Bagian 33 - Undangan Dewa Olimpus

1116 Words
Dewa Olimpus mengirimkan surat lagi untuk dua keluarga itu. Ia mengirim kepada keluarga Aidos dan Filotes agar datang lebih cepat karena mereka menyiapkan hidangan penyambutan bagi keluarga Dewa X. Mereka sengaja membuat penyambutan sebagai lambang persahabatan yang baik dan tata krama dari wilayah surga ke-tiga. Ini tata krama yang penting sebagai keluarga yang disegani oleh penghuni surga lain.  Mereka berempat pun pergi bersama dengan Hekate. Mereka berjalan menuju daerah penghuni surga ketiga. Cukup jauh berjalan dari bagian surga ke enam menuju surga bagian ke tiga. Mereka melewati banyak kota untuk bisa sampai disana. Dewa Olimpus tahu itu. Ia sudah menyiapkan tempat mereka untuk menginap nantinya, sehingga bisa beristirahat disana.  Saat tiba, Dewa Olimpus dan istrinya Thalassa sangat senang. Mereka menyambut dua pasang suami istri tersebut bersama Hekate.  “Dimana anakmu?” Tanya Dewa Olimpus kepada Filotes. Ia menanyakan Kerberos, anaknya. “Ia akan menyusul nantinya.” Kata Filotes. Lalu ia dipandu untuk masuk ke rumah mereka yang mewah dan besar. Di setiap sudut ruangan dilapisi emas. Beberapa bentuk patung ditempatkan di sudut-sudut ruangan. Tanaman dan juga pohon-pohon dengan bentuk unik disusun rapi sehingga ruangan tersebut sangat wangi.  “Ini begitu indah!” Puji Eirene kepada Thalassa. “Aku senang kau menyukainya!” Mereka pun duduk di meja makan indah yang terbuat dari campuran batu-batu mulia dan juga lapisan emas. Meja tersebut sangat indah. Batu-batu mulia mempercantik tampilannya. Mereka dihidangkan banyak buah yang enak di depan mereka. Buah-buah tersebut di tata dengan rapi, beberapa menjulang tinggi bagaikan menara.  “Karena begitu indahnya, aku tidak tega untuk memakannya!” Kata Harmonia kepada suaminya.  Filotes tersenyum melihat reaksi istrinya.  “Kau akan tega saat perut mu keroncongan.” Katanya berbisik kepada istrinya. Dewa Olimpus berdiri sewaktu melihat mereka semua telah duduk. Ia menyambut kedatangan mereka dengan cawan kuning yang berisi anggur di tangannya. Ia menyuruh mereka untuk meneguknya bersama-sama. Aidos mengambil buah anggur kesukaannya. Ia melihat dewa Olimpus yang duduk di sebelahnya. “Kami baru saja memakan buah dari daerah kalian. Tapi, entah mengapa tetap saja ini masih tetap enak di perutku! Tidak ada yang bisa mengalahkan hasil buah kalian!” Katanyanya kepada Dewa Olimpus. “Aku merasa terhormat bisa menghidangkan makanan terbaik kami. Kami senang keturunan Dewa X mau datang ke rumah kami yang sederhana!” Kata Dewa Olimpus lalu tertawa.  “Kami yang merasa terhormat!” Kata Aidos. Mata Dewa Olimpus menuju ke Hekate. “Diakah anakmu?” “Ya! Dia salah satu dari penguji s*****a!” “Aku bisa melihat betapa tegapnya dadanya!”  Aidos tertawa mendengar pujian dewa Olimpus. Dewa Olimpus kemudian tertawa mengikuti Aidos. Mereka tampak sangat akrab. Lalu ia berbisik kepada istrinya, Thalassa. “Panggil Hemera ke meja makan!” Kata Dewa Olimpus.  Tak berapa lama, Thalassa datang dengan anak perempuannya yang sangat cantik. Hemera menunduk memberi salam kepada mereka semua lalu ia duduk di sebelah ibunya.  “Putrimu sangat cantik!” Puji Aidos dengan senangnya.  “Benarkah?” Kata Dewa Olimpus yang tertawa mendengar Aidos.  Eirene melihat Hemera dengan mata bersinar. “Aku ingin dia menjadi menantuku! Seandainya ia mau!” Kata Eirene. Thalassa melihat Eirene. Ia berkata, “Ia belum memiliki kekasih!” Kata Thalassa. “Benarkah? Itu bagus. Kau bisa mempertimbangkan Hekate.” Kata Eirene. Hekate melihat ibunya. Ia tak senang dengan ucapan itu. “Ibu! Aku tidak mau!” Katanya. “Tidak… tidak… jangan dengarkan kata dia. Itu keputusan kalian bersama. Berkenalanlah!” Kata Eirene yang mengusir mereka berdua.  Mereka setuju jika Hekate dan Hemera tidak berada di meja makan. Mereka bisa keluar untuk mengobrol. Hekate tak bisa menolak permintaan mereka. Ia pun mengajak Hemera keluar, berjalan di taman milik mereka. Hemera menghentikan jalan Hekate. “Aku rasa, aku lebih tahu tempat ini dibandingkan dengan dirimu! Biarkan aku yang memberitahu jalan!” Kata Hemera lalu ia berjalan lebih cepat di depan Hekate. Hekate terdiam. Ia berpikir Hemera akan malu-malu. Ternyata tidak seperti itu. Ia tidak seperti yang dipikirannya. Ia terlihat sangat percaya diri. Ia berhenti untuk melihat Hekate karena ia tertinggal cukup jauh. “Apakah aku terlalu cepat berjalan?” Tanyanya. Hekate berlari dan berjalan beriringan. “Maaf. Aku hanya mencoba menikmati pemandangan!” Kata Hekate. Padahal sebenarnya ia sedang memikirkan tentang Hemera.  “Ini adalah taman kami! Kau bisa lihat! Begitu indah!” Kata Hemera yang berhenti berjalan. Mereka bisa menikmati pemandangan yang indah saat warna di atas mereka menggelap.  “Kau tampak tak berkonsentrasi!” Kata Hemera yang melihat Hekate seperti kebingungan. “Apa ada yang menganggu pikiranmu?” Tanya Hemera. “Apa kau tidak terpengaruh dengan ucapan mereka tadi?” Tanya Hekate terus terang. “Maksudmu perjodohan?” Kata Hemera yang bisa menebaknya. Ia langsung tertawa karena Hekate menanggapinya dengan sangat serius. “Kenapa kau tertawa!!” Kata Hekate. “Aku sudah biasa dikatakan seperti itu. Semua yang datang ke rumah kami pasti mengatakan bahwa mereka ingin aku menikahi anak mereka. Apa yang bisa kulakukan jika itu keinginan mereka?” Kata Hamera. Hekate menyeringai. Ia tampak senang. “Jadi ternyata begitu. Ini pertama kalinya bagiku. Aku tidak bisa menolak permintaan orang tuaku. Tapi karena kau berpikir seperti itu, maka akan lebih baik!” “Memangnya kau tidak menyukai ku?” Tanya Hemera. “Ha?” Hekate tampak syok.  “Aku bercanda! Tidak usah dijawab!”  “Bukan seperti yang kau pikirkan! Aku tentu menyukai gadis cantik seperti mu! Tapi, kau juga harus tahu bahwa apa yang dipilih oleh hati itu yang lebih penting bukan?”  “Kau percaya dengan cinta ternyata!” Kata Hemera. “Tentu! Kau juga begitu bukan? Buktinya kau tidak menikah hingga sekarang karena menunggu cintamu!”  Hemera tersenyum. “Kau pandai menilai seseorang!” Kata Hemera.  Saat mereka sibuk berbincang, Kerberos datang. Ia melihat Hekate bersama dengan Hemera. Ia mendekati mereka dan berkenalan dengan Hemera. Tapi, Kerberos tidak begitu terpesona dengan Hemera. Ia tidak penasaran dengan apa yang sedang mereka lakukan berdua disana. Ia hanya bertanya, dimana kedua orang tuannya. “Mereka di dalam!” Kata Hekate. Kerberos langsung masuk ke dalam. Hemera merasa tidak dianggap karena ia tidak terpesona kepadanya. Ia melihat Hekater saat Kerberos pergi. “Mengapa kau melihat ku seperti itu? Kau ingin menanyakanku apa?” Tanya Hekate. Hemera tersenyum. “Apakah dia sepupumu itu? Anak dari Filotes dan Harmonia?” “Ya, dia sepupuku. Tapi, satu rahasia yang akan kuberitahu hanya padamu, bahwa kami tidak kompak!” Kata Hekate dengan drama. Hemera tertawa. “Aku bisa melihatnya dari wajah kalian. Tanpa harus menceritakannya, orang lain juga pasti tahu!”  Hekate merasa ceritanya tidak berarti. “Sepertinya begitu!” Ia tidak membantah penilaian dari Hemera. Lalu ia menyimpulkan lagi. “Jika kau bisa menilai begitu, berarti itu bukan lagi rahasia. Semua orang sudah tahu tetapi merasa tidak perlu membicarakannya!” Hemera tersenyum dengan anggun. “Ya! Itu benar…”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD