Pembicaraan Wanita

1411 Words
“Hay.... Assalamualaikum.” Bahia mengulurkan tangannya pada Lisa. Persekian detik Lisa memperhatikan penampilan Bahia dengan secepat kilat, gadis dengan kerudung panjang, jubah lebar dan kaos kaki, benar-benar pakaian seorang muslimah. Tanpa sadar Lisa memperhatikan penampilannya sendiri. Kemeja lengan pendek dan sepan jins, rambut di kuncir cepol. Benar-benar tidak menunjukkan sebagai seorang muslimah, pada dirinya sudah Islam sejak lahir. “Waalaikumsalam.....” kata Lisa sedikit kikuk, pasalnya ia hampir saja mengambaikan uluran tangan gadis bertubuh mungil di hadapannya ini. “Hem...jadi, panggil Kakak atau Lisa? “tanya Bahia. Lisa tersenyum. “ Samain aja sama Azzura. Panggil aku Lisa aja, aku berasa tua kalo di panggil Kakak.” Bahia mengangguk. “Azzura bakal datang bentar lagi. Gak papakan aku temanin di sini? “ “Santai, gak masalah kok.” Lisa tersenyum lebar. “BTW, Fakultas sastra kan? Pinter buat puisi dong ? Bisa buatin aku puisi gak? Hem... tentang batu? “ “Batu? Kenapa batu? Ada kenangan tersendiri ?“ “Hem. Pengen aja. Batu, oh batu.... Ada yang berbentuk bulat ada yang bebentuk sembarang. Batu, oh batu,kehadiranmu bisa ku temui di mana saja. Di jalan, di pasar bahkan di depan rumah tetangga.... “Lisa tersenyum lebar. “Gimana aneh gak? “ Bahia menggeleng pelan. “Sekarang giliran kamu...,” tuntut Lisa. “Ha, aku? “ Bahia reflek menunjukkan dirinya sendiri. Lisa mengangguk mantap, menanti lanjutan puisi dari Bahia. “Hem.. baiklah...” Bahia menghela nafas, “Batu, oh batu, wudujmu kuat dalam genggaman, hati berbisik agar sifat mu ini bisa tertular pada raga yang lemah ini, laksana tekad yang tertanam dalam raga. Tidak hanyut meski hujan merepa. Tetap kokoh meski sinar matahari mendelik. Batu oh batu, bisakah aku sekuat dirimu dalam menjalani hidup? Batu oh batu... doakan aku dalam hening mu. “Wow....” Lisa memberikan tepukan heboh untuk Bahia. Bahia tersipu malu. “Anak sastra mah beda ya, bahasanya berat. Kok bisa gitu ya, apa jangan-jangan kalian nelen kamus bahasa Indonesia ? “ Bahia terkekeh. “Puisi sebenarnya suatu karya yang lahir dari keresahan hati yang terimplastasi dalam kata, ini menurutku. “Oh pantas, temanku setiap galau pasti langsung pinter buat puisi. Semua tempat di jadiin tempat puisi, di sosmed, di buku tulis bahkan di meja kampus, ckcckckckc... semua kalimat di rangkum jadi puisi.” Lisa mengangguk-manggut, ia sedang membayangkan kelakuan temannya itu. “Iya memang terkadang puisi bisa tercipta dari hati yang sedang gulana...kenapa? ya balik lagi, menurut aku untaian kata seperti puisi itu bisa mewakili kalimat yang gak bisa diucapkan secara gamblang.” “Hem...” Lisa bergumam. “Apa kamu ingin sekuat batu? “ Bahia tersenyum. “Batu gak kuat, Lis. Batu hanya kuat karena Allah mengizinkannya. Begitupun manusia. Gak ada manusia yang kuat, kecuali dikuatkan Allah. Aku hanya ingin dikuatkan dalam hidup.” “Hem, this right,” gumam Lisa. “Kalo kamu gak yakin kamu kuat, kamu gak perlu cemas. Ada Allah yang maha kuat. Allah ada bahkan lebih dekat dari urat nadi,” kata Bahia pelan. “ Allah ada di setiap detakan jantung ini.” Bahia memegang jantungnya yang tetap berdetak atas izin Allah. Senyum mengembang di wajah gadis itu, ia dan jantungnya, tetaplah berjuang meraih kesembuhan atas izinNya. “Batu, oh batu.. batu ampung, batu karang, batu bata, batu cincin...batu apa lagi? “Lisa mengintrupsi. “Batu ginjal, batu oh batu, banyak ragam mu, dengan nama marga batu.” Bahia terkekeh. “Gimana? “Lisa ikut tertawa pelan. “Unik.. “ “Serius? Masa? Mari kita menghafal jenis-jenis batu,” seru Lisa heboh. Gadis itu mengangkat tangannya, membentuk gempalan yang mengudara di langit. Benar-benar bersemangat. “Batu kita, batu bersama,” seru Lisa sebelum kembali duduk ke kursi. “Hahahahhah....” “Gimana? Sekarang, apa penilaian mu tentangku akan sedikit berubah, tidak sedikit tapi banyak berubah? Bukannya aku aneh? “ Lisa tersenyum lebar, menampilkan deretan gigi putihnya. “Orang sering kali tertipu, testimoni dari beberapa temanku, mereka bilang bahwa saat pertama kali melihatku, mereka pikir, aku gadis yang lugu, pemalu dan pendiam. Nyatanya saat mereka sudah mengenal aku, mereka akan bilang, kamu gadis teraneh yang pernah aku liat... “ “Ya, sepertinya aku harus review ulang mengenai penilaianku.” Bahia semakin menikmati obrolan dengan Lisa. Azzura benar, Lisa gadis yang sangat baik dan lucu. “Dengan senang hati... “ kata Lisa, seraya membungkukan sedikit badannya ala-ala penghormatan bangsa eropa. “BTW, di mana flower ?” tanya Lisa. “Flower ? Siapa flower? “ “Siapa lagi kalo bukan Azzura. Si gadis flower. Kamu tahu, aku sangat terkejut saat Azzura mengetahui semua nama bunga yang Mami taman di halaman belakang. Gak hanya nama, bahkan nama ilmiahnya pun, Azzura hafal,” tutur Lisa. “Jadi semenjak itu, aku nobatkan Azzura sebagai ratu of flower bersanding dengan Mami di tingkat umum dan om Ustadz di tingkat menegah. “ Bahia menggeleng-geleng, ada-ada saja perkataan Lisa yang membuat perutnya bergetar karena geli. “ Azzura paling bentar lagi datang. Dia mahasiswa anti telat.” “Wow, selain suka tanaman ternyata Azzura juga menyandang gelar kehormatan itu ya. Aku rasa prinsip Azzura, ‘datang cepat, pulang tepat.’ Soalnya aku juga jarang banget liat Azzura nongkrong di kampus, dia pasti langsung pulang kalo udah selesai matkul. Sungguh mahasiswi teladan... “ Lisa menggeleng-geleng, dramatis. Bahia setia dengan tawa mengudara. “Kata pak Ustadz, Ghiba itu dosa.... “ Azzura datang dengan senyum merekah. Bergabung dalam obrolan ringan bersama kedua sahabatnya, di kantin. “Assalamualaikum...” “Waalaikumsalam. Gadis flower, kasih tips dong biar aku bisa mengikuti jejak mu.. beri aku wejangan mu, wahai gadis flower,” suara Lisa. Azzura tertawa. Bahia jadi punya teman tertawa. “Kamu tahu, Zur. Selama obrolan, Lisa selalu buat aku ketawa, wajah aku sampai kaku kebanyakan ketawa,” kata Bahia. “Biasa aja nih...untung aku gak punya sayap buat terbang...” Azzura menoleh pada Bahia, raut wajah Bahia tergurat kebahagiaan. “Memangnya kalian bahas apa? “ “Banyak hal. Mulai dari batu, mahasiswa teladan, dan gadis flower bersanding di tingkat menegah bersama om Ustadz,” kata Bahia merincikan segala tema dengan semangat. “Yap. Unlimited like untuk, Bahia.... “ Lisa menggoyang-goyangkan dua jempolnya. “Hem. Btw, om Ustadz itu, siapa? “tanya Bahia. “Kamu belum tahu om Ustadz siapa? Oh iya, aku belum kasih tahu... “ Lisa berpikir sejenak. “Biar aku minta om Ustadz datang ke sini, sekalian aku kenali, kalian sama om Ustadz.” Lisa mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu di sana. “Siapa tahu Azzura suka...kasihan om Ustadz udah diburu nikah muluk sama Kakek....” “Aamiin.... “ Bahia berseru semangat, Lisa juga ikut bersemangat. Azzura menggeleng dan tersenyum geli melihat kedua sahabatnya itu. “Mau gak Zur ? Kamu bakal jadi tante aku kalo nikah sama om Ustadz.” Lisa kembali dengan usahanya mengoda Azzura, “Kalian tuh cocok tahu, sama-sama suka bunga. Kaliam bisa dijulukk.The familiy flower atau keluarga taman.” Lisa cekikikan. Bahia berusaha keras menahan tawa meluncur dari mulutnya. “Ayo dong Zur, jangan gantung gini.. mau atau gak ?” Azzura sudah mulai terbiasa dengan kebiasaan Lisa yang selalu suka mengodanya. “Eh, om Ustadz udah datang. Dia jalan ke sini... “ seru Lisa, heboh. Kepala gadis itu celingak-celinguk, ke sana-kemari mencari keberadaanan omnya. Bahia terbawa arus kehebohan Lisa. Ia juga menanti kedatangan Om Lisa. “Om.... “ Lisa mengangkat tangannya tinggi. Melambaikan tangannya di udara. Lisa tiba-tiba berdiri, menghasilkan gerakan pelan pada meja, yang mendorong bunga imitasi terjatuh ke bawah. Azzura berinisiatif mengambilnya. Ia membungkuk, menegelamkan tubuhnya di bawah meja. “Om kenalin, ini sahabat-sahabat shalila aku... ada Bahia dan Azzura.” Lisa menoleh, “Di mana Azzura ?” Bahai juga baru menyadari ketidakadaan Azzura. “Zura... kamu ngapain di kolong meja? “yang Bahia, heran. “Hem... malu ya ketemu om Ustadz...”goda Lisa lagi. “Udah gak usah malu, om Ustadz gak suka gigit orang kok...“ Lisa cekikikan. “Ngapain sih Zur, di sana? “tanya Bahia lagi. “Bunga imitasi di atas meja, jatuh ke bawah,“ jawab Azzura. Tangan Azzura sibuk berusaha meraih bunga imitasi yang mengelinding lumayan jauh dari jangkau tangannya. “Bunga, ini?” suara seseorang pria mengintrupsi. “Biar saya ambilkan...” katanya menawarkan diri. “Buruan Zur, keluar dari kolong meja.. “seru Lisa. “Lisa, om, buru-buru. Bisa kita pulang sekarang. Om ada tugas penting.. “ Kenapa suara itu mirip suara.. —batin Azzura. “Hem, buru-buru banget sih om. Ya udah deh...,” sahut Lisa pasrah. “Ini bunganya saya taruh di atas meja ya,” kata om Lisa. Kenapa suaranya sangat mirip—batin Azzura kembali mengemukakan pendapatnya. “Zur, aku pulang, ya.” Kepala Lisa menyembul dari atas mengejutkan Azzura yang malah melamun di bawah meja. “Bia, aku pulang ya....see you. Senang bisa ngobrol bareng kamu. Kapan-kapan kita meet time lagi ya....” “Assalamualaikum ...” Bahia mengangguk. “Insyallah. Waalaikumsalam.” “Gadis flower aku pulang ya... buruan keluar dari kolong, entar kalo kelamaan di sana bisa di kira temannya tikus lagi. “ Suara tawa Lisa terdengar, buru-buru Azzura naik ke atas tapi Lisa dan omnya sudah berbalik dan menjauh pergi. “Zur, ini bunganya...” Bahia menujukan bunga yang menjadi alasan mengapa Azzura bisa bermain di bawah meja. “Perasaan bunganya udah dari tadi di ambil. Eh kamu malah bengong di bawah meja. Emang ada apa sih? “ “Hem....kamu kenal sama omnya Lisa? “tanya Azzura ragu. Bahia menggeleng. “Kenapa? “
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD