"Semua indah di awal saja." Batin Sena.
"Ayo kita pulang." Ajak Fajri yang tiba-tiba sudah berada di ruang tamu rumah Ibu nya, membuyarkan semua lamunan Sena.
Sena mengangguk. Wajah nya nampak murung.
Fajri mengendarai sepeda motor nya dengan kecepatan sedang. Mereka memang memakai motor milik Abang Sena. Dipinjamkan agar Fajri bisa bekerja.
Sepanjang perjalanan Sena kembali melamun mengingat perkataan Ibu nya Fajri.
"Ada apa?" Tanya Fajri yang segera menarik tangan Sena agar memeluknya.
Sena menggeleng. Dia menempelkan kepala nya ke punggung Fajri, suami nya.
"Ibu ngomong apa lagi?" Tanya Fajri.
"Biasa... Kita disuruh pisah." Kata Sena yang tak dapat lagi menyembunyikan rasa kecewa nya. Sena terisak.
Fajri menghela nafas. "Kan sudah Aku bilang, gak usah dengerin Ibu ngomong. Ibu kesal sama Aku karena Aku gak bisa kasih Ibu uang."
"Iya.. dan Ibu kesal karena Mas Fajri menjual radio tape milik Ibu. Yang Mas bawa ke kontrakan." Kata Sena sambil menahan isakannya.
"Itu punya Aku kok. Jadi hak Aku dong mau diapain." Fajri sedikit kesal.
"Iya tapi Mas gak pernah bilang sama Aku kalau radio itu Mas jual. Mas bilang dipinjam teman Mas, sebentar." Sena masih merajuk. Dia mengusap airmata nya.
"Terus?" Tanya Fajri.
"Ibu menyangka Aku yang suruh Mas jual radio itu." Sena kembali terisak, hati nya terluka.
"Sssstttt.... udah.... Biarin aja Ibu mau ngomong apa." Kata Fajri sambil mengusap tangan Sena yang memeluk pinggang nya.
"Kapan sih Mas bisa jujur?" Sena nampak kecewa.
Dulu Sena dan Fajri kredit motor supaya Fajri bisa kerja. Tapi Fajri berbohong kata nya cicilan motor sudah dibayar, tapi nyata nya depkolektor datang menagih dan akhirnya motor ditarik.
Fajri masih melajukan kendaraannya. Perjalanan cukup jauh. Dari Jakarta Timur dan Mereka kini mengontrak di Jakarta Barat. 2 km dari rumah Bunda.
FLASHBACK ON
Setelah pernikahan, Sena dan Fajri tinggal di rumah Bunda selama bulan Rhamadhan. Dan sesekali menginap di rumah Orangtua nya Fajri.
Tiga hari sebelum Idul Fitri, Bunda sudah pulang kampung.
Hari ini hari terakhir puasa. Kak Lana sudah belanja. Dia ingin masak rendang tapi belum paham masak nya. Akhir nya Sena yang memasak.
Fajri juga memberi Sena uang belanja agar Sena bisa membuatkan rendang untuk Ibu nya. Ibu sangat menyukai rendang buatan Bunda.
Beberapa hari yang lalu juga, Sena membantu Ibu Fajri membuat nastar. Sena sekalian belajar. Karena selama ini Sena dan Vina kalau membuat nastar enak tapi keras dan sesalu dicerca oleh Anto. Adik Vina dan Sena.
Kata Anto: "Nastar nya bisa buat nimpuk tikus."
Padahal Sena dan Vina tak sedikit mengeluarkan uang untuk membuat nastar.
Sena baru tahu resep apa agar nastar nya jadi lembut dan ngepyur.
Sena masih sibuk di dapur memasak rendang.
Fajri sudah tiga hari tidak pulang setelah ikut mengantar Bunda ke Bandara tempo hari.
Kata Fajri, Dia ingin cari uang, agar hari Raya, Mereka punya uang. Sena hanya pasrah saja.
Sebelum Ashar, Sena sudah selesai membuat rendang juga ketupat dan sayur nya.
Adik bungsu Sena, Nina belum pulang. Dia kerja agak jauh dari rumah. Jam kerja nya tak menentu, kadang subuh-subuh harus sudah standby, karena Nina bekerja sebagai Caddy di Lapangan golf dekat Bandara Soeta. Makanya Nina memutuskan untuk kos.
Nina bilang, malam takbiran dia sudah ada di rumah.
Vina sendiri sudah libur hari ini, tapi Hari Raya kedua, Dia kembali masuk kerja.
Sena meneruskan menjahit. Sena memang menjahit baju koko untuk Suami nya yang seragam dengan baju gamis untuk diri nya.
Adzan maghrib telah berkumandang. Nina baru saja sampai di rumah.
Mereka, Kakak beradik buka puasa bersama. Tapi Fajri tidak ada. Padahal Fajri janji malam takbiran akan menjemput Sena.
Selesai berbuka dan shalat maghrib, Sena melanjutkan merapihkan jahitannya. Tinggal memasang kancing dan mengesum baju nya dan baju koko Fajri.
Adzan Isya sudah berkumandang. Seruan Takbir pun sudah ramai terdengar dari Masjid dan seruan anak-anak yang keliling komplek menyerukan takbir.
Allaahu Akbar... Allaahu Akbar.... Allaahu Akbar... Laa Ilaaha Illallaahu Wallaahu Akbar....
Sena mulai menangis. Sena sedih takbiran tak ada Bunda. Dan Suami nya sudah jam 8 malam belum juga terlihat batang hidung nya.
Sena sangat cemas dan berfikir kalau Suami nya tak akan menjemputnya. Sena mengusap airmata nya karena pandangannya kabur sedang menjahit.
Jam 9.20 malam Sena sudah selesai merapihkan baju Mereka. Sena menggosoknya. Airmata nya tak terbendung lagi. Sudah hampir larut malam tapi Fajri tak juga sampai.
Adik- adik Sena sudah terlelap. Keponakannya juga sudah terlelap setelah tadi ikut keliling komplek untuk takbiran.
Sena kembali menangis di kamar sambil menggosok pakaian. Kak Lana yang lewat kamar Sena terkejut.
"Sena kenapa menangis?" Tanya Lana.
Sena hanya menggeleng.
Abang Sena yang mendengar Lana bilang Sena menangis langsung masuk le kamar Sena.
"Memang Fajri gak pulang lagi?" Tanya Bang Tino sambil berjongkok mensejajarkan Sena yang sedang duduk sambil menggosok baju.
"Gak tau... Dia bilang akan jemput Sena malam takbiran... Tapi jam segini belum datang... Huk... huk... huk..." Sena makin kencang menangis.
"Sssttt... Jangan nangis. Coba telpon ke rumah Ibu nya." Usul Bang Tino.
"Udaaahhh... Kata Ibu, Mas Fajri gak ada di rumah dari siang. Huk... huk... huk..." Sena masih menangis.
Bang Tino mengusap bahu Sena, gak tega dengan nasib adiknya. "Sabar ya... Mungkin Fajri lagi di jalan mau kesini kena macet." Bang Tino mencoba menghibur Sena.
Sena mengangguk. Dia mengusap airmatanya tapi masih terisak.
Jam 21.45.
"Assalamu alaikum..." Terdengar salam. Tapi Sena tak mendengar.
"Wa alaikumussalaam... Kok malam sekali Ji?" Tanya Bang Tino yang sedang menyesap kopi nya di ruang tamu.
"Maaf Bang, macet banget. Tadi Fajri abis nganter dagangan motor Rino, lumayan buat pegangan Hari Raya." Kata Fajri.
"Sena mana Bang?" Tanya Fajri.
"Ada di kamar, dari tadi gak berhenti menangis." Kata Bang Tino.
"Kalau gitu Fajri langsung masuk ya Bang." Fajri pamit.
Bang Tino mengangguk.
Fajri sudah tiba di depan kamar Sena. Sena masih terisak sedang duduk melipat baju yang akan dia bawa untuk menginap di rumah Orangtua Fajri, lebih tepat nya tinggal disana, karena Fajri meminta.
"Ssttt... Kok nangis sih?" Fajri mensejajarkan tubuh nya dengan Sena yang sedang duduk di lantai dan langsung memeluknya, mengusap punggung Sena dengan lembut. Fajri juga tak dapat membendung rasa rindu nya pada Sena sambil terus mengecupi kepala Sena.
"Aku disini... Jangan nangis lagi, gak enak sama Bang Tino." Kata Fajri yang terlihat tak enak.
"Lagian lama banget... Huk.. huk... huk... Aku kira Mas gak akan datang..." Sena makin menjadi tangisannya sambil memukul bahu Fajri.
Fajri makin erat memeluk tubuh Sena. "Aku cari uang dulu. Biar Kita bisa jalan-jalan nanti." Hibur Fajri.
"Tadi Aku telpon ke rumah, Kata Ibu dari kemarin Mas gak pulang. Aku kan jadi bingung." Kata Sena. Sena tadi berbohong pada Bang Tino mengatakan Fajri pergi dari siang.
"Siapa bilang? Aku pulang kok. Ibu nya aja yang gak tahu Aku pulang. Aku tadi abis nganter motor yang berhasil Aku jual. Rino memberiku komisi lumayan." Fajri merogoh saku celana nya dan membuka dompetnya.
Dia mengeluarkan beberapa lembar uang 10 ribuan. (Dulu uang 10 ribu sangat besar nilainya)
Fajri menyerahkan semua uangnya pada Sena.
Sena menerimanya walau masih ada rasa sedih. "Alhamdulillaah..." Kata Sena. Sena juga menyerahkan selembar uang 10 ribu buat pegangan Fajri, tapi Fajri menolaknya.
"Besok juga Aku dapat uang lagi." Kata Fajri sambil tersenyum mengusap pipi Sena dengan lembut. Dia mengecup bibir Sena.
"Mas sudah makan?" Tanya Sena yang masih sesegukan.
Fajri menggeleng. Wajahnya tampak letih sekali.
Sena bangun dari duduknya. Dia menggandeng tangan Fajri dan mengajaknya ke ruang makan. Sena memberikan Fajri segelas air dan mulai menyiapkan ketupat sayur untuk Suami nya.
Sesekali Fajri menyuapkan makanannya pada Sena, karena Fajri tahu Sena pasti tidak makan dengan benar karena mengkhawatirkan dirinya.