Bab 3: Pernikahanku Terasa Aneh 1

1438 Words
# Axel meletakkan sebuah boks ponsel keluaran terbaru di sisi tempat tidur Helena. "Ponselmu hancur dalam kecelakaan itu jadi aku sengaja membelikanmu ponsel yang baru. Kau pasti akan membutuhkannya," ucap Axel. Helena meraih kotak berisi ponsel baru yang diberikan oleh Axel. Dia baru saja melihat iklan ponsel dengan logo apel itu di Tv dan kini suaminya memberikan benda tersebut kepadanya. Hal ini membuat Helena merasa kalau setidaknya dia tidak perlu merasa khawatir kalau sudah salah memilih suami. Sebab terlihat jelas kalau Axel sendiri cukup kaya untuk membuatnya dirawat di kamar VIP seperti yang dia tempati sekarang dan bahkan memberinya ponsel mahal keluaran terbaru yang harganya bisa untuk membeli satu buah motor. Suaminya yang entah bagaimana sudah dinikahinya ini benar-benar bisa diandalkan secara materi selain juga secara penampilan, Axel termasuk tampan meski usianya jauh lebih tua dibandingkan dengan Helena sendiri. "Terima kasih," ucap Helena akhirnya. Dia masih merasa sedikit canggung, namun wajahnya jelas menunjukkan kegembiraan. "Bukan apa-apa. Kau istriku. Aku jelas akan memberikan apa pun yang kau butuh sekalipun kau tidak memintanya," balas Axel sambil mengalihkan pandangannya ke tempat lain, menghindari tatapan Helena. Selama mereka menikah, Helena belum pernah menunjukkan wajah penuh kegembiraan yang terlihat tulus meskipun dia sudah memberikan berlian, mobil bahkan sebuah vila mewah di daerah Puncak. Dan sekarang hanya karena sebuah Ponsel, Helena bisa terlihat segembira ini. Seakan dia baru saja mendapatkan hadiah yang sangat berharga. Kenyataannya, Axel adalah jenis suami yang sudah terbiasa memenuhi kebutuhan istrinya dalam sekejap. Ketika ada mobil keluaran terbaru dan istrinya menginginkannya, dia akan langsung membelikannya. Atau ketika istrinya membutuhkan sesuatu tiba-tiba, dia akan dengan senang hati memberinya kartu kredit platinum dengan limit tanpa batas untuk dipakai. Ada masa ketika dia tentu saja tercengang dengan pengeluaran Helena di tagihan kartu kreditnya. Entah apa saja yang dilakukan wanita itu hingga membuat angka-angka rupiah yang sudah dia hasilkan dengan kerja keras mengalir begitu saja seperti air di tangan Helena. Namun meski seperti itu, Axel tidak pernah protes atau marah. Sejak awal, memang sudah risiko yang dia ambil ketika dirinya memutuskan untuk bertanggung jawab atas bayi dalam kandungan Helena dan menjadikan Helena sebagai Nyonya Axel Gandasurya. Walau seperti itu, Helena sebelumnya tidak pernah repot-repot mengucapkan terima kasih. Itulah sebabnya, Axel merasa sedikit tidak terbiasa mendengar istrinya mengucapkan terima kasih terlebih dengan ekspresi wajah seperti tadi. Di luar Axel mungkin terlihat biasa saja, namun jauh di dalam hatinya ada kehangatan yang terasa mengalir dengan cara yang tidak biasa. Sebuah ucapan sederhana yang dengan anehnya membuatnya begitu tergerak sekaligus tersentuh. Benar-benar konyol. Karena itu Axel sama sekali tidak menyangka kalau permintaan Helena berikutnya akan membuatnya benar-benar meragukan kalau yang berada di hadapannya adalah Helena. Dia mungkin akan lebih percaya kalau saat ini ada orang berbeda yang sudah masuk ke dalam tubuh istrinya itu dan mengendalikan Helena. "Maukah kau berfoto denganku? Aku ingin menyetelnya sebagai wallpaper ponsel ini nanti," ucap Helena ringan. Dia ingin mencoba membiasakan diri terhadap Axel dengan cara melakukan hal-hal yang seharusnya di lakukan oleh pasangan. Dia ingat kedua orang tuanya juga menyetel foto pasangan sebagai wallpaper ponsel keduanya, jadi dia menirunya. Helena sama sekali tidak menyadari raut terkejut Axel mendengar permintaannya itu. "Kau yakin?" tanya Axel akhirnya. Dia harus memastikan kalau dia tidak salah dengar kali ini. Maksudnya, dimasa lalu Helena tidak pernah meminta hal-hal seperti ini. Jangankan meminta untuk berfoto bersama, mereka bahkan tidak memiliki nomor ponsel satu sama lain. Semua panggilan darurat Helena akan tertuju ke asistennya atau kantornya. Dan Axel sendiri tidak mau repot-repot menghubungi istrinya secara langsung dan menyerahkan semua permintaan Helena untuk di urus oleh asistennya. Karena yang penting untuk Axel hanya Zio seorang. Helena menatap Axel, ada sedikit kesedihan dimatanya saat itu. "Kalau kau merasa keberatan maka aku tidak ingin memaksamu. Maafkan aku," ucap Helena pelan. Jelas sekali tersirat kekecewaan di wajahnya. Sangat gampang bagi Axel untuk mengetahuinya mengingat Zio akan menunjukkan gerak gerik yang sama persis dengan Helena ketika merasakan perasaan serupa. "Tidak. Aku sama sekali tidak merasa keberatan," balas Axel cepat. Dan Axel dengan segera bergerak cepat ke samping Helena kemudian mengambil foto mereka berdua dengan kamera ponsel Helena. Helena tersenyum di foto itu. Terlihat cantik dan menawan seperti biasa meski dia sama sekali tidak menggunakan riasan kali ini. Bahkan para perawat yang sesekali mampir untuk memeriksa Helena berkali-kali memuji penampilan Helena, mereka seakan membentuk klub penggemar Helena bersama beberapa dokter jaga dan menolak untuk percaya kalau wanita itu sesungguhnya adalah ibu dari seorang anak laki-laki yang sekarang sudah cukup besar. Sedangkan di foto yang diambil saat itu, Axel hanya tersenyum simpul dengan sangat natural, seakan mereka adalah pasangan paling serasi di dunia ini. Helena tampak puas dengan foto sekali take itu. Dia tersenyum menampakkan lesung pipinya. "Terlihat bagus," ucapnya sambil memandangi foto tersebut. Axel hanya bisa mendesah pelan saat dia melihat kalau Helena ternyata benar-benar menjadikan foto tersebut sebagai foto wallpaper diponselnya. "Aku ingin segera keluar dari sini dan pulang ke rumah," ucap Helena kemudian. Axel hanya diam beberapa saat lamanya. Dia sedang menimbang untuk memberitahu Helena tentang Zio dengan kondisi Helena yang saat ini bahkan tidak bisa mengingat anak mereka. Tapi Helena sendiri sepertinya bisa merasakan kalau Axel ingin menyampaikan sesuatu kepadanya. "Kau ingin bicara sesuatu padaku?" tanya Helena. "Apa?" Axel tersadar dari lamunannya. "Wajahmu saat ini terlihat seperti hendak mengatakan sesuatu kepadaku tapi kau tahan," ucap Helena. Axel menghembuskan napas kasar. Bagaimanapun wanita ini adalah ibu kandung Zio. "Zio menanyakanmu semalam saat aku pulang dari sini," ucap Axel. Dia tidak tahu apakah Helena yang sekarang akan peduli pada Zio atau tidak. Helena masih diam, jadi Axel melanjutkan kalimatnya. "Beberapa orang tampaknya bergosip tentang kecelakaan yang terjadi padamu sebulan lalu. Jadi Zio menyimpulkan sesuatu yang buruk sudah terjadi padamu dan dia sedikit bingung serta bersedih akhir-akhir ini," ucap Axel. Helena masih diam. Tatapannya tampak sendu untuk sesaat, atau begitulah menurut Axel. Dia jarang melihat Helena seperti itu kecuali ketika istrinya itu tidak mendapatkan berlian yang dia inginkan. "Aku ingin tahu pendapatmu jika aku membawa Zio kesini," ucap Axel akhirnya. "Jangan! Aku tidak ingin bertemu dengan Zio sekarang," ucap Helena cepat. Axel mengangguk paham. Meski amnesia membuat sikap Helena terlihat sedikit berubah karena ingatannya yang hilang, namun tetap saja tidak bisa mengubah karakter asli Helena yang paling tidak suka diganggu oleh anak kecil, meskipun itu anaknya sendiri. Axel menyalahkan dirinya sendiri karena sudah terlalu berharap. "Aku mengerti. Tenang saja. Aku bisa memberi pengertian pada Zio." Axel merasa lega karena sejak awal dia memang sudah mempersiapkan Zio untuk tidak bertemu dengan Helena dulu. Tapi Helena mengatakan hal yang sekali lagi membuat Axel tercengang. "Terapinya butuh waktu seminggu menurut dokter. Tolong katakan pada Zio untuk menunggu seminggu lagi dan aku yang akan menemuinya. Aku tidak ingin dia melihatku seperti ini dan pada akhirnya lebih mempercayai ucapan orang lain,” ucap Helena. Axel hanya bisa mematung mendengar kata-kata Helena untuk sesaat lamanya. "Dia juga anakku. Melihatku dalam kondisi menyedihkan seperti ini mungkin akan membuatnya sedih. Aku tidak ingin dia khawatir, dia masih terlalu kecil. Kuharap kau mengerti," lanjut Helena. "Kau benar," ucap Axel. "Terapiku akan dimulai sebentar lagi. Apa kau akan menunggu Mama dan Papa datang?" tanya Helena. Axel mengangguk. "Aku akan menunggu mereka," jawab Axel. Dengan perlahan Axel menjauh dan duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Diam-diam ia mengamati Helena yang tampak sibuk dengan ponsel barunya seperti seorang anak kecil dengan mainan barunya. "Apa kau butuh nomor ponselku? Aku sudah memasukkan nomor telepon Carla dan Rudy yang adalah asisten dan sekretarisku di ponsel, tapi mungkin saja kau membutuhkan nomor ponselku juga. Itupun kalau kau memang menginginkan nomor ponselku," ucap Axel. Entah kenapa ia mengucapkan hal ini padahal dia sendiri tahu kalau Helena tidak akan pernah membutuhkan nomor pribadinya. "Oh, tentu saja. Berikan nomormu," ucap Helena. Dia mengulurkan ponselnya ke arah Axel. Axel bangkit berdiri dan meraih ponsel tersebut dari tangan Helena. Helena tidak menunjukkan keraguan sama sekali saat melihat Axel menambahkan nomor ponsel pribadinya ke dalam daftar kontaknya. Disisi lain, Axel tahu kalau Helena yang dulu tidak akan pernah mau repot-repot menyimpan nomor ponsel dirinya, sehingga dia sendiri merasa heran kenapa dia menawarkan nomornya pada istrinya itu. Saat ingatan Helena nanti kembali, Axel cukup yakin kalau yang dilakukan pertama kali oleh Helena adalah menghapus nomor ponselnya dari daftar kontak. "Sudah." Axel mengembalikan lagi ponsel Helena. "Terima kasih," balas Helena riang. "Sama-sama," jawab Axel datar. Kembali, suasana di antara keduanya diwarnai dengan keheningan dan kecanggungan yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Axel lalu kembali ke tempatnya semula dan menyibukkan diri dengan membaca majalah dari tablet yang dia bawa. Helena sendiri tampak menatap serius nama dan nomor kontak Axel yang tertera di kontak ponselnya tersebut yang secara otomatis membuatnya terhubung ke fitur pesan otomatis. Tidak ada yang istimewa dari pria tersebut karena foto kontak Axel malah adalah Zio.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD