#
Nyonya Ratri, ibu kandung Helena adalah seorang wanita yang tetap terlihat sama cantiknya dengan wanita yang masih lebih muda meski dirinya sebenarnya sudah berusia senja.
Dengan penampilan yang seperti itu, orang akan dengan mudah menebak dari mana kecantikan yang diwarisi oleh Helena.
Meski begitu, untuk menggambarkan kecantikan Helena tidaklah cukup hanya membandingkannya dengan sang ibunya semata karena sebenarnya Helena memiliki kecantikan fisik sepuluh kali lipat jika dibandingkan dengan Nyonya Ratri Permana, ibu kandungnya.
Jika memang mau, Helena bisa saja memilih untuk menjadi model atau bahkan artis dengan postur tubuh dan wajah seperti itu. Meski itu memang tidak bisa dikatakan kalau dia menjadi cantik hanya karena penampilannya sejak lahir. Meski keluarga Permana bukanlah keluarga kaya raya, namun mereka selalu berusaha memenuhi kebutuhan Helena, tidak hanya dalam pendidikan tapi juga produk perawatannya yang sudah mulai dia gemari sejak masih beranjak remaja.
Satu-satunya alasan kenapa Helena tidak memilih profesi sebagai model maupun artis meski beberapa kali membuat para pencari bakat terpesona kepadanya sejak dia masih sangat muda adalah karena Helena membenci kerja keras di bidang yang tidak dia minati.
Dan sudah jelas, dia tidak berminat mengurangi waktu tidurnya untuk bekerja di bidang yang bisa menghasilkan banyak uang dalam waktu singkat itu.
Begitulah kepribadian Helena yang sesungguhnya.
Sebagai anak satu-satunya, dia bahkan tidak pernah mencuci piring atau pakaiannya sendiri sejak lahir.
Meski keluarganya sederhana dan ayahnya hanya seorang karyawan biasa di sebuah perusahaan kecil, tapi dirinya selalu dimanjakan sampai di titik di mana dia sama sekali tidak sudi untuk hidup menderita.
Prinsip Helena adalah kalau ada jalan yang lebih mudah, buat apa susah payah menempuh jalan yang sulit?
Semasa sekolah Helena jelas termasuk murid yang pintar.
Dia selalu menjadi juara kedua tanpa perlu bekerja keras. Guru-gurunya selalu dibuat bimbang untuk menempatkannya di posisi sebagai juara pertama karena kebiasaan Helena yang sering tidak menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Tapi ketika berbicara masalah kemampuan otaknya, tidak diragukan lagi kalau Helena adalah seorang yang cemerlang.
Dia hanya seorang yang benci bekerja terlalu keras.
"Dan seperti itulah dirimu dari kecil hingga dewasa," ucap Nyonya Ratri mengakhiri cerita panjangnya tentang putrinya itu.
Helena meringis mendengar bagaimana ibunya menggambarkan tentang dirinya dan kepribadiannya. Dia tidak menyangka kalau dirinya tumbuh sebagai seorang anak manja di dalam keluarga yang tampak benar-benar sederhana. Diam-diam dia mulai merasa kagum dengan kedua orang tuanya.
"Ya, tampaknya itu memang terdengar amat seperti diriku," ucap Helena. Bahkan dia sendiri tahu kalau kulitnya yang masih tampak kencang dan bersih meski melewati masa koma selama beberapa waktu tidak mungkin terbentuk hanya dari perawatan yang dilakukan selama sehari dua hari.
Tuan Permana, ayah kandung Helena, sama sekali tidak berbicara. Pria tua itu hanya tersenyum sesekali membenarkan cerita istrinya yang memang sudah lengkap tanpa ada yang dilebihkan atau dikurangkan. Mereka memang terlalu memanjakan Helena.
"Lalu, kenapa aku tidak memiliki saudara?" tanya Helena kemudian.
Helena berpikir kalau saja dia memiliki ingatannya dari masa lalu maka dia mungkin tahu jawaban dari pertanyaannya sendiri.
Masalahnya dia tidak ingat apa pun tentang masa lalunya ataupun tentang keluarganya. Jadi yang bisa dia lakukan saat ini hanya bertanya.
Lagi pula, ini cuma sebuah pertanyaan acak untuk memenuhi rasa penasarannya. Atau begitulah menurut Helena.
Nyonya Ratri mendesah pelan. Dia tampaknya memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Helena yang ini karena ini sama sekali bukan contoh yang cukup baik untuk anak perempuan satu-satunya itu.
Tapi sayangnya malah suaminya yang bersuara.
"Mamamu tidak ingin tubuhnya menjadi jelek. Dia berkali-kali bilang kalau setelah melahirkan dirimu, lingkar pinggangnya jadi lebih lebar dan dia selalu saja mengeluh tentang itu."
Tuan Permana berbicara dengan santai, dia sama sekali tidak menangkap sorot kesal di mata istrinya yang tertuju langsung ke arahnya.
“Sayang.” Ada peringatan yang terkandung dalam nada suara Nyonya Permana.
Tuan Permana seketika menjadi gugup menghadapi istrinya.
"Tapi itu tidak membuat mama tidak menyayangiku kan?" tanya Helena sambil tertawa. Dia merasa lucu dengan interaksi kedua orang tuanya. Dalam hatinya dia berharap andai saja dirinya dan Axel bisa menjadi seperti kedua orang tuanya, tetap setia dan saling melengkapi sampai tua meski dia sendiri belum benar-benar mengingat seperti apa perasaannya pada suaminya itu.
Nyonya Ratri mengibaskan tangannya di hadapan Helena berkali-kali.
"Kalau aku tidak menyayangimu, mengapa aku bisa memanjakanmu sampai seketerlaluan ini hah? Tentu saja Mamamu ini paling sayang kepadamu," ucapnya.
Helena tertawa terbahak-bahak menanggapi sikap ibunya. Sejujurnya, dia hanya ingin mengetes ibunya saja namun tidak disangka kalau ibunya akan bereaksi seperti itu.
Karena perasaannya yang sedang gembira, Helena sama sekali tidak memperhatikan ketika kedua orang tuanya bertukar pandang.
Karena dia tahu kalau Tuan dan Nyonya Permana adalah orang tua kandungnya juga karena dirinya adalah satu-satunya anak perempuan kesayangan kedua orang tuanya, dia dengan cepat menyesuaikan diri dan menemukan kalau sesungguhnya dirinya juga sangat nyaman dengan kedua orang tuanya sekarang.
Helena sama sekali tidak terpikir kalau di masa lalu, dirinya adalah seorang yang sangat menjaga jarak bahkan terhadap kedua orang tuanya sendiri.
Tumbuh menjadi seorang gadis dengan wajah cantik, Helena dengan cepat menyadari kalau dia membutuhkan kemewahan untuk menunjang egonya dalam pergaulan.
Dia sama sekali tidak merasa malu dengan orang tuanya.
Setidaknya ibunya selalu terlihat pantas dan berwibawa di semua acara pertemuan orang tua murid. Semua orang memuji ibunya dan dirinya. Ayahnya juga selalu terlihat rapi. Orang tuanya tidak pernah mempermalukan dirinya.
Tapi yang dia benci adalah kemiskinan keluarga mereka.
Helena tahu kalau dirinya tidak bisa memilih akan terlahir dari keluarga kaya atau miskin. Tapi dia benci ketika dirinya direndahkan di sekolah hanya karena dia tidak mengenakan pakaian dengan merk mahal atau karena dia tidak mampu membeli jam tangan mahal yang sedang tren.
Semakin Helena dewasa, dia semakin merasa kalau dirinya terjebak dalam kesederhanaan yang memuakkan. Itulah sebabnya dari waktu ke waktu, dia semakin membangun jarak dengan kedua orang tuanya sendiri.
Bahkan setelah dirinya menikah, Helena semakin menjauhi kedua orang tuanya dan menolak untuk terlibat lebih jauh dalam kehidupan kedua orang tuanya.
Meski disisi lain, dia tidak bisa dikatakan sebagai anak durhaka juga karena kenyataannya Helena membelikan rumah yang lebih baik bagi kedua orang tuanya, atas namanya tentu saja.
Dia juga memberikan uang bulanan untuk kedua orang tuanya walau dia tahu kalau ayahnya masih bisa mengandalkan uang simpanan pensiun yang tidak seberapa. Sekali lagi, ini adalah pengeluaran bulanan dari rekening Axel.
Helena juga tidak pernah menolak kunjungan kedua orang tuanya. Dia bahkan membiarkan Zio akrab dengan kedua orang tuanya mengingat Zio tidak memiliki kakek dan nenek dari sisi Axel.
Tapi Helena tidak pernah benar-benar mencoba membangun hubungan yang baik dengan kedua orang tuanya. Semakin dirinya dewasa, semakin dia mengabaikan mereka dari waktu ke waktu dan tidak pernah tertawa selepas ini sebelumnya di hadapan kedua orang tuanya.
Nyonya Ratri cepat-cepat berkedip beberapa kali agar Helena tidak menyadari betapa matanya berkaca-kaca saat melihat putrinya tersenyum lepas seperti itu di hadapannya. Dia seakan bisa melihat kembali putrinya menjadi seorang gadis kecil yang bisa dengan leluasa berekspresi ceria di hadapannya dan sang suami.
"Dengarkan mamamu ini Helena. Kau masih muda dan Axel juga masih terlihat sangat fit meski usianya sebentar lagi menginjak empat puluh tahun, kalian seharusnya memiliki anak lain selain Zio. Lihat pinggangmu yang sekecil ini, kau jauh lebih cantik dari mama. Dengan pinggang sekecil itu, postur tubuhmu tidak akan rusak sekalipun kau melahirkan satu atau dua orang anak lagi. Bahkan tiga atau empat juga tidak masalah," ucap Nyonya Ratri.
Helena terdiam mendengar kalimat Ibunya barusan.
Bagaimana mungkin ia memikirkan hal itu sekarang?
Sejujurnya Dia bahkan tidak ingat dengan anaknya sendiri sekarang dan ibunya bahkan sudah memintanya untuk memiliki anak lain?
Helena bahkan tidak ingat bagaimana proses yang sudah dia lewati hingga bisa menikah dengan Axel dan kemudian melahirkan Zio sebagai hasilnya.
"Itu terlalu cepat dan terlalu banyak Mama. Entahlah. Aku tidak yakin," ucap Helena akhirnya.
Tuan Permana menatap istrinya penuh arti.
"Biarkan dia. Saat ini, dia bahkan tidak bisa mengingat masa lalunya dengan baik. Biarkan hubungan mereka berjalan perlahan," ucap Tuan Permana memberi saran. Dalam hati dia sebenarnya cukup yakin pada kemampuan menantunya, hanya saja dia tidak yakin pada kemauan putrinya sendiri.
Amnesia tidak mengubah karakter dan jika sebelumnya Helena bahkan keberatan memiliki anak lagi, belum tentu dia akan mau menambah anak sekarang.
"Oh ya Helena, sudah tiga hari Axel tidak datang untuk menjengukmu. Apa kau tidak ingin menghubunginya?" ucap Tuan Permana mengalihkan pembicaraan.
Sebenarnya kedua orang tua Helena sudah tahu kalau Axel harus ke luar kota karena ada urusan bisnis yang harus menantu mereka itu kerjakan.
Tapi Tuan Permana sengaja menanyakan hal itu untuk mengetes Helena. Dia ingin tahu apakah putrinya merindukan suaminya atau tidak.
"Untuk apa? Dia akan datang kalau dia mau, lagi pula aku besok sudah bisa pulang. Dokter bilang, otot-ototku pulih seperti wonder woman untuk ukuran seorang yang koma hampir sebulan," jawab Helena santai.
Jawaban Helena tersebut membuat Tuan dan Nyonya Permana pada akhirnya menghela napas khawatir.