5

2457 Words
Marcos mendesah kasar melihat kelakuan Sean. Tidak biasanya Sean mempedulikan orang lain. Tiba-tiba saja Marcos merasa tidak suka dengan gadis yang ditemuinya dan Sean didepan toko bunga tadi. Apa Sean berubah karena gadis itu? Siapa sebenarnya gadis itu? Setahu Marcos, Sean tidak pernah dekat dengan wanita lain kecuali hanya wanita penghibur yang setiap malam tidur dengan Sean.   Marcos meraih ponselnya dan menghubungi orang di rumah untuk membawakan mobil kepadanya. Dia harus segera menyusul Sean sebelum sesuatu yang buruk terjadi padanya.   "Selamat sore, Sir."   "Bawakan mobil ke pemakaman Saint Rudolf." Perintah Marcos lalu mematikan sambungan teleponnya.   Setelah menunggu sekitar lima belas menit akhirnya ada dua mobil yang berhenti didepannya. Marcos berlari masuk kedalam mobil lalu memerintahkan mobil itu untuk jalan menyusul Sean.   -   Sean memarkirkan mobilnya tepat didepan rumah tujuannya. Depan rumah itu terlihat sepi. Dia melirik kekanan dan kiri memperhatikan keadaan sekitar. Dirinya tersenyum setelah tahu kalau itu memang perangkap. Meskipun keadaan terlihat sepi tapi Sean yakin orang-orang ity bersembunyi disekitarnya. Sean membuka pintu mobil dan keluar. Dirinya melangkah masuk kedalam rumah itu dengan tenang. Didepan rumah dia melihat dua orang menjaga pintu masuk dan membukakan pintu untuknya. Setelah Sean masuk kedalam pintu, ada satu orang yang berdiri dibalik pintu dan mengunci pintunya.   Orang itu menaiki anak tangga yang diikuti Sean. Mereka berhenti tepat didepan pintu ruangan dan lelaki yang menuntun Sean menuju ruangan itu langsung membuka pintunya. Sean menatap tajam pada orang itu sebelum masuk kedalam ruangan itu. Seperti sebelumnya, setelah Sean masuk, salah satu orang diantara mereka mengunci pintu.   Sean melirik kearah orang yang sedang mengunci pintu itu sebelum mengitari pandangannya kesetiap ruangan tersebut.  Salah satu orang yang berdiri dibelakang Sean mendorong tubuh Sean kedepan. Sean menegang melihat Sierra sedang duduk dikursi dalam keadaan tubuhnya terikat dan mulutnya disumpal kain.   "Sierra." Gumam Sean pelan dan Sierra memberontak mencoba melepaskan diri dari ikatan itu.   Kedua tangan Sean terkepal dan tatapannya menajam kearah laki-laki yang berdiri tepat dibelakang Sierra. Lelaki itu memegang sebuah pisau yang terlihat sangat tajam. Sean lalu memperhatikan keadaan sekitar dan tidak melihat Javier ada disana. Yang ada hanya beberapa laki-laki yang bertubuh besar pada memegang benda-benda yang bisa dijadikan sebagai alat pukul ditangan masing-masing.   "Lepaskan dia." Perintah Sean pada lelaki yang berdiri dibelakang Sierra.   Lelaki itu tersenyum licik. "Kau harus membayar mahal agar aku melepaskannya."   "Berapa yang kau inginkan?"   "Berapa harga nyawamu?" Lelaki itu bertanya balik.   Sean tersenyum. "Lalu, berapa harga nyawa tuanmu itu?"   Lelaki itu tersenyum dan mengisyaratkan orang-orang yang mengelilingi Sean untuk memukulnya. Salah satu lelaki itu memukul punggung Sean membuat Sean terdorong kedepan. Namun, Sean berbalik dan langsung menendang lelaki itu hingga terjatuh. Sean menghalau pukulan dari arah kanan dan meninjunya. Saat Sean akan melayangkan tinju keduanya pada orang itu, dirinya menatap kearah Sierra yang menjerit kesakitan.   "Sierra." Gumam Sean melihat pisau yang dipegang lelaki itu membuat leher Sierra terluka.   "Berhenti melawan kalau kau tidak ingin gadis ini mati sia-sia." Gertak lelaki itu dan berniat semakin melukai leher Sierra.   Sierra menatap sayu pada Sean. Wajahnya sudah diselimuti ketakutan. Airmatanya sudah membasahi pipinya. Sean menatap tajam lelaki itu dan melepaskan cengkeramannya pada lelaki berbaju hitam didepannya. Disaat itu juga salah satu orang yang mengelilinginya mulai memukul punggung Sean cukup keras sampai dia terjatuh.   Orang-orang yang ada diruangan itu kembali mengerubungi Sean dan memukul tubuh itu berkali-kali bahkan ada yang sampai menginjaknya. Sean menatap Sierra yang terlihat ingin menyelamatkannya. Dirinya tersenyum samar sebelum kembali menutup matanya.   "Sean, setelah kau besar nanti, kau ingin jadi apa?" Tanya wanita itu dan merangkul pundak Sean.   Mereka terlihat bahagia dibawah sinar bintang dimalam hari. Ini adalah malam ulang tahun Sean yang ke sepuluh. Sean tersenyum dan menatap ibunya.   "Aku ingin jadi orang yang kuat supaya aku bisa melindungi Mom." Jawab Sean disusul senyuman manisnya.   Wanita itu ikut tersenyum dan mencium puncak kepala Sean. "Apa kau hanya akan melindungi Mom saja?"   "Iya, karena aku hanya punya Mom didunia ini."   "Sean." Panggil wanita itu dengan lembut.   Sean mendongak dan menatapnya. "Kau juga harus melindungi seseorang yang kau sayangi, suatu saat nanti Mom yakin kau juga akan melakukan itu. Kalau kau sudah menemukannya, lindungi dia dan jaga dia. Jangan sampai dia terluka sedikitpun seperti kau melindungi Mom. Apa kau mengerti?"   Sean mengangguk dan memeluk ibunya. "Iya Mom. Aku mengerti."   Tubuh Sean sudah berlumuran darah. Bahkan darah yang keluar dari kepalanya sudah menutupi wajahnya. Sean tersengal-sengal dan membuka matanya menatap Sierra yang berusaha melepaskan tali dipergelangan kakinya. Sean tertegun dan mencoba membuka matanya lebih lebar sedikit meskipun pandangannya sudah terhalangi oleh darah saat melihat Sierra berlari kearahnya dan menghalaunya dari pukulan orang-orang itu. Sierra menggigit bibir bawahnya merasakan pukulan dipunggungnya sampai dia mendengar ada seseorang yang mendobrak pintu.   Beberapa orang yang memukuli Sean terlihat bertarung dengan orang-orang yang baru masuk kedalam ruangan itu. Sierra meringis dan mengangkat tubuhnya dari atas tubuh Sean. Dia kembali mencoba melepaskan ikatan ditangannya dan untungnya berhasil. Sierra menopang tubuh Sean dan melihat Sean sudah tidak sadarkan diri.   "Hei, bangun! Hei buka matamu! Bangun!"   "Sir!" Sontak Marcos menghampiri Sean saat sudah masuk kedalam ruangan dan membawa Sean keluar dari ruangan itu tanpa mempedulikan Sierra.   Sierra mencoba berdiri dan berjalan keluar ruangan. Semua orang yang ada disana sudah tergeletak dan orang-orang yang ada di pihak Sean juga sudah keluar dari ruangan. Sierra terjatuh pingsan diambang pintu setelah beberapa langkah dia berjalan.   Marcos merangkul Sean berjalan menuju mobil. Sean meringis dan membuka matanya perlahan. "Sierra." Gummanya.   "Sir, anda harus kerumah sakit sekarang." Ucap Marcos.   "Sierra, dimana dia?" Tanya Sean.   "Anda harus kerumah sakit lebih dulu Sir. Masalah wanita itu nanti kami yang-"   "Dimana dia?!" Sentak Sean dan melepaskan rangkulannya dipundak Marcos lalu berbalik berniat untuk masuk kerumah itu lagi.   "Sir!" Pekik Marcos dan menopang tubuh Sean saat dia akan jatuh.   "Aku harus menyelamatkannya, aku harus menyelamatkan Sierra. Dimana dia?"   "Sir!"   "Lepaskan! Jangan menahanku!" Gertak Sean dan menggelengkan kepalanya cepat untuk menghindari darah yang mengalir dikepalanya masuk kedalam matanya.   Sean berjalan tertatih masuk kedalam rumah itu kembali diikuti beberapa pengawalnya. Dia menaiki anak tangga dengan sisa tenaganya. Benar, Sean harus menyelamatkan Sierra dengan sisa tenaganya karena gadis itu juga berniat menyelematakannya dan menghalau pukulan dari orang-orang jahat itu. Sean berlari kearah Sierra saat melihat gadis itu tergeletak diambang pintu.   "Sierra. Buka matamu, Sierra?" Sean mencoba menggotong tubuh Sierra dan meringis menahan sakit.   Sean memasukkan Sierra kedalam mobil yang sama dengannya. Mereka berdua duduk dibelakang sedangkan Marcos dan satu pengawalnya duduk didepan.  Sean meringis dan mengelap darahnya yang membasahi keningnya.   "Sir?" Panggil Marcos cemas melihat wajah Sean memucat.   "Aku tidak apa-apa. Kita langsung kerumah sakit dan jangan lupa urus semua orang-orang yang ada dirumah itu." Perintah Sean lalu menatap wajah Sierra.   Sean menyentuh dengan lembut bekas goresan dileher gadis itu. "Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu." Gumam Sean dan memeluk Sierra lalu menyusul gadis itu tak sadarkan diri.   Marcos hanya diam mendengar gumaman Sean dan menatap mereka berdua melalui spion kecil didepannya.   Tak lama mereka sudah sampai didepan rumah sakit. Marcos dan pengawal itu membukakan pintu lalu membangunkan Sean.   "Sir, kita sudah sampai." Ucap Marcos dan mengernyit karena ternyata Sean sudah tidak sadarkan diri. Dia pun menyuruh beberapa suster untuk membawa ranjang dorong lalu membaringkan Sean dan Sierra diatas ranjang itu.   -   Sierra membuka matanya perlahan karena aroma ruangan yang menyengat itu memenuhi indra penciumannya. Dirinya mengernyit berada didalam ruangan yang mirip seperti kamar rumah sakit dan melihat satu tangannya disambung dengan selang infus. Sierra menghela napas pelan dan kembali menutup matanya. Namun, sedetik kemudian dia kembali membuka matanya lebar-lebar mengingat lelaki yang menurutnya sangat bodoh itu yang ingin menyelamatkannya. Seharusnya jika ingin menyelamatkan dirinya bukankah harus melawan mereka, bukan justru dengan senang hati mendapatkan pukulan. Sierra mencoba turun dari ranjang dan berpegangan pada besi yang digunakan untuk menggantung kantong infus. Sierra keluar dengan langkah tertatih dan memperhatikan keadaan sekitar. Dimana ruangan lelaki itu? Batin Sierra dan keningnya mengernyit melihat seseorang yang pernah dilihatnya bersama dengan lelaki yang sedang dicarinya itu baru saja keluar dari sebuah kamar. Buru-buru Sierra menuju kamar itu dan yakin lelaki itu pasti ada disana.   Dua pengawal yang menjaga pintu depan itu menundukkan kepala saat Sierra berada didepan mereka lalu membukakan pintu untuknya. Sierra merasa sedikit bingung memperhatikan bagaimana mereka tahu kalau dirinya bukan orang jahat. Sierra menghela napasnya pelan dan melangkah masuk kekamar itu.   "Bagaimana keadaannya?" Sierra menghentikan langkahnya mendengar suara lelaki yang dicarinya. Dia menyender didinding lorong kamar itu.   "Maksud anda gadis yang datang bersama dengan anda?" Tanya dokter itu balik.   "Iya. Apa dia baik-baik saja?"   "Keadaannya sudah membaik Sir meskipun daya tahan tubuhnya memang lemah. Kami akan memberikannya vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya."   "Lalu bagaimana dengan lukanya?"   "Tidak ada luka serius ditubuhnya. Anda tidak perlu khawatir. Saya rasa dia akan segera sadar karena sudah dua hari dia belum sadar."   "Dua hari?" Gumam Sierra dan semakin serius mendengarkan pembicaraan mereka.   Sean menghela napas pelan. "Kau bisa keluar sekarang."   Dokter dan suster itu menundukkan kepalanya lalu berjalan keluar. Sedangkan Sierra terkejut  karena baru pertama kalinya mendengar seorang pasien mengusir dokternya. Dokter dan suster itu menundukkan kepalanya saat melewati Sierra dan Sierra membalasnya dengan senyuman. Dia menghela napas kasar dan melanjutkan langkahnya menghampiri Sean. Sean yang duduk diam itu menatap Sierra intens.   "Kau sudah bangun?" Tanya Sean.   Sierra terdiam memperhatikan Sean. Kepala lelaki itu dibalut perban, tangan kanannya juga dipasang gips dan-Sierra membelalakkan matanya melihat gips itu. Apa tulang tangan kanannya patah? Tapi kenapa lelaki itu masih bisa menggendongnya keluar dari rumah itu? Memang saat itu Sierra sudah tidak bisa membuka matanya tapi dia masih mendengar suara Sean yang melarang pengawalnya menggantikannya untuk menggendong Sierra keluar dari rumah itu.   Sean ikut memperhatikan tangan kanannya dan kembali menatap Sierra. "Kenapa kau melihatnya seperti itu? Apa ini pertama kalinya kau melihat seseorang yang mengalami patah tulang?"   Sierra mengerjapkan matanya beberapa kali dan duduk dikursi yang berada tepat disamping ranjang Sean. "Kenapa kau berubah menjadi orang bodoh?"   Sean menjawabnya dengan menaikkan alisnya membuat Sierra mendesah kasar dan membuang wajahnya lalu kembali menatap Sean kesal. "Kenapa kau tidak mencoba melawan mereka?"   "Kau tidak memintanya seperti itu."   "Mulutku tersumpal bagaimana bisa aku mengatakannya dengan jelas? Dasar bodoh."   "Kalau aku melawan mereka, mungkin aku sudah tidak melihatmu disini." Jelas Sean membuat Sierra menatapnya intens.   "Kau, apa kau percaya padaku?" Tanya Sierra tak percaya. "Maksudku, kau belum mengenalku dan kau rela mengeluarkan uang $120.000.000 agar aku bisa keluar dari rumah b****l itu dan kau juga menyelamatkan nyawaku."   Sean membalas tatapan Sierra. "Aku tidak merasa menyelamatkanmu, aku hanya menyelamatkan seseorang yang sudah menjadi milikku."   "Milikmu?"   "Iya. Bukankah kemarin aku sudah mengatakannya padamu kalau aku sudah membelimu dan kau sudah menjadi milikku." Jawab Sean.   Sierra memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapan Sean. Sean tersenyum dan menggeser tubuhnya. "Duduk sini." Pinta Sean dan menepuk-nepuk tepi ranjang.   Sierra semakin memalingkan wajahnya. "Aku tidak tahu namamu jadi bagiku kau orang asing."   "Apa ada orang asing yang berusaha melepaskan ikatannya demi menghalanginya dari pukulan?" Tanya Sean dan menaikkan sebelah alisnya.   "Itu karena kau bodoh, tidak melawan orang yang memukulmu."   Sean terkekeh mendengar Sierra selalu memanggilnya dengan kata bodoh. Belum ada yang memanggilnya seperti itu. Dirinya merasa kalau hubungannya dengan Sierra sangat dekat sampai gadis itu selalu memanggilnya seperti itu.   "Sean parker, itu namaku." Jawab Sean setelah menghentikan kekehannya.   Perlahan Sierra menoleh kearah Sean. Lelaki itu kembali mengisyaratkan agar Sierra duduk ditepi ranjangnya. Sierra menghela napas pelan dan duduk ditepi ranjang tepat didepan Sean yang duduk menyandar. Sean memperhatikan goresan luka dileher Sierra yang ditutupi plester. Tangan kirinya tergerak untuk menyentuhnya sedangkan pandangan Sierra mengawasi pergerakan tangan Sean.   "Apa ini masih sakit?"   "Iya?" Sierra menatap Sean dengan bingung.   "Dimana mereka memukulmu? Apa dipunggungmu?" Tanya Sean lagi dan mengelus punggung Sierra dengan lembut.   "A-aku, aku sudah tidak apa-apa. Kau tidak perlu khawatir." Jawab Sierra dan menurunkan tangan Sean dari punggungnya.   "Berbalik." Pinta Sean.   Sierra mengernyitkan keningnya dan terkejut. "A-apa? Berbalik? U-untuk apa?"   "Aku ingin melihat punggungmu. Berbalik." Pinta Sean tak sabar.   "Ti-tidak perlu Sean. Aku sudah tidak apa-apa." Tolak Sierra.   Sean tidak mendengarkan ucapan Sierra. Kedua tangannya memutar tubuh Sierra sehingga sekarang Sierra membelakanginya. Gadis itu menahan tangan Sean saat lelaki itu akan menyingkap pakaiannya.   "Ti-tidak perlu. Sean, hentikan. Aku, Sean, hentikan." Pinta Sierra.   Sean mencengkeram kuat ujung pakaian Sierra saat melihat punggung gadis itu membiru dan terdapat goresan luka. Dia kembali menurunkan pakaian Sierra dan tidak mempedulikan wajah Sierra yang memerah akibat malu. Sierra berbalik dan menatap Sean hendak protes namun niatnya dia urung karena melihat ekspresi wajah Sean.   "Panggil dokter itu!" Gertak Sean sampai suaranya bisa didengar pengawal yang menjaga didepan pintu ruangannya.   "Se-Sean?" Sierra terkejut melihat Sean semarah itu. Ada apa? Apa dirinya melakukan kesalahan?   Tak lama dokter itu datang bersama dengan dua suster. Mereka terburu-buru menghampiri Sean. Sierra pun berniat turun dari ranjang karena dia berpikir mungkin saja Sean akan diperiksa oleh dokter itu. Tapi Sean menahan lengan Sierra membuat gadis itu menatapnya bingung. Sean menatap tajam pada dokter didepannya.   "Kenapa kau bohong padaku? Kau bilang lukanya tidak serius tapi kenapa punggungnya membiru seperti itu dan kalian biarkan saja? Apa kalian ingin aku pecat?!" Gertak Sean.   Sierra hanya diam memperhatikan Sean. Dia sangat terkejut ternyata Sean berubah marah seperti itu hanya karena luka dipunggungnya dan akan memecat dokter dan suster itu? Apa rumah sakit ini miliknya? "Sean." Sierra mencoba menenangkannya. "Aku tidak apa-apa. Kau tidak perlu sekhawatir itu."   "Maafkan kami Sir. Kami tidak tahu kalau ternyata punggung nona ini terluka. Kami akan segera memeriksanya." Ucap dokter itu dan menundukkan kepalanya.   Marcos yang baru datang dan mendengar gertakan Sean dari dalam ruangan itupun langsung masuk kedalam dan melihat Sean sedang memarahi dokter dan suster itu.   "Sir?" Panggil Marcos dan memperhatikan Sierra yang duduk ditepi ranjang.   Sean membuang napasnya kasar. "Kau ikut dengan mereka supaya punggungmu diobati. Pergilah." Ucap Sean pada Sierra.   Sierra hanya diam mematung. Dia masih tidak percaya kalau lelaki yang baru dikenalnya itu marah besar pada dokternya hanya karena luka dipunggungnya. Sierra belum pernah bertemu dengan lelaki seperti ini sebelumnya. Sean menghela napas kasar melihat Sierra menundukkan wajahnya. "Kalian keluar lebih dulu." Perintah Sean dan dokter serta suster itu keluar dari ruangannya.   "Sir?" Panggil Marcos. Marcos berharap mudah-mudahan mendengar panggilannya, Sean berubah seperti dulu.   "Kau juga keluar." Perintah Sean pada Marcos.   Marcos menatap Sierra. Semakin lama dia semakin tidak suka dengan gadis itu. Dirinya menghela napas kasar dan menundukkan kepalanya sebelum keluar dari ruangan.   Sean menarik Sierra kedalam pelukannya. Dia mengelus dengan lembut punggung gadis itu. "Maaf, aku tidak bisa menjaga kau dengan baik." Bisik Sean.   Sierra menegang mendengar ucapannya. Dia melepaskan pelukan itu perlahan dan menatap Sean. Kenapa lelaki ini justru meminta maaf padanya? Padahal lelaki itu tidak ada hak untuk menjaganya. Tangan kiri Sean menangkup wajah Sierra membuat Sierra memperhatikan pergerakan tangan itu lalu kembali menatap Sean. Dalam sekejap dia merasakan ada sesuatu yang menempel dibibirnya. Sierra masih mematung dan membelalakkan matanya karena ciuman Sean itu terasa tiba-tiba. Sean semakin menarik Sierra mendekat padanya dan memeluknya. Perlahan, tangan Sierra juga terdorong merangkul Sean dan menutup matanya menikmati rasa bibir yang pertama kalinya dia rasakan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD