berharganya.
"Kenapa kita sarapan saja harus menunggunya." Gerutu salah satu wanita yang duduk di ruang makan tersebut.
"Maklum saja, dia adalah ratu kita." Balas yang lain.
Sierra duduk tepat disamping Molly yang duduk ditengah. Mereka pun mulai menyantap sarapannya. Terdapat sekitar lima belas wanita yang ada dimeja makan itu. Molly memang membiasakan mereka untuk sarapan pagi bersama kecuali saat mereka harus masih bekerja melayani pelanggan mereka sampai pelanggan merasa puas.
Mereka menyelesaikan dan meninggalkan meja makan tepat pukul delapan pagi. Sierra berjalan menuju halaman belakang. Gadis itu memang lebih banyak menghabiskan waktunya disana daripada harus memajang dirinya didalam rumah bersama dengab yang lainnya.
"Sierra."
Sierra menoleh saat mendengar seseorang memanggilnya. Dia melihat dua orang wanita yang dikenal dengan nama Claire dan Ava sedang berjalan menghampirinya. Claire adalah wanita yang paling lama berada dirumah b****l tersebut jika dibandingkan yang lainnya. Dia juga primadona karena pelayanannya yang sangat memuaskan.
"Kau disini rupanya, kami mencarimu sedari tadi." Keluh Ava setelah mereka sudah berada didepan Sierra.
"Ada apa?" Tanya Sierra.
Claire memperhatikan penampilan Sierra dari kepala sampai ujung kakinya. "Astaga, bahkan penampilanmu biasa-biasa saja. Memang sih wjaahmu itu cantik."
Sierra mengerutkan keningnya karena merasa bingung dengan ucapan Claire. Tidak biasanya wanita itu memujinya meskipun tadi bukan terdengar sebagai pujian. Biasanya Claire selalu menggerutu padanya dan tidak pernah menyapanya. "Kenapa?"
"Aku bingung kenapa Madam menjualmu sangat mahal." Jawab Claire.
"A-apa? Me-menjual katamu?"
"Oh astaga, kau terkejut? Yang benar saja!" Ucap Ava.
"Ma-ma-m-maksudmu menjual bagaimana?" Sierra tergagap.
"Apa kau tidak pernah berpikir kalau Madan merawatmu selama tujuh tahun ini dengan sukarela? Ck. Kau terlalu naif, Sierra." Jawab Claire dan tersenyum mencemooh pada Sierra.
Sierra merasa bingung dengan ucapan mereka berdua. Molly tidak pernah membicarakan hal ini padanya. Molly juga mengatakan kalau dia merawatnya bukan dijadikan sebagai p*****r, tapi sebagai anaknya. Tapi, kenapa kedua temannya mengatakan hal mengerikan seperti itu?
Sierra mengalihkan tatapannya dan menggeleng. "Tidak, Madam tidak mungkin seperti itu." Gumamnya dan menatap kedua temannya kembali. "Madam mengatakan kalau dia merawatku sebagai anaknya bukan dijadikan sebagai pelacurnya."
Ava dan Claire justru tertawa mendengar ucapan Sierra. "Kau tidak percaya pada kami? Kau lihat saja didalam, Madam sedang melakukan transaksi dengan customer. Nanti malam,,," Claire mendekatkan wajahnya tepat didepan Sierra. ",,, kau akan mulai menyandang sebagai pelacur." Bisiknya dan menyeringai melihat ekspresi wajah Sierra yang menegang.
Sierra tertegun saat mendengar seseorang memanggilnya dengan keras. "Sierra!"
Mereka bertiga menoleh kearah Jace yang berdiri didepan pintu belakang. "Kau dipanggil Madam." Serunya lagi sebelum kembali masuk kedalam rumah.
Claire menyeringai melihat ketegangan masih menyelimuti Sierra. Nampaknya Sierra memang sangat khawatir saat ini. "Lihat, aku tidak bohong padamu bukan?" Ucapnya dan mengelus wajah Sierra lalu mereka berdua masuk kedalam rumah.
Sierra menggeleng pelan sebelum dia masuk. Sepanjang langkahnya dia meyakinkan dirinya sendiri kalau semua ucapan Claire dan Ava tidaklah benar. Mereka berdua sedang mengerjainya, benar, mereka berdua sedang mengerjainya dan tidak serius, itu yang peri hatinya dia ucapkan berulang kali untuk meyakinkan otanya. Langkah Sierra terhenti tak jauh dari Molly. Dia melihat Molly sedang berbincang-bincang dengan seorang laki-laki yang ditaksirnya memiliki umur sekitar kepala tiga.
Dengan susah payah Sierra menelan ludahnya saat Molly menatapnya dan tersenyum padanya. Sierra merasa sudah tidak bisa melangkah mendekati mereka saat laki-laki itu yang bahkan tidak Sierra kenal sedang tersenyum manis padanya. Dari senyumnya, Sierra sudah bisa menyimpulkan kalau lelaki itu adalah lelaki hidung belang. Apakah dia pelanggan yang digembor-gemborkan para wanita disini? Apa seperti itu seorang pelanggan? Sierra tidak tahu mengenai hal itu meskipun dia yakin kalau lelaki itu pasti lelaki yang dimaksud Claire dan Ava, lelaki yang sudah membelinya atau lebih tepatnya menyewanya. Molly tidak pernah menyuruhnya untuk mendekati pelangganya selama dia merawatnya tapi kenapa sekarang Molly menyuruhnya untuk mendekat?
Kaki gadis itu reflek melangkah kebelakang saat Molly dan lelaki itu berjalan menghampiri Sierra. Tiba-tiba saja Sierra merasa jantungnya berdegup kencang karena takut. Tubuhnya juga sedikit gemetar.
"Sierra, kenapa?" Tanya Molly saat sudah berada didepan Sierra.
"A-aku me-merasa, merasa tidak enak badan. Aku-" Sierra melepaskan tangan Molly yang mengenggamnya, "aku-aku ingin kekamar untuk istirahat. Maaf, permisi."
"Sierra." Molly mencekal lengan Sierra sehingga dia berbalik dan menatapnya. "Perkenalkan, dia adalah Mr. Aaidan Louis."
Aaidan Loise tersenyum. "Kau sangat cantik." Pujinya dan meraih satu tangan Sierra lalu mencium punggung tangan itu dengan lembut.
Sierra langsung menarik tangannya dari dua manusia didepannya. "M-Madam, aku, aku ingin berbicara denganmu. Berdua." Pinta Sierra ragu melihat tatapan Aaidan yang menatap aneh padanya.
Molly tersenyum tipis. "Sebentar Mr. Aaidan, aku akan berbicara dengannya dulu." Pamit Molly dan mengikuti langkah Sierra yang pergi menjauhi lelaki itu.
"Kenapa? Kenapa Madam memperkenalkanku dengan lelaki itu?" Tanya Sierra merasa tidak percaya dan kecewa pada Molly.
Molly tersenyum tipis dan mengelus wajah Sierra. "Karena kau hartaku. Aku memang tidak ada niat untuk menjualmu sejak aku merawatmu, tapi...banyak yang menginginkanmu dan mereka berani bayar mahal demi untuk tidur denganmu. Kau tahu bukan kalau aku mempunyai banyak hutang? Akhirnya aku berencana akan menggunakanmu setelah usiamu dewasa. Dan, setelah kau bersedia bekerja denganku, aku rasa kau bisa membalas jasaku padamu selama ini, selama aku merawatmu.
"Mr. Aaidan Louis sudah membelinya sejak dua bulan yang lalu dan aku selalu meminta waktu padanya sampai kau siap. Dan, uangnya sudah aku gunakan untuk membayar semua hutangku dan menanggung hidupmu selama ini. Aku sudah menjalankan kewajibanku, jadi kau juga harus menjalankan kewajibanmu. Sierra, aku tidak ingin berbuat kasar padamu karena aku juga sayang padamu, jadi tolong mengertilah aku,jangan buat aku marah padamu. Kau tahu kan apa yang akan aku lakukan saat aku marah? Kau pernah melihat bagaimana aku menghukum p*****r-pelacurku yang selalu melanggar peraturan bukan? Bahkan ada diantara mereka yang sudah tidak bisa berjalan dan aku pecat dari sini."
Sierra terkejut mendengar ancaman Molly. p*****r dia bilang? Apakah Molly menganggap dirinya seagai pelacurnya sama dengan wanita-wanita lainnya yang tinggal bersama dengan merMolly yang ada didepannya seperti bukan Molly yang dikenalnya. Atau memang seperti ini Molly yang asli? Berarti selama ini Molly bersikap palsu padanya? Kasih sayang yang diberikannya pula termasuk palsu? Tanpa sadar airmata Sierra menyerbak memenuhi pelupuk matanya. Tidak. Dia tidak bisa jika harus menjadi salah satu pemuas napsu lelaki-lelaki b***t didalam rumah b****l tersebut. Sierra menggeleng pelan dan melepaskan genggaman tangan Molly membuat wajah wanita yang didepannya berubah menatapnya dengan kilatan penuh emosi dikedua sorot mata abu-abunya.
"Aku, aku tidak bisa menjadi seperti apa yang kau inginkan. Aku bukan pelacurmu, aku bukan." Gumam Sierra dan setetes airmatanya berhasil membasahi pipinya.
"Sierra." Molly menahan emosinya sampai terdengar dia menggeram emosi pada Sierra.
Sierra langsung berlari menuju pintu keluar. Molly menjerit memanggil namanya membuat perhatian seluruh orang yang ada disana tertuju padanya. Dirinya ikut berlari mengejar Sierra dan memanggil para pengawalnya untuk menahan Sierra pergi dari rumah itu. Sepertinya sebelum Sierra berniat lari keluar dari rumah bordir yang luas itu, dia harus berdoa agar Tuhan mengecilkan rumah tersebut sehingga dia bisa keluar lebih cepat. Tapi Sierra tidak melakukan hal itu. Dirinya berlari semakin kencang saat melihat tiga pengawal yang berjaga didalam rumah tersebut dan Molly berlari mengejarnya. Karena tidak memperhatikan jalan, dirinya menabrak seseorang yang baru saja keluar dari mobil sampai dirinya terpental dan jatuh.
Sierra mendongak dan melihat lelaki yang berbadan tegap itu berdiri disamping mobilnya dan menatapnya. Merasa dewi batinnya mengatakan kalau lelaki yang berdiri didepannya ini bisa membantunya keluar dari rumah itu, dia meraih tangan lelaki itu. Dirinya masih terduduk sehingga mengharuskannya mendongak untuk menatap lelaki itu. Meskipun tatapan lelaki itu tajam dan mengintimidasi tidak membuat Sierra berpikir kalau orang itu jahat, entahlah, dia hanya berpikir seperti itu dan tentunya dia juga berharap agar pemikirannya itu berubah menjadi kenyataan.
"To-tolong. Tolong saya. Tolong. Tolong bawa saya pergi dari sini." Pinta Sierra memelas dan sesekali menatap kebelakang untuk mengawasi apakah Molly bersama dengan pengawalnya masih mengejarnya.
Lelaki itu justru melepaskan genggaman tangan Sierra sampai gadis itu terdorong kebelakang. "Aku paling tidak suka jika p*****r bersikap sepertimu." Balasnya membuat Sierra terkejut.
Pelacur? Apa penampilannya memang terlihat seperti p*****r? Sierra menahan kaki kiri lelaki itu saat lelaki itu akan pergi. Lelaki itu menoleh dan menatapnya. Sierra menggeleng cepat dan tatapannya menatap Molly dan para pengawalnya sekilas yang berdiri tak jauh darinya sedang memperhatikannya dengan lelaki itu. "Tidak. Aku-a-aku bukan p*****r. Aku bukan p*****r. Bukan. Tolong, tolong bawa aku pergi dari sini."
Lelaki itu diam sejenak memperhatikan wajah Sierra. Dirinya mendesah kasar dan membantu gadis itu berdiri. Dia cukup terkejut saat merasakan tubuh gadis itu menggigil ketakutan didalam cengkeramannya. "Aku tidak percaya kalau kau bukan p*****r dan mungkin aku tidak bisa membantumu." Gumamnya dan menggandeng Sierra.
Sierra menahan dirinya saat lelaki yang menggandengnya itu menuntunnya kearah Molly dan para pengawalnya. Dirinya menggeleng cepat dan mencoba melepaskan cengkeraman lelaki itu dipergelangan tangannya. "Tidak. Jangan, tolong lepaskan. Aku, aku tidak mau. Tolong." Suara Sierra bergetar karena menahan tangisnya agar tidak keluar.
Tapi lelaki itu tidak mempedulikan Sierra. Dia justru mengencangkan cengkeramannya dan masih menghampiri Molly. Lelaki itu menghentikan langkahnya teoat didepan Molly sedangkan Sierra masih mencoba melepaskan cengkeraman lelaki itu menggunakan satu tangan yang lain.
"Apa dia pelacurmu?"
Molly menatap Sierra sekilas dan kembali menatap lelaki didepannya. Bibirnya mengembang membentuk senyuman tipis. "Iya Mr. Parker. Dia adalah-dia p*****r milik saya."
"Kalau begitu, belum ada yang membelinya bukan?" Tanya Sean Parker dan menaikkan sebelah alisnya.
Sierra terdiam dan menatap Sean. Dirinya tidak percaya dengan percakapan mereka. Membincangkan jual beli manusia didepannya? Apa mereka sudah gila?
"Maaf Mr. Parker, dia sudah ada yang membelinya sejak dua bulan yang lalu."
Sean pura-pura menghela napas kecewa didepan Molly membuat wanita itu merasa tidak enak hati padanya. "Berapa?"
Molly menaikkan alisnya. "Iya?"
"Berapa harganya? Aku akan membayarnya tiga kali lipat."
"Ta-tapi Mr. Parker, Mr. Louis sudah-"
"Lima kali lipat? Apa masih kurang?" Potong Sean.
Molly terkejut mendengar penawaran dari tuannya. Lima kali lipat dari U$12.000.000? Astaga! Dia belum pernah mendapatkan penawaran sebanyak itu selama hidupnya. Molly masih terdiam karena merasa bingung dan tidak percaya. Sedangkan Sean yang notabanenya tidak sabaran itu menghela napas. Dia tidak menyangka akan melakukan penawaran semahal itu demi seorang wanita penghibur.
"Sepuluh kali lipat?" Sean masih bernegosiasi pada Molly.
"Ap-apa?! Se-se-sepuluh kali lipat? M-Mr. Parker, i-itu-" Molly sudah tidak bisa mengatakan apapun. Bisa-bisa dia menjadi milyarder dadakan hanya karena menjual seorang gadis pada tuannya.
"Apa masih kurang?"
Molly menggeleng cepat. "T-tidak Sir, i-itu, itu, itu bahkan lebih dari cukup."
Sierra mendesah kasar membuat Molly dan Sean meliriknya. "Kalian, kalian adalah manusia paling menjijikkan yang aku kenal. Bernegosiasi demi membeli seseorang?" Gumam Sierra kesal. Dia sudah tidak berusaha untuk melepaskan cengkeraman tangan Sean karena sudah mencobanya beberapa kali justru Sean semakin mengencangkannya.
"Deal, aku membelinya sepuluh kali lipat dari harga yang Louis bayar padamu." Putus Sean.
"I-iya Sir. Deal. Saya menerimanya." Balas Molly dan tersenyum puas.
[PERHATIAN: DILARANG MENJUAL, MENJIPLAK, MEMBAJAK, MENG-COPY SEBAGIAN DAN ATAU KESELURUHAN ISI DI DALAM CERITA TANPA IJIN DARI PENULIS DAN STARY PTE.LTD.
PENULIS TIDAK AKAN RELA LAHIR & BATIN, DUNIA AKHIRAT PADA OKNUM YANG MELAKUKAN HAL TERSEBUT.]