Bab 11: Mama Tidak Akan Pergi Lagi Kan? 3

1422 Words
# "Mama?" panggil Zio. Dia menatap Ibunya dengan tatapan khawatir sekarang. Helena tersadar dari lamunannya. Dia merasa sedikit heran dan kaget saat menyadari kalau saat ini Zio menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Kekhawatiran yang tidak seharusnya dimiliki seorang anak sekecil itu terpancar jelas dari sorot matanya. "Mama, aku tidak akan bertanya lagi. Jadi jangan suruh aku menjauh ya?" Bibir mungil Zio mulai melengkung menahan tangis. Dia salah mengartikan diamnya Helena sebagai tanda-tanda penolakan seperti di masa lalu. Helena dengan segera mendekap Zio. Nalurinya mengatakan kalau saat ini putranya itu sedang membutuhkan kehangatan darinya. "Jangan menangis. Mama tidak akan pernah menyuruh Zio untuk menjauh. Kalau Mama pernah melakukannya di masa lalu, Mama minta maaf. Mama tidak akan pernah meminta Zio menjauh dari Mama lagi." Helena mendekap Zio dan mencoba menenangkannya. Secara alami dia merasakan keterikatan dengan putranya saat itu. "Benarkah?" Zio menatap Helena sendu. Helena mencubit pelan ujung hidung Zio. "Benar. Apa mama pernah berbohong?" tanya Helena. Zio mengangguk. "Sering," jawabnya. Itu adalah jawaban yang sama sekali tidak terduga untuk Helena, terlebih saat ini tatapan putranya menunjukkan keraguan dan kesedihan yang campur aduk. "Eh, benarkah?” Helena tidak bisa membela diri karena dia tidak ingat apa yang terjadi sebelum dia terbangun di RS. Helena menatap putranya sambil menarik napas panjang. Dia tidak ingin menanyakan ini tapi dia ingin tahu seperti apa hubungannya dengan Zio dulu, agar dia tahu bagaimana harus memperbaikinya jika memang dia sudah banyak melakukan kesalahan sebagai ibu anaknya. "Dulu, apa mama sering bersikap jahat padamu?" tanya Helena. Zio menggeleng. "Mama tidak jahat." "Tapi bukannya mama sering membohongimu dan menyuruhmu menjauh?" tanya Helena Helena lagi. Zio menunduk sejenak. "Tapi Mama sama sekali tidak jahat. Karenanya, aku sudah memaafkan Mama. Jangan khawatir. Mama adalah Mama Zio yang paling baik di dunia," ucap Zio sungguh-sungguh. Helena menarik napas panjang saat untuk beberapa saat tatapannya kembali bertemu dengan kedua mata anaknya. "Maafkan Mama ya Zio. Mulai sekarang, sebisa mungkin kita akan selalu bersama," ucap Helena dengan sungguh-sungguh. Zio tersenyum malu-malu. Dia mengacungkan jari kelingkingnya. "Mama janji kan?" tanyanya lagi. Helena mengaitkan kelingkingnya di jari kelingking putranya. "Janji," balasnya. Dia bertekad untuk menebus semua kesalahan yang tidak di ingatnya karena hatinya telah jatuh cinta pada pesona putranya sendiri. Dia menyayangi putranya, jadi bahkan dia sendiri tidak paham kenapa di masa lalu seakan begitu banyak kesalahan yang sudah dilakukannya. Semua orang mungkin tidak membicarakannya, tapi Helena tidak cukup bodoh untuk tidak memahami betapa besar kesalahan yang sudah dia perbuat. Baik kepada kedua orang tuanya, kepada suaminya dan juga kepada putranya. Zio tersenyum bahagia mendengar ucapan Ibunya. Dia kembali bersandar pada Helena sambil menikmati acara kartun kesayangannya sambil sesekali memainkan jemari lentik Helena seakan itu jauh lebih menarik sekarang dibandingkan mainan rubik yang tadi dibanggakannya. Helena sama sekali tidak tahu kalau hal ini tidak pernah terjadi di antara dirinya dan Zio dimasa lalu. Dahulu dirinya terlalu sibuk pergi ke salon, berlibur ke tempat-tempat yang menyenangkan dan berbelanja sampai puas. Sisanya dia pasti berkumpul dengan teman-temannya di restoran atau kafe ternama sehingga jangankan untuk menemani putranya menonton dan membiarkan tangannya dimainkan seperti sekarang, dia bahkan nyaris tidak pernah memanggil nama putranya sendiri. Pada titik ini, Zio selalu bersama dengan pengasuhnya. Sebelumnya Tuan dan Nyonya Permana sebagai kedua orang tua Helena adalah yang selalu datang ke rumahnya untuk bertemu atau menemani Zio. Mereka juga sangat sering mengajak Zio untuk bermalam di rumah mereka. Tapi semenjak Helena bertengkar hebat dengan Nyonya Ratri, Ibunya sendiri, Helena tidak pernah lagi mengizinkan kedua orang tuanya berada di dekat anaknya. Bahkan dia juga melarang kedua orang tuanya untuk mengajak Zio menginap. Axel yang sibuk dengan pekerjaannya sama sekali tidak tahu tentang hal ini. Sementara Tuan Permana dan Nyonya Ratri, sebagai orang tua Helena juga tidak ingin ada masalah di antara Helena dan menantunya. Karena itu mereka menyimpan hal ini rapat-rapat dari Axel, membuat pria itu sama sekali tidak curiga dan mengira kalau kedua mertuanya masih sering mengunjungi Zio. Axel yang selalu memiliki pola pikir positif tersebut mengira kalau kedua mertuanya pasti tengah sibuk dengan hal lain ketika dia menjadi jarang melihat mereka. Nyonya Ratri melangkah ke ruang tamu dengan maksud untuk mengajak Helena dan Zio makan. Dia sedikit antusias saat mendengar suara tawa Zio. Nyonya Ratri menebak kalau Zio pasti tengah menonton acara TV kesukaannya. Hanya saja Nyonya Ratri tidak menyangka kalau dia akan melihat pemandangan yang tidak pernah dia lihat sebelumnya di mana Helena dan Zio tengah bercanda dengan gembira. Di masa lalu, Nyonya Ratri memaklumi usia Helena yang jauh lebih muda dibanding Axel dan betapa manjanya Helena sebagai anak semata wayang sehingga mungkin dia masih tidak begitu siap untuk memiliki Zio di usia di mana dia baru akan memulai kehidupan sosialnya di dunia kerja. Suara tawa Zio memenuhi seisi ruangan itu setiap kali Helena mengajak anak itu bercanda. Sementara Helena tampaknya sungguh-sungguh menikmati perannya sebagai seorang ibu meski dia bahkan baru keluar RS hari ini dan baru saja bertemu dengan putranya setelah sekian lama. "Apa yang kau lakukan, makanannya akan dingin kalau kau tidak segera memanggil mereka berdua untuk makan," ujar Tuan Permana yang datang dari arah dapur. Nyonya Ratri memberi isyarat dengan meletakkan jari di bibirnya sambil menatap penuh makna ke arah suaminya. Hal itu membuat suaminya merasa penasaran dan menghampiri istrinya yang berdiri agak jauh dari tempat Helena dan Zio berada. "Biarkan mereka sejenak. Aku tidak pernah melihat Zio sebahagia ini sebelumnya. Helena tidak pernah seperti ini padanya dulu. Kita bisa memanaskannya lagi kalau makanannya dingin," bisik Nyonya Ratri. Tuan Permana merangkul istrinya dan mencium puncak kepala Nyonya Ratri penuh rasa sayang. Mereka sudah menikah sekian lama dan tidak sedikit pun rasa sayangnya pada istrinya berubah. Saat dia mengetahui kalau Helena dan istrinya bertengkar, serta kata-kata Helena yang sempat membuat istrinya menangis karena sedih selama beberapa waktu, dia mendatangi Helena dan hampir menampar putrinya sendiri andai saat itu dia tidak teringat dengan janji pada istrinya kalau dia tidak akan pernah memukul istri dan putrinya sendiri, apa pun yang terjadi. Kalau ada yang dia sesali selama ini adalah kegagalannya mendidik Helena untuk menghormati sang istri. Helena terlalu manja dan semakin putrinya itu dewasa, dia semakin menjaga jarak dengan mereka. Helena tidak terlalu peduli lagi pada mereka dan sepertinya menjauh dari kedua orang tuanya sendiri adalah hal biasa, tapi bagi Nyonya Permana, hal itu jelas menyakitinya. Membuat Tuan Permana semakin hari semakin menyesali sikap Helena yang sudah membuat istrinya sedih. "Kau bahagia?" tanya Tuan Permana sambil berbisik. Nyonya Ratri mengangguk. "Aku selalu berharap hari ini akan tiba dan sekarang saat melihat hal ini dengan mata kepalaku sendiri, aku menjadi serakah dengan berharap kalau Helena akan memperbaiki hubungannya dengan menantu kita. Siapa tahu, mereka akan bisa memberi kita cucu lagi. Axel mungkin terlalu tua untuk Helena dari segi usia dan dia tidak memiliki latar belakang keluarga yang bisa dia banggakan karena dia yatim piatu sejak kecil. Tapi terlepas dari itu, dia menantu yang sangat baik. Dia memperlakukan Helena dengan baik dan memenuhi semua kebutuhan anak kita. Mau tidak mau, aku tidak ingin kehilangan dirinya sebagai menantu," ucap Nyonya Ratri. Tuan Permana tersenyum kecut tanpa sepengetahuan istrinya. Perubahan sikap Helena adalah mustahil andai saja kecelakaan itu tidak terjadi dan dia kehilangan ingatan sebagai akibatnya. Tapi berapa lama? Suatu saat ingatan Helena akan kembali dan dia akan kembali pada sikapnya semula yang dingin dan egois. Melihat kejadian hampir dua minggu ini, sebagai seorang ayah dan suami, Tuan Permana sedikit berharap kalau ingatan Helena tidak akan pernah kembali. Dengan demikian istrinya tidak akan pernah bersedih dan Zio, sang cucu bisa tumbuh dalam keluarga normal yang lengkap. # Malam sudah mulai larut dan Axel masih saja sibuk memeriksa laporan keuangan perusahaan cabangnya di kamar hotel yang dia tempati saat dia menerima pesan dari Ibu mertuanya disertai sebuah foto. Nyonya Ratri mengiriminya foto istri dan anaknya yang tertidur lelap bersama dalam keadaan berpelukan. "Keduanya kekenyangan setelah makan malam enak yang dimasak Ayah mertuamu. Menantu, kalau kau sudah kembali ke Jakarta, sempatkanlah berkunjung ke rumah. Sudah lama kau tidak menginap di sini." Axel menatap foto itu lama. Sebelumnya Helena tidak pernah merasa nyaman tidur seranjang dengan Zio. Dia akan membuat Axel tidur dengan Zio di kamar tamu sementara dia akan menempati kamar berbeda. "Baiklah. Aku akan menyempatkan waktu ke sana saat kembali nanti." Axel membalas pesan Nyonya Ratri. Dia meletakkan ponselnya, tapi kemudian dia ragu untuk sejenak. Dia mengambil ponselnya lagi dan menyimpan foto itu di galeri pribadinya. Kini ada dua foto Helena di galeri pribadinya. Pertama adalah foto Helena dan dirinya yang diambil di RS dengan kamera ponsel Helena dan kini foto Helena dan anak mereka yang tengah tertidur. Axel tersenyum tanpa sadar saat dia kembali menekuni pekerjaannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD