Sierra membuka matanya setelah mendengar pintu kamarnya tertutup. Dirinya diam memikirkan lelaki itu. Sierra bingung harus bersikap seperti apa padanya. Dia sangat baik dan menjaganya. Sierra juga belum tahu apa hubungan mereka. Apa Sean hanya menganggapnya miliknya sehingga seenaknya mencium Sierra? Atau Sean menyukainya? Sierra mendesah pelan dan turun dari ranjang. Dirinya mulai merasa lapar. Saat Sierra membuka pintu kamarnya, dirinya tertegun melihat dua pengawal berdiri di setiap sisi pintu kamarnya. Mereka menundukkan kepala seolah memberikan hormat padanya.
"Astaga," gumam Sierra pelan tak percaya kalau ini maksud Sean untuk membuatnya aman.
Sierra berjalan melewati kedua pengawal itu. Dirinya sesekali menoleh ke belakang karena dua pengawal itu mengikutinya. Sierra menghentikan langkahnya tepat di depan anak tangga.
"Aku hanya akan makan, jadi kalian tidak perlu mengawasiku," ucap Sierra.
Sierra kembali berjalan dan mendesah kasar karena ucapannya tidak di dengarkan oleh mereka. Dua pengawal itu masih saja mengikutinya.
"Sepertinya ini bukan cara untuk aku aman, tapi lelaki itu memang membuatku menjadi seorang tahanan," gumam Sierra sengaja supaya dua pengawal itu mendengarnya.
Sierra menghentikan langkahnya dan menatap horor ke arah meja makan, "apa Sean sengaja, menambah jumlah pelayannya juga?" tanya Sierra melihat pelayan wanita yang berbaris di setiap belakang kursi ruang makan.
Seorang kepala pelayan datang menghampiri Sierra dan menundukkan kepalanya sejenak, "selamat pagi, nona."
Sierra menoleh, "iya. Em, maaf aku ingin makan, tapi ... bisakah kau menyuruh mereka untuk tidak ada di sana?"
"Maafkan kami nona, ini adalah perintah Mr. Parker."
Sierra kembali mendesah, "ini sudah sangat berlebihan," gumamnya.
"Maaf?"
Sierra tersenyum kaku, "tidak apa-apa," ucapnya lalu berbalik dan berniat untuk kembali ke kamarnya.
"Nona, apa anda ingin sarapan di kamar?" tanya kepala pelayan itu dan mengejar Sierra.
"Tidak perlu. Aku sudah tidak nafsu makan," jawabnya dan semakin mempercepat langkahnya.
~
Sean sedang duduk berkonsentrasi dengan beberapa dokumen yang harus di tanda tangani. Saat melihat sebuah nama keluarga yang tidak asing itu membuat Sean mematung. Dirinya sangat kenal dengan nama itu. Dan karena kesalahannya, dia pun kehilangan pemilik nama itu. Sean tersenyum tipis dan menandatangi dokumen kerjasamanya dengan sebuah perusahaan investasi terbesar di Washington.
"Selamat siang, Sir."
Sean mendongak dan melihat Marcos berdiri di depannya, "ada apa?"
Marcos memberikan ponselnya pada Sean, "Kepala pelayan ingin berbicara dengan anda."
"Selamat siang Sir," sapa kepala pelayan.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu dengannya?" tanya Sean dan menutup dokumen itu.
"Ms. Harrison belum makan sejak pagi tadi. Sebenarnya Ms. Harrison sudah keluar dari kamar dan karena melihat banyak pelayan, dia mengurungkan niatnya untuk makan."
"Baiklah, biar aku saja yang berbicara dengannya," ucap Sean dan mematikan sambungan teleponnya.
"Sepertinya gadis itu membuat ulah lagi," gumam Marcos dan menerima ponselnya.
Sean hanya tersenyum dan menghubungi telepon rumah yang ada di kamar Sierra.
"Halo?" terdengar Sierra mengangkatnya dengan ragu.
"Kenapa kau tidak mau makan?"
"Sean?"
Sean tersenyum mengetahui keterkejutan Sierra, "iya, ini aku."
"Kau bilang ini untuk keamananku tapi kenapa kau justru membuatku seperti hidup menjadi tahanan. Aku lapar tapi di sana banyak sekali pelayan dan pengawal," keluh Sierra.
"Mulai sekarang kau harus terbiasa Sierra."
Sierra mendesah kasar, "aku lapar. Aku ingin makan di luar denganmu."
"Baiklah, kau siap-siap saja, nanti aku akan menjemputmu."
"Iya," jawab Sierra dan Sean mematikan sambungan teleponnya.
"Kau akan kemana?" tanya Marcos.
"Sierra ingin makan denganku," jawab Sean dan berdiri, "kau urus sisa-sisa dokumen ini. Aku akan segera kembali."
"Aku benar-benar tidak menyukai gadis itu," gumam Marcos.
"Aku akan membunuhmu kalau kau sampai menyukainya," ucap Sean dan pergi meninggalkan Marcos.
Sean berjalan ke arah lift. Saat jarinya akan menekan tombol lift, dirinya tertegun karena lift sedang naik ke lantai ruangannya. Siapa yang berani naik dengan lift khusus hanya untuknya? Sean mundur selangkah dan menatap tajam ke arah pintu lift.
Pintu lift itu terbuka pelan dan menampakkan beberapa orang ada di sana. Tatapan Sean langsung tertuju pada lelaki yang memakai jas berwarna krem itu. Lelaki itu tersenyum padanya lalu keluar dari lift diikuti tiga pengawalnya.
"Selamat siang, saudaraku. Apa kau akan makan siang?" tanya Javier dan menekankan kata saudaraku.
"Untuk apa kau datang kemari? Bukankah kau sudah mendapatkan kembali budakmu itu?" tanya Sean.
Javier terkekeh pelan, "ah, b***k. Lalu bagaimana denganmu? Bukankah kau sudah bermain dengan budakku, apakah aku bisa bermain dengan budakmu juga?"
"Suasana hatiku sedang baik, jadi cepat pergi sebelum suasana hatiku menjadi buruk."
Javier mendekati Sean dan memegang kedua pundaknya. Sean memperhatikan pergerakan tangan Javier, "aku ingin tahu apa yang akan kau lakukan saat suasana hatimu memburuk."
Sean tersenyum dan menepis kedua tangan Javier, "sepertinya kau punya banyak waktu. Aku akan menemuimu setelah jam makan siang," ucapnya dan berjalan melewati Javier untuk masuk kedalam lift.
Setelah pintu lift tertutup, dirinya menghubungi Marcos.
"Ada apa?"
"Diluar ada tamu. Kalau mereka masuk layani saja," ucap Sean dan menutup teleponnya.
~
"Aku harus pakai yang mana?" tanya Sierra pada dirinya sendiri memperhatikan beberapa pakaian yang berbaris rapi di depannya.
Sierra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia merasa bingung harus memakai yang mana. Selama ini Sean sendiri yang sudah menyiapkan pakaian yang harus di pakai. Dan sekarang, lelaki itu menyurihnya untuk bersiap-siap tanpa merekomendasikan satu pakaian untuk di pakai olehnya. Sierra akhirnya meraih dress berwarna peach. Dirinya pun memakainya.
Sierra berdiri di depan cermin dan masih berusaha untuk menarik risleting dress itu. Dirinya terkejut setengah mati saat mengetahui seseorang membuka pintu ruang gantinya tanpa mengetuknya lebih dulu. Dirinya berbalik dan melihat Sean berjalan ke arahnya.
"Se ... Sean?" panggil Sierra gagap dan menurunkan kedua tangannya. Bersikap seolah dia sudah selesai.
"Apa aku mengganggumu?" tanya Sean.
Sierra tersenyum kaku, "tidak. Tapi, bisakah kau keluar sebentar? Aku belum selesai."
"Mau aku bantu?"
Sierra semakin gugup, "tidak. Tidak usah, aku bisa sendiri."
Sean tersenyum miring dan berjalan semakin mendekat, "Se ... Sean!" Sierra berjalan mundur sedangkan Sean masih terus mendekat.
"Aku hanya ingin membantumu. Apa kau takut padaku?"
Sierra berhenti berjalan mundur dan memalingkan wajahnya, "tidak," gumamnya dan terkejut saat Sean menarik lengannya kedalam pelukannya.
Sean memeluk pinggang Sierra posesif lalu satu tangannya yang lain menarik risleting Sierra sampai dress itu sudah menutupi punggung gadis itu. Sierra hanya menundukkan wajahnya untuk menutupi rona di wajahnya. Sedangkan kedua tangannya bertumpu di d**a Sean.
"Kau ingin makan apa?" bisik Sean.
"A ... apa ... saja," jawab Sierra gugup.
"Kau keberatan kalau kita sedikit terlambat makan siang?" tanya Sean.
"Apa ... jalannya macet?"
Sean tersenyum mendengar pertanyaan Sierra. Dirinya menangkup wajah gadis itu untuk menatapnya lalu mencium pucuk hidung Sierra.
"Aku sangat menyukai hidungmu," gumam Sean membuat Sierra mematung menatapnya.
Sean mengelus bibir Sierra dengan ibu jarinya. Tatapan Sierra menunduk mengikuti pergerakan jari Sean yang kasar menempel di bibirnya yang lembut, "dan yang paling aku sukai, adalah ini," imbuh Sean lalu mencium bibir Sierra. Merasakan bibir gadis itu di dalam mulutnya.
Tangan Sean yang merambat ke atas punggung Sierra lalu menarik risleting itu turun. Dirinya mendorong Sierra perlahan sampai tubuh Sierra menyender di dinding.
~
Sean menjauhkan wajahnya. Dia harus bisa mengontrol dirinya. Ini bukan saatnya untuk dia melakukannya, Sierra sedang kelaparan. Sean menatap wajah Sierra yang terlihat berantakan. Dirinya membantu gadis itu merapikan gaunnya kembali. Sean sempat menggerutu pada dirinya sendiri karena merasa kasihan dengan Sierra. Gadis itu sudah merasa lapar tapi dirinya justru asyik menciumi tubuhnya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Sean dan mengelus wajah Sierra.
Sierra mengerjapkan matanya beberapa kali dan menggeleng, "tidak," jawabnya. Suaranya sedikit serak.
"Biar aku bantu," ucap Sean dan membantu Sierra menarik risletingnya.
Mereka berdua pun keluar dari ruang ganti. Sean menggenggam tangan Sierra sepanjang mereka berjalan untuk keluar dari rumah. Sean menuntun Sierra masuk ke dalam mobil dan dirinya masuk setelah memastikan Sierra masuk.
"Kau benar-benar ingin makan di luar?" tanya Sean khawatir melihat keadaan Sierra.
"Eum."
Sean pun melajukan mobilnya menuju ke sebuah restoran. Restoran itu letaknya di tengah kota Saint Louis. Setelah menempuh perjalanan sekitar sepuluh menit, mobil yang mereka tumpangi sudah memasuki halaman restoran.
"Pesanlah apa saja yang kau mau. Kau tidak perlu malu padaku, mengerti?" ucap Sean setelah mereka masuk ke dalam restoran.
Sierra mengangguk dan seorang pelayan datang ke arah meja mereka untuk mencatat pesanan mereka berdua.
"Kau yakin kalau aku boleh pesan apa yang aku mau?" tanya Sierra.
Sean mengangguk, "iya. Apa saja. Makan yang banyak."
Sierra tersenyum lalu menyebutkan menu yang ingin dia pesan. Sekitar empat menu yang di pesan Sierra semuanya dalam ukuran cukup membuat perut kenyang. Sean hanya tersenyum melihat Sierra memesan makanan sebanyak itu.
"Apa kau memang sangat lapar?" tanya Sean.
"Jangan meledekku. Sudah hampir tiga hari kan aku tidak makan."
"Tiga hari?"
"Kan dua hari aku pingsan," jawab Sierra membuat tawa Sean kembali terdengar.
Sean memperhatikan Sierra yang terlihat asyik melihat sekelilingnya. Tangan Sean terulur dan kembali mengelus bibir Sierra yang memerah akibat ulahnya.
"Maaf, aku sudah membuatmu menahan lapar," ucap Sean.
Sierra menipiskan bibirnya dan menggeleng, "tidak apa-apa. Kan akhirnya aku bisa makan juga."
Sean tersenyum dan mengangguk.
"Sean," panggil Sierra tiba-tiba.
"Iya."
"Akhir pekan kau ada waktu?"
"Kenapa?"
"Apa kita bisa berlibur? Biasanya setiap tanggal 12 Molly selalu mengajakku berlibur selama beberapa hari. Akhir pekan ini tanggal 12, apa kau ada waktu?"
Sean diam dan belum menjawab pertanyaan Sierra membuat gadis itu merasa harus menjelaskannya lebih rinci, "kau tahu berlibur kan? Yang namanya berlibur itu kita bebas. Kalau aku berlibur sendirian, kau pasti akan menyuruh banyak orang asing untuk ada di sekitarku. Dan aku tidak suka seperti itu."
"Jadi, kau hanya memanfaatkanku?" tanya Sean dan menaikkan sebelah alisnya membuat Sierra salah tingkah.
"Bukan, bukan seperti itu. Astaga, aku tidak berniat untuk memanfaatkanmu. Aku-"
"Baiklah," potong Sean.
"Apa? Kau setuju?" tanya Sierra gembira.
"Iya. Aku setuju, weekend ini kita akan berlibur."
Sierra tersenyum lega, "terima kasih Sean."