#
Sebuah pesan masuk ke ponsel Axel. Itu adalah foto yang tadi diambilnya dari ponsel baru milik Helena, istrinya.
Helena tersenyum semringah sambil menggoyangkan ponselnya di depan wajahnya sendiri sambil menatap Axel senang.
"Kau membelikanku ponsel ini, jadi kehormatan pertama untukmu sebagai penerima pesan pertama dariku," ucap Helena dengan nada ceria.
Axel hanya diam menatap foto itu. Ini adalah satu-satunya foto mereka berdua selain foto pernikahan yang saat ini tergantung di dinding ruang kerjanya. Dia bahkan baru menyadari sekarang kalau foto pernikahan mereka sudah sekian lama digantung di sana.
"Terima kasih kalau begitu," ucap Axel dengan nada datar, meskipun sebenarnya dadanya terasa seperti dipenuhi ribuan kupu-kupu. Perasaan ini benar-benar asing untuknya, terlebih karena Helenalah penyebabnya.
"Sama-sama," balas Helena. Dia seakan tidak keberatan dengan tanggapan Axel yang terlihat biasa.
Setelah itu keadaan menjadi hening kembali.
Untuk suatu alasan, Helena akhir-akhir ini jauh lebih terlihat seperti Zio dalam bentuk berbeda di mata Axel. Dia terlihat jauh lebih mudah untuk bisa dicintai.
Axel mendesah pelan. Andai saja mereka dalam hubungan yang normal, maka akan sangat mudah untuk mencintai Helena yang seperti ini.
Masalahnya, Helena yang sekarang akan bertahan berapa lama? Saat ingatannya kembali seluruhnya, akankah wanita itu juga kembali menjadi seperti dulu? Pertanyaan-pertanyaan itu, diam-diam berkecamuk di dalam pikiran Axel.
Helena menatap Axel kembali.
"Aku tahu kau adalah suamiku. Maafkan aku karena aku masih merasa canggung denganmu," ucap Helena akhirnya yang kembali mencairkan keheningan di antara keduanya.
Axel tidak mengatakan apa-apa untuk menanggapi ucapan Helena saat ini. Dia hanya mengangguk dalam diam sambil terus menatap Helena, menunggu wanita itu melanjutkan kalimatnya.
Jadi Helena tidak punya pilihan selain mengungkapkan apa yang ingin dia katakan daripada membiarkan keheningan terus ada di antara dirinya dan Axel.
"Ah, ini benar-benar memalukan. Kenapa mama dan papa belum datang juga ya," keluh Helena sambil menutupi wajahnya karena salah tingkah, bukan karena dia tidak betah dengan kehadiran Axel saat ini. Bagaimanapun, dia menyukai kehadiran Axel dan terkadang dia menjadi sangat canggung karena di matanya Axel sangat tampan dan maskulin dengan penampilannya yang dewasa serta rapi.
Namun tidak seperti itu yang dilihat oleh Axel. Dia salah mengartikan ucapan dan ekspresi wajah Helena saat ini.
Axel akhirnya bangkit berdiri.
"Kalau kau tidak suka. Aku bisa meninggalkanmu sendiri," ucap Axel. Baginya Helena yang tidak menyukai kehadirannya justru terlihat lebih seperti Helena yang dia kenal sebelumnya.
Helena mengangkat wajahnya mendengar ucapan Axel.
"Bukan begitu!" seru Helena.
Axel berbalik, melepaskan genggaman tangannya pada gagang handle pintu ruang rawat Helena dan menatap Helena bingung.
Helena menarik napas panjang.
"Masalahnya kakiku masih belum begitu kuat untuk berdiri lama, kau tahu kan?” ucap Helena akhirnya.
Kali ini Axel melangkah mendekati Helena dan menatap kaki Helena yang menjuntai ke lantai.
"Aku bisa menggerakkannya tapi untuk berdiri dan berjalan masih sedikit sulit," lanjut Helena ragu-ragu.
Axel menaikkan sebelah alisnya. Dia masih belum paham arah pembicaraan Helena.
Helena memberanikan diri menatap kembali wajah Axel. Pipinya kini terlihat mulai bersemu merah.
"Bisakah kau membantuku ke kamar kecil?" tanya Helena.
Pupil mata Axel sedikit melebar karena terkejut dengan permintaan Helena tapi tentu saja itu tidak terlihat secara langsung. Sekarang dia paham kenapa Helena mengeluh tentang kedua orang tuanya yang belum kembali.
"Hm, tentu saja." Hanya itu yang keluar dari bibir Axel saat ini. Sedikit merasa bersalah karena sudah salah paham sebelumnya.
Berbanding terbalik dengan dia ucapkan dan ekspresi datar di wajahnya saat ini. Sebuah perasaan aneh membuat Axel meradang jauh di dalam hatinya untuk sebuah sebab yang tidak bisa dia jabarkan secara jelas.
Ingatannya kembali ke malam empat tahun lalu, ketika dirinya dan Helena melakukan sesuatu yang membawa Zio hadir ke dunia ini.
Saat itu pun meski dirinya tengah mabuk, bukan berarti dia sungguh-sungguh tidak sadar.
Sebaliknya Axel sadar kalau Helenalah yang memimpin permainan panas mereka.
Helena memanfaatkan alkohol sebagai alasan dan melemparkan dirinya sendiri ke dalam pelukannya kala itu.
Sekuat apa pun keteguhannya, bukan berarti Axel sungguh sungguh kebal terhadap gadis cantik. Terlebih dengan gadis secantik Helena. Sesungguhnya, malam itu dirinya dengan senang hati dan sukarela masuk ke dalam jebakan Helena.
Tapi itu adalah satu-satunya hubungan intim yang pernah mereka lakukan. Dia bahkan tidak mencium Helena di hari pernikahan mereka dan itu berlanjut selama empat tahun pernikahan mereka.
Mereka sama sekali tidak pernah bersentuhan.
Hari ini, adalah pertama kalinya setelah empat tahun lamanya. Axel mengulurkan tangannya dan meraih pinggang Helena dengan hati-hati. Sentuhan pertamanya pada Helena setelah sekian lama.
Helena memiliki pinggang yang sangat kecil dan ringkih. Axel bisa merengkuhnya meski hanya dengan satu tangan. Dia sedikit terkejut ketika menyadari betapa ringan tubuh istrinya, ini tidak berbeda jauh dengan empat tahun lalu sebelum Zio lahir.
Helena berjalan dengan tertatih, tubuhnya bersandar pada Axel.
Axel membantu Helena hingga ke dalam kamar mandi.
Namun ketika tangan Axel menyentuh celana piyama yang dikenakan Helena, kedua tangannya malah di tahan oleh Helena.
"Yang ini bisa kulakukan sendiri," ucap Helena dengan wajah bersemu merah. Dia menghindari bertatapan langsung dengan Axel karena malu.
"Baiklah," jawab Axel datar. Dia kemudian melangkah ke luar kamar dan menutup pintu kamar mandi.
Yang tidak Helena tahu saat ini adalah bahwa wajah Axel juga sama merahnya dengan dirinya kini. Axel menatap tangannya yang gemetar. Dia hampir saja menarik turun celana yang Helena kenakan dan itu nyaris di luar kendali otaknya.
Axel merasa sangat malu untuk suatu alasan yang tidak masuk akal kalau didengar oleh orang lain.
Tidak disangka, empat tahun latihan untuk membangun kekebalan pada kecantikan istrinya sendiri, pada kenyataannya hampir sia-sia hari ini ketika dia tanpa sadar mengulurkan tangannya ke arah piyama istrinya dengan maksud berbeda. Ini bukan seperti dirinya. Benar-benar bukan seperti dirinya.
#
Axel mendesah berkali-kali sambil membelai wajah putranya dengan perlahan.
Seperti biasa, Zio tertidur dengan cepat setelah lelah bermain.
Samar-samar, Axel bisa mencium bau s**u dari tubuh Zio.
Wajah Zio selalu saja mengingatkannya pada Helena.
Dan kini dia kembali mengingat kejadian tadi sambil berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau dia hanya ingin membantu Helena saat itu.
Helena adalah tipe wanita yang mengejar kesempurnaan secara fisik.
Itu terlihat dari seberapa banyak biaya yang tercantum di kartu kredit Axel hanya untuk produk kecantikan, salon, spa dan banyak lagi. Mungkin itulah sebabnya usianya terlihat seakan berhenti di empat tahun lalu ketika mereka pertama kali bertemu dulu.
Tapi bahkan empat tahun lalu, Axel bisa menanggapi biasa kecantikan Helena yang memukau seluruh pekerjanya di kantor cabang.
Jika saja bukan Helena yang lebih dulu melemparkan dirinya sendiri ke dalam pelukan Axel ketika mabuk, maka mereka tidak akan pernah terikat dalam ikatan pernikahan demi kewajiban seperti sekarang.
Setelah kejadian di hotel dengan Helena, sebenarnya Axel sudah tahu kalau wanita itu pasti akan muncul untuk menuntut pertanggungjawabannya. Tapi yang tidak pernah dia sangka, Helena bahkan tidak melakukan hal itu dan bersikap biasa di hadapannya.
Dua bulan berlalu hingga akhirnya tanpa Axel sangka Helena akhirnya muncul di depan rumahnya dengan bukti kehamilan yang dia klaim sebagai hasil dari hubungan semalam mereka.
Axel sebenarnya tidak begitu saja mempercayai kata-kata Helena.
Tapi dari orang yang dimintanya untuk menyelidiki Helena saat itu, dia tahu kalau Helena sama sekali tidak memiliki kekasih ataupun teman dekat lelaki yang mungkin saja adalah ayah dari anak yang dia kandung.
Jadi saat itu, satu-satunya solusi yang dimiliki Axel adalah tes DNA segera setelah bayinya lahir.
Meski begitu, Axel tidak pernah berniat menyuruh Helena aborsi. Dia berasal dan tumbuh di panti asuhan. Bahkan dirinya yang tidak memiliki orang tua berhak untuk hidup, apalagi seorang bayi yang tidak berdosa?
Axel ingat, dirinya langsung jatuh cinta dengan bayi mungil yang dilahirkan Helena untuknya, bahkan ketika test DNA belum keluar.
Dani di hari itu dia paham, seburuk-buruknya sikap dan kepribadian Helena, tapi wanita itu tidak pernah melemparkan tubuhnya pada orang lain selain Axel.
Setidaknya, Axel yakin selama dia bisa menjamin kehidupan Helena dengan baik, wanita itu akan tetap menjalankan peran sebagai istrinya dengan baik juga tanpa dihiasi perselingkuhan. Karena alasan ini, dia menghormati Helena dan tidak pernah memaksa Helena untuk melakukan apa pun yang tidak Helena sukai.
Hanya saja, dia tidak pernah menyangka kalau suatu hari, Helena akan meminta perceraian karena kenyamanan tanpa tuntutan yang sudah dia berikan selama ini.
“Kalau tanpa harus menikah denganmu saja aku bisa hidup nyaman, kenapa aku harus repot-repot mempertahankan ikatan pernikahan demi kewajiban saja seperti ini”
Itu adalah kalimat yang Helena ucapkan ketika mereka memutuskan untuk bercerai, sekaligus membuat Axel sedikit menyadari kalau Helena tidak membutuhkan apa-apa selain uang dan dirinya sendiri.
Bahkan tidak keluarga seperti dirinya dan Zio.