Bab 2 Titah Kaisar

1196 Words
"Apa semua yang dikatakan gadis itu benar, Papa?" Kedua telapak tangan Latte diletakkan di atas meja dengan tubuh sedikit membungkuk. Sementara Duke Shancez yang sejak tadi sibuk menulis beberapa gulungan kertas di atas meja seketika mendongakkan kepala. Pandangan pria paruh baya itu langsung bersirobok dengan wujud seorang gadis yang sedang menyatukan kedua alis dan wajah ditekuk. "Apa yang kudengar dari Sofia benar?" Latte kembali menuntut jawaban kala tak kunjung mendapatkannya. Duke Shancez menghela napas dalam-dalam, "Memang apa yang dikatakan oleh Adikmu?" Pria itu meletakkan pena bulu angsa di atas permukaan meja kayu mahoni kemudian melipat kedua tangan di atas meja. "Dia berkata jika aku akan menikah dengan Pangeran Iblis. Apakah itu benar?" Kedua manik mata berwarna perak yang langka dan mirip seperti ibunya itu menyala menatap Duke Shancez. "Ya, itu memang benar," jawab seorang wanita yang tiba-tiba datang menyahut. Wanita itu adalah Esmeralda yang biasa dipanggil Nyonya Esme. Seorang Ibu tiri dari Latte yang tidak lain adalah Ibu kandung dari Sofia. Si Wanita Rubah yang melahirkan Anak Rubah. Kini, ia berdiri tepat di ambang pintu ruangan Duke dengan senyuman mengembang seolah telah berhasil memenangkan lotre. Sebenarnya, sepasang Ibu dan Anak itu sebelumnya bukan berasal dari keluarga bangsawan. Esmeralda hanya seorang pelayan dari keluarga Baron. Namun, karena kecantikannya berhasil memikat Duke Shancez, sungguh beruntung ia menjadi seorang istri dari bangsawan Duke dan mendapatkan gelar sebagai Duchess. "Apa maksud dari perkataan wanita itu, Papa?" Latte tetap bergeming tanpa menoleh ke belakang. Ia menatap lekat manik mata ayahnya, berharap menemukan jawaban di sana. Namun, bukan jawaban yang ia dapat, melainkan sang ayah yang justru memalingkan wajah, menghindar dari tatapannya. Esmeralda dengan penuh percaya diri berjalan mendekat, "Beberapa pengawal kerajaan baru saja mengirimkan surat secara langsung di kediaman kita. Kuyakin isinya adalah pemberitahuan pernikahan kalian. Ini adalah kabar baik, Latte," paparnya sambil meletakkan sepucuk surat di atas meja. Sebuah segel merah lambang Kerajaan Deltora tercetak jelas di permukaan surat. Jelas, jika kertas berwarna putih tulang yang kini tergeletak di atas meja memang dikirimkan langsung oleh Kerajaan Inggris tempat mereka berada. Latte merasakan getaran kecil di dalam dirinya. Namun dengan cepat jemarinya menyambar dan mengambil surat itu. Membuka sepucuk surat di tangan, gigi Latte tanpa sadar bergemeratak lirih. Tulisan cakar ayam yang ditulis langsung oleh Kaisar mulai ia baca. Sebuah titah akan pertunangannya bersama Pangeran Iblis merupakan inti yang didapatkan. Kembali gadis benetra perak itu menoleh dan menatap lekat pada Duke Shancez, "Apakah Papa tidak ingin menjelaskan semua ini?" "Kaisar memang memberikan titah untuk menikahkan salah satu Putri Perdana Menteri dengan Pangeran Liam." Duke Shancez menjelaskan masih dengan memalingkan wajah. "Karena kebetulan aku adalah seorang Perdana Menteri, maka aku harus menikahkan salah satu Putriku." Ya, Duke Shancez memang merupakan salah satu bangsawan tersohor di Kekaisaran Deltora. Pria paruh baya itu berposisi sebagai Perdana Menteri yang memiliki hubungan baik dengan Kaisar negeri ini—Kaisar Melvin—pemimpin yang masih menjabat dan tidak lain adalah Ayah dari Pangeran Iblis sekaligus pengirim dari surat yang kini masih berada di tangan Latte. Tunggu dulu! Tentu saja bukan Pangeran Iblis nama asli dari sang pangeran. Nama sesungguhnya dari Pangeran itu adalah Liam Alexander. Sebuah nama indah yang hampir dilupakan oleh banyak orang. Hal itu karena julukan Pangeran Iblis yang terlanjur tersemat padanya. "Pertanyaannya, mengapa harus aku yang menikah dengannya, Papa? Mengapa bukan Sofia?" Sorot mata tajam Latte seketika melayang pada Esmeralda. "Ouh, Anakku ...." Esme tiba-tiba merangsek mendekat ke arah Latte. Jemari lentik wanita itu kemudian mengusap lembut bahu anak tirinya. "Adikmu masih sangatlah muda. Bukankah memang sepantasnya jika seorang Kakak yang menikah terlebih dahulu?" tutur Esme dengan nada keibuan. Namun tentu saja semua itu hanyalah kepalsuan. Latte berdecak, "Omong kosong macam apa yang sedang kudengar? Aku dan Sofia hanya selisih satu tahun. Ah, tidak! Lebih tepatnya hanya selisih sembilan bulan. Kami masih bisa dikatakan sama-sama berusia tujuh belas tahun jika kau lupa, Nyonya Esmeralda. Bahkan, aku juga masih belum menyelesaikan pendidikanku." Latte berujar dengan nada penuh penekanan yang berhamburan di setiap kalimatnya. Latte juga sengaja memasukkan kedua tangannya ke dalam saku rok gaun mengembangnya agar tidak tergoda untuk mencekik leher sang ibu tiri. Di sisi lain, Esmeralda mengetatkan wajah geram kala mendengar kalimat yang keluar dari mulut Latte. Namun, dengan lihai ekspresi Wanita Rubah itu justru berubah menjadi sayu, "Itu adalah titah dari Kaisar, Anakku. Jika kau tidak menurut, maka keluarga kita yang akan terkena hukuman. Apa kau tega membiarkan itu semua terjadi?" Latte beralih menatap Duke Shancez, "Bahkan kalian juga tega membuangku pada sosok mengerikan itu," desisnya. Esmeralda menoleh ke arah Duke Shancez dengan tatapan kasihan yang dibuat-buat, berharap agar pria yang sejak tadi hanya duduk dan melipat kedua tangan di atas meja ikut membuka suara dan membelanya. Kembali Duke Shancez menghela napas panjang sembari menatap Latte dan Esmeralda secara bergantian. Entah sudah berapa kali pria paruh baya itu mengembuskan napas lelah dan merasa tidak nyaman di dalam ruangannya sendiri. "Apa yang dikatakan ibumu memang benar. Kau akan menikah dengan Pangeran Liam dan berhentilah memanggilnya dengan julukan Pangeran Iblis. Pria itu adalah calon suamimu dan kau harus hormat dengannya!" perintah Duke Shancez dengan menatap tajam manik mata Latte. Esmeralda tersenyum miring. Sementara Latte hanya bergeming. Kalimat yang tidak ingin ia dengar, akhirnya terdengar juga. Memang benar jika orang terdekat justru lebih berpotensi untuk menyakiti dengan rasa sakit melebihi musuh sendiri. Seketika selaksa rasa kecewa merasuk dalam kepala Latte. Lalu apakah tebakan Sofia jika hari ini Latte akan menangis tersedu-sedu sungguh terjadi? Jawabannya adalah tidak. Sebab, Latte bukanlah gadis bangsawan yang lemah seperti kebanyakan. Tanpa sepatah kata, Latte memutuskan untuk membalik tubuh dan melenggang pergi. Sementara Duke Shancez menahan getaran kecil di dalam dirinya. Ada sejejak rasa yang tidak dapat terdefinisikan. Di detik berikutnya, pria paruh baya itu kembali mengambil pena bulu angsa dan mencelupkannya ke dalam wadah tinta kecil, berniat untuk segera menyelesaikan beberapa tugas kerajaan. Namun, belum sempat ujung pena itu mendarat mulus pada permukaan kertas, terdengar suara derap langkah beberapa orang yang berjalan mendekat diiringi dengan suara tangisan yang menggelegar dan berdesing di telinga. "Bukankah itu adalah suara Sofia?" Esmeralda yang masih berada di dalam ruangan Duke memekik terkejut. Tak lama, pintu terbuka dan menampakkan sosok seorang gadis yang sedang menangis dan menjerit di ambang pintu. Beberapa pelayan yang tidak kalah kebingungan juga ikut berdiri tepat di belakang gadis tersebut. Siapa lagi gadis itu jika bukan Sofia? Selain tangisannya yang memekakkan telinga, sebuah benda asing berwarna cokelat yang ada di wajahnya juga menyilaukan mata. "Apa yang terjadi, Sofia?" Esmeralda masih dengan keterkejutannya. Sofia menjinjing gaun dengan kedua tangannya seraya menghentak-hentakkan kaki di atas lantai marmer ruangan Duke Shancez, "Latte yang membuatku seperti ini, Mama. Wajah cantikku jadi terkena tahi kuda." Pupil mata Esmeralda bergetar, "A-apa?!" "Kalian harus menghukumnya!" Sofia masih merengek dengan tahi yang bertengger di wajahnya. Gadis itu segera beranjak untuk menghambur pada Esmeralda. Kedua mata Esmeralda membola, "Berhenti! Berhentilah di sana! Jangan pernah mendekat sebelum kau membersihkan wajahmu!" jeritnya histeris dengan mengulurkan kedua tangan menyuruh Sofia untuk pergi. Sementara di sisi lain, Duke Shancez lagi dan lagi dibuat mengembuskan napas panjang seraya menaruh kembali pena bulu angsa di atas meja. Jemari pria paruh baya itu memijit pelipisnya yang tiba-tiba terasa sakit. Tampaknya keinginan untuk menyelesaikan beberapa dokumen kerajaan tidak akan terjadi semudah yang ia bayangkan. "Oh astaga ...." ~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD