Prolog
"Sentuh aku, Pangeran!" pinta seorang wanita yang berdiri tidak jauh dari seorang pria yang tengah duduk meringkuk dengan kepala menunduk di atas kedua lutut yang ditekuk.
Pria itu kini sedang menerima impuls nyeri dari sekujur tubuh yang gemetar kesakitan. Kekuatan sihir api yang dimilikinya tengah melalap diri bagai senjata makan tuan. Namun, tentu saja itu semua karena sebuah alasan.
Sedangkan sang wanita yang berdiri tidak jauh darinya, hanya bisa meremas gaun dan menggigit bibir bawahnya. Hatinya terasa pilu kala melihat pemandangan getir di depan mata.
Bagaimana tidak? Wanita itu menyaksikan seorang pria yang biasa ditakuti bagai serigala yang siap menerkam, tetapi kini justru meringkuk bagai belalang yang menyedihkan.
"Mari kita melakukannya! Jadikan aku milikmu seutuhnya, Pangeran!" cetus wanita itu dengan bersungguh-sungguh, "bahkan, jika pada akhirnya kau tanpa sadar meremukkan tulang-tulangku atau langsung menusuk jantungku sekalipun, aku tetap tidak akan pernah menyesal. Jadi, mari kita lakukan!" imbuhnya meyakinkan.
Tidak mendapat jawaban, wanita dengan gaun putih berenda itu justru melangkah mendekat. Kedua tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia telah membulatkan tekad. Dan, bisa dibilang jika tekadnya adalah bermain-main dengan nyawanya sendiri.
Melipat kedua kaki untuk menyejajarkan tubuh, jemari lentik wanita itu perlahan terulur untuk menyentuh lengan kekar yang tengah membingkai wajah terbenam seorang pria di atas kedua lutut. Namun, pria itu tetap bergeming, enggan menerbitkan wajahnya.
"Kumohon sentuhlah aku, Pangeran!" bujuk wanita itu sekali lagi dengan tatapan yakin.
Bagai sebuah mantra sihir, nyeri yang terasa begitu menyiksa mulai sedikit mereda. Tubuh yang gemetar kesakitan perlahan mulai menenang. Pria itu terkesiap menyadari betapa mujarabnya sebuah sentuhan yang ia rasakan. Wajah yang sejak tadi dibenamkan hingga akhirnya diterbitkan. Manik mata mereka sejenak terkunci. Namun, pandangan pria itu justru jatuh pada bibir sang wanita yang setengah terbuka seolah memanggil-manggilnya untuk datang.
Tanpa sepatah kata, jemari lentik sang wanita tiba-tiba menarik tengkuk pria di hadapannya hingga mempertemukan bibir ranumnya dengan bibir sang pria dengan gerakan yang begitu lembut. Netra biru sebiru saphire pria itu sontak melebar tatkala wanita itu kembali begitu agresif dengan membuyarkan kedua kakinya yang ditekuk lalu mendudukkan tubuh di atas pangkuannya, berhadapan.
Wanita itu memiringkan kepala cantiknya untuk mendapatkan akses lebih. Jemarinya kemudian menyisip ke rambut hitam legam sang pria dipenuhi dengan kabut gairah. Dinding pertahanan pria itu pun mulai goyah. Naluri kelaki-lakiannya tidak dapat menolak jika setiap sentuhan wanita itu mampu membuat tubuhnya mendamba. Sedikit demi sedikit ia mereguk setiap bulir rasa manis yang terasa di mulutnya.
Senyuman tipis seketika tergelincir di bibir sang wanita kala menyadari pria itu mulai membalas ciumannya. Jemari lentik wanita itu kembali membuat ulah dengan meluncur turun untuk membebaskan pakaian seorang Pangeran bergaya renaissance royal court yang kemudian dilemparkannya dengan asal.
Satu, dua, tiga, empat, lima, enam. Ada enam kotak otot perut menakjubkan di sana. Sebuah dorongan primitif seketika timbul dan menguasai tubuh keduanya. Kembali bibir mereka saling menghantam. Kedua lidah itu saling menyelinap, menggoda, dan memangsa.
Kali ini, giliran pria itu yang memainkan perannya dengan menggoda dan liar. Ciuman penuh gairah itu menuntunnya untuk mencecap millimeter demi millimeter kulit halus wanita di pangkuannya. Jemari panjang pria itu kemudian membebaskan gaun sang wanita hingga menunjukkan sebuah pemandangan yang lebih indah lagi. Sebuah desahan yang terdengar merdu tidak mampu dihindari oleh wanita itu kala merasakan kepiawaian lidah sang pria yang bermain di puncak dadanya yang tengah membusung.
Hingga akhirnya, takdir benang merah perlahan mengikat sempurna. Mereka menghantarkan sihir api yang dimiliki oleh sang pria dan sihir air yang dimiliki oleh sang wanita untuk melebur menjadi satu. Namun, apakah air dan api benar-benar dapat menyatu? Atau justru dapat menghilangkan salah satu?
“Ah … touch me, Prince!”
~~~