"Kenapa?"
Marcos hanya menatap Sean membuat lelaki itu mengernyit menatapnya.
"Ada apa?" Sean menaikkan nada bicaranya seolah menuntut Marcos untuk segera menjawab pertanyaannya.
"Gadis itu, dia..."
Tubuh Sean menegang mendengar Marcos menyebut tentang Sierra. Tanpa bisa di kontrol, Sean menghampiri Marcos dan mencengkeram kerah jas Marcos.
"Ada apa dengan Sierra?"
~
Sean berlari menuju ke ruangan ballroom diikuti Marcos dan beberapa pengawalnya mencari Sierra. Pandangan lelaki itu mengitari ruangan dan tidak menemukan Sierra. Satu hal lagi yang Sean lupa, dia meninggalkan Mark begitu saja di kamar hotel.
Javier menyeringai melihat Sean dan Marcos yang meninggalkan Mark. Setelah yakin tidak ada yang berada di kamar Mark, Javier menyuruh dua pengawalnya untuk membawa Mark pergi dari kamar itu. Javier kembali masuk ke sebuah kamar hotel. Dirinya memperhatikan Sierra yang sedang berbaring akibat obat tidur yang diberikan olehnya.
"Sierra?"
Sierra menoleh karena merasa ada yang memanggilnya. Javier mendekati Sierra saat salah satu pengawal yang ditugaskan untuk mengawasi Sierra sedang sibuk dengan urusannya sendiri.
"Javier?" panggil Sierra memastikan dan Javier tersenyum padanya.
"Kau datang dengan siapa?" tanya Javier.
"Aku, em dengan seseorang," jawabnya.
"Sierra, kau bisa membantuku?"
"Memangnya apa yang ingin di bantu?"
Javier tersenyum, "aku mendengar kau sangat menyukai bunga. Aku sedang berencana untuk membuka toko bunga karena ibuku juga sangat menyukainya. Dua minggu lagi dia akan kembali dari Eropa."
Sierra mengangguk pelan, "baiklah. Aku akan membantumu, kapan kau berencana akan membuka toko bunga?"
"Sekitar satu minggu lagi. Em Sierra, ada banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu. Apa kau punya waktu?"
Sierra memperhatikan keadaan sekitar. Mungkin pergi sebentar tidak jadi masalah untuk Sean, pikirnya. Dia pun mengangguk dan mengikuti Javier keluar dari Ballroom menuju ke sebuah kamar.
Javier menoleh ke arah meja sofa saat mendengar ponselnya berdering. Dirinya melangkah pelan mendekati meja dan melihat nama Sean yang tertera dilayar ponselnya. Javier menyeringai lalu meraih ponselnya dan mengangkat telepon dari Sean.
"Dimana Sierra?!"
Javier hanya terkekeh mendengar nada suara Sean, "kenapa kau bertanya padaku?"
"b******k! Cepat katakan dimana Sierra sebelum kau kehilangan budakmu yang setia itu!" Gertak Sean.
"Bukankah kau yang datang dengannya? Lalu kenapa kau menanyakannya padaku? Ah, tentang Mark? Aku sudah memindahkannya ke tempat yang lebih baik."
Sean tertegun mendengar ucapan Javier. Dia pun segera pergi ke kamar Mark dan tidak menemukan lelaki itu. Sean semakin emosi karena terjebak oleh Javier.
"Sepertinya kau sudah merencanakan hal ini," desis Sean disusul kekehannya.
Javier menyeringai dan kembali memperhatikan Sierra, "bagaimana denganmu? Apa kau ingin aku mengirimkan kepala gadis ini sekarang sesuai yang-"
"Jangan sampai kau menyentuhnya!" Potong Sean, "kau tahu, aku tidak akan membiarkanmu melakukannya. Dan aku akan memberikan kepala ibumu jika kau melakukan itu!"
Javier tertawa keras, "oh, benarkah? Aku menunggumu melakukannya," balas Javier dan mematikan teleponnya.
Sean menggeram frustasi dan membanting ponselnya. Marcos dan beberapa pengawal hanya diam berdiri di belakangnya. Untuk saat ini, Marcos tidak bisa mengatakan apapun, karena dia tahu jika Sean sedang dalam situasi seperti ini, siapapun itu yang berani berbicara akan ada di tangannya.
"Siapa yang bertugas untuk mengawasi Sierra?" tanya Sean tanpa menoleh ke belakang.
Marcos menghela napas pelan, "Kaden dan Riley."
"Bawa mereka kemari," perintah Sean pelan.
"Sean," panggil Marcos memohon.
"Bawa mereka kemari!"
"Kau sudah gila," gumam Marcos kesal lalu keluar ruangan diikuti semua pengawalnya.
Tak lama dua pengawal yang bertugas untuk mengawasi Sierra datang. Sean masih berdiri membelakangi mereka. Setelah mendengar mereka menutup pintunya, Sean berputar dan menendang d**a kedua pengawalnya. Tubuh mereka menabrak dinding cukup keras.
"Kenapa kalian meninggalkan Sierra begitu saja?" tanya Sean dengan tatapan setajam elang yang siap menerkam mangsanya.
Mereka hanya menundukkan kepala dan tidak menjawab pertanyaan Sean membuat lelaki itu semakin geram, "apa kalian tidak punya mulut, hah?" tanyanya dan meninju wajah mereka.
"Jawab! Kenapa kalian meninggalkannya?!" gertak Sean.
~
Sierra membuka matanya perlahan. Dirinya mengernyit karena masih merasakan pusing di kepalanya. Pandangannya mengawasi sekelilingnya. Sierra tertegun saat sadar dia berada di sebuah kamar hotel. Dia pun bangkit sembari memegang kepalanya.
"Aku ada di kamar milik siapa?" tanya Sierra pada dirinya sendiri dan celingukan mencari seseorang di kamar itu, "tidak ada siapapun," gumamnya lagi dan berjalan keluar kamar.
Sepanjang melewati lorong, Sierra terus menyandar di dinding karena kepalanya semakin berdenyut-denyut. Karena tidak kuat menahan sakit di kepalanya, tubuh Sierra kehilangan kesadarannya. Tubuhnya jatuh di pelukan seseorang. Lelaki itupun membawa Sierra pulang.
~
Sierra menghirup napasnya dalam-dalam karena mencium aroma bunga yang sudah tidak asing lagi untuknya. Dia membuka matanya dan mengernyit saat menatap tubuh lelaki yang berdiri menjulang di depan kaca jendela kamarnya. Lelaki itu menghalangi cahaya matahari yang menyilaukan matanya. Sierra melirik ke arah vas bunga mawar juliet yang ada di atas nakas. Disana ada sekitar empat tangkai bunga mawar juliet.
"Sean?" panggil Sierra pelan untuk memastikan kalau Sierra tidak salah mengenali postur tubuh lelaki itu.
Lelaki itu berbalik. Mengeluarkan kedua tangannya dari saku celana lalu berjalan mendekati ranjang. Dirinya duduk di tepi ranjang.
"Bagaimana keadaanmu? Apa kau masih merasa pusing?" tanya Sean.
Sierra menggelengkan kepalanya, "tidak. Aku sudah merasa lebih baik."
Sean tersenyum tipis, "kau ingin makan apa?"
"Aku masih kenyang. Ini jam berapa?"
Sean melihat jam tangannya sejenak, "masih jam 9 pagi."
"Kau tidak bekerja?"
"Kau tidak usah memikirkan itu."
"Aku tidak memikirkannya, aku hanya bertanya saja."
Sean tertawa mendengar ucapan Sierra. Gadis itu bangkit duduk dan menoleh ke arah vas bunga, "bunganya sangat indah."
"Bagaimana kau bisa keluar dari kamar hotel?" tanya Sean setelah tawanya mereda.
Sierra menghela napas dan diam seperti sedang mengingatnya, "aku lupa, yang aku ingat cuma semalam aku tertidur di kamar itu dan saat bangun kepalaku sangat sakit. Lalu aku keluar dari kamar itu dan aku sepertinya pingsan di lorong hotel."
"Ada yang salah dengan penjelasanmu," gumam Sean pelan dan mengelus rambut Sierra.
"Iya?" tanya Sierra bingung.
"Bukan semalam kau pingsan, tapi dua hari yang lalu kau pingsan."
"Hah? Du ... dua hari yang lalu?"
Sean tersenyum melihat ekspresi Sierra yang terkejut, "iya. Dua hari yang lalu kau hampir saja meninggal."
"Meninggal?!" bahkan sekarang suara Sierra ikut meninggi karena sangat terkejut.
"Iya. Jadi mulai sekarang, maafkan aku kalau aku sudah tidak bisa membiarkanmu pergi sendiri. Aku juga tidak bisa membiarkanmu keluar dari rumah ini tanpa ijin dariku. Itu semua untuk keamananmu. Apa kau mengerti?"
Sierra menundukkan wajahnya sejenak dan kembali menatap Sean, "apa aku menjadi tahanan sekarang?"
Sean kembali tersenyum mendengar pertanyaan Sierra. Gadis ini terlalu polos, "bukan tahanan Sierra. Tapi itu semua untuk keamananmu. Kau sudah menjadi milikku. Jadi, keselamatanmu itu juga penting untukku."
Sierra menghela napas pelan dan kembali menundukkan wajahnya, "benar. Kau sudah membeliku dengan harga sangat mahal jadi tidak mungkin kau akan melepaskanku begitu saja," gumamnya pelan.
"Iya. Kau benar. Aku tidak akan melepaskanmu," ucap Sean dan Sierra mendongak menatapnya. Sean mencium bibir Sierra cukup lama sampai membuat gadis itu sulit bernapas.
Sierra menundukkan wajahnya dengan napas yang tersengal-sengal. Dirinya baru menyadari kalau pakaian yang dipakainya sekarang bukanlah gaun yang dipakainya saat menghadiri pesta waktu itu. Sierra langsung menatap Sean.
"Sean, pakaianku ... siapa yang menggantikan pakaianku?" tanya Sierra gugup.
"Aku," jawab Sean membuat Sierra melebarkan matanya.
"A ... apa? Kau yang ...," Sierra tidak bisa melanjutkan ucapannya. Dirinya menjadi salah tingkah karena merasa sangat malu. Wajahnya juga memerah sehingga Sean hanya tersenyum saja, "kau ... yang ... semuanya?!"
Sean mengangguk, "iya. Kenapa?"
Sierra menarik selimutnya sampai lehernya dan kembali berbaring, "aku ... ingin istirahat, "gumamnya dan semakin menarik selimutnya lalu memunggungi Sean.
Sean berdiri lalu membantu menyelimuti Sierra dan gadis itu semakin salah tingkah. Sierra langsung menutup matanya untuk pura-pura tertidur. Sean hanya tersenyum melihat tingkahnya, "baiklah. Aku harus pergi karena ada urusan sebentar. Kalau kau membutuhkan sesuatu katakan saja pada pelayan. Jangan lupa untuk makan," ucapnya lalu memcium puncak kepala Sierra dan mengelusnya sebelum pergi meninggalkan gadis itu.
~
"Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Javier.
"Sekarang sedikit membaik. Dia bisa menghilangkan kecanduannya dengan obat itu sedikit demi sedikit," jawab dokter yang dipercaya Javier untuk memeriksa keadaan Mark.
"b******k," desis Javier karena masih merasa kesal dengan Sean. Javier kembali memperhatikan Mark yang masih berbaring diatas ranjang, "tapi kau yakin dia akan sembuh total?" tanyanya pada dokter itu.
"Saya tidak yakin Sir karena mereka memberikannya dengan jumlah dosis yang tinggi. Tapi, saya akan berusaha sebisa saya."
"Bagus, sebaiknya memang kau harus berusaha semampumu," gumam Javier.
~
"Tiga hari lagi ibu tirimu akan kembali dari Eropa," gumam Marcos saat mereka sedang pergi ke WG Group.
Sean tersenyum miring, "aku yang akan mencabik-cabik w***********g itu."
Marcos diam seketika mendengar ucapan Sean. Sean pun menoleh ke arah Marcos yang duduk di sampingnya, "kenapa?" tanya Sean. Dia tahu pasti Marcos sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
Marcos menghela napas pelan, "sepertinya, kau memang harus menjaga gadis itu."
"Maksudmu, Sierra?"
"Kau punya wanita lain di mansionmu?"
Sean tertawa pelan, "memangnya ada apa dengan Sierra?"
"Dia ada hubungannya dengan kematian ibumu," jawab Marcos cukup lama.
Sean menegang mendengar jawaban Marcos. Dirinya menatap Marcos layaknya tatapan yang sangat haus dengan jawaban, "apa maksudmu?"
"Aku belum memastikan hal ini. Waktu kau memintaku untuk mencari tahu semua tentang gadis itu, kemarin aku pergi ke rumah yang dulu ditempati olehnya. Aku mendapat informasi kalau keluarganya juga dibunuh oleh ibu tirimu."
"Jangan sebut wanita itu sebagai ibuku," geram Sean dan mengepalkan kedua tangannya.
"Sepertinya Sierra belum tahu kalau pembunuhnya adalah wanita itu," ucap Marcos.