Matahari sudah meninggi dan sejak tadi pagi, Azzura tidak keluar dari kamarnya sama sekali. Ia bahkan belum makan atau minum.
Bahia merasa cemas. Bahia yakin, Azzura sedang tidak baik-baik saja, setelah kemarin perjuangannya berakhir dengan kesedihan. Bahia tahu hal itu, setelah tanpa sengaja melihat Azzura tadi malam menangis di dapur sendirian.
“Azzura....”
Bahia mengetuk pintu Azzura. Tidak ada jawaban dari Azzura. Tangan Bahia lalu terjulur meraih gagang pintu dan membukanya. Kamar Azzura memang jarang di kunci.
“Bahia... “ sapa Azzura, seraya tersenyum lebar.
Bahia mematung di ambang pintu Azzura. Matanya sedikit melebar melihat semua kekacauan di kamar Azzura.
Azzura terkekeh melihat ekspresi terkejut Bahia, setelah melihat kondisi kamarnya. Di kamar Azzura terlihat kertas origami warna-warni yang berserak di lantai, lem kertas, potongan kertas-kertas bekas Azzura menggunting, beberapa pernak-pernik mengkilap, crayon yang bercecaran , dan masih banyak atribut yang sukses membuat Bahia makin di buat bingung.
Mata Bahia lalu beralih pada Azzura Bahia terpanah saat melihat Azzura melakukan hal di luar dugaannya. Gadis itu tidak sedang bersedih, meringkuk di kasur atau menangis dalam kesendirian. Azzura malah terlihat nampak sangat bahagia, menggunting kertas warna-warni itu.
“Hem, maaf, aku belum membereskan semuanya. “ Azzura tersenyum lebar.
“Karena terlalu asik, aku jadi lupa membereskannya.” Azzura bergegas memungut origami yang tidak sengaja ia senggol dan berakhir berantakan di lantai.
“Kalo gitu, kamu duduk di sini saja....” Azzura mengajak Bahia untuk duduk di kasurnya. Dengan segera Azzura langsung menyingkirkan beberapa alat-alat yang berserakan di atas kasurnya agar Bahia bisa duduk di sana.
“Azzura, apa yang sedang kamu lakukan? “ tanya Bahia.
Azzura kembali ke tempat duduknya tadi. Ia kembali sibuk dengan lem-lem kertas, hingga tidak mendengar pertanyaan Bahia.
“Azzura.... “ panggil Bahia lagi dengan suara satu oktaf lebih tinggi. Agar mendapat respons dari Azzura.
“Eh, iya, kenapa? “tanya Azzura, sedikit terkejut.
“Hem. Apa yang sedang kamu lakukan dengan ini semua? “
“ Aku sedang membuat tulisan papan untuk ‘rumah kreatifitas.’ “ Azzura menunjukan papan tulisan yang baru setengah jadi.
“Rumah kreatifitas? “
“Sesuai namanya, itu akan menjadi rumah. Rumah kedua bagi mereka. Rumah di mana mereka akan dilatih, di bantu dan dikenalkan mengenai islam. Rumah ini akan membantu mereka menumbuhkan kreatifitas dan keterampilan untuk menjadi modal mereka kembali ke masyarakat. Dengan memberikan keterampilan, hal ini diharapkan mampu membantu mereka dalam segi ekonomi, hingga tidak ada alasan bagi mereka untuk tetap bertahan dalam dunia prostitusi.
“Mereka akan mendapat uang dari keterampilan mereka bukan dengan menjual diri mereka,” kata Azzura. Azzura tersenyum, menerawang jauh entah ke mana.
Bahia tidak fokus. “Zura, sejak tadi pagi kamu belum makan? Kamu tadi juga gak sarapan Sebaiknya kamu makan sekarang, kamu baru saja sehat. Gak baik kalo gak makan.”
“Eh, iya, maaf Bahia. Aku lupa kasih tahu kamu. Aku lagi puasa. Makanya gak ikut sarapan tadi. Maaf ya buat kamu cemas.”
“Eh, iya, gak papa kok, Zur.” Bahia lalu bergerak mendekati Azzura dan ikut bergabung duduk di lantai kamar. “Mau aku bantu?”
“Hem, tentu saja... “
Azzura lalu memberikan gunting dan beberapa lembar origami pada Bahia.
“Kamu gunting huruf F sama K ya.. “
“Oke siap... “
Mereka berdua lalu sibuk dengan pekerjaannya itu.
“Azzura, tadi malam di pengajian, ada anak kecil lucu yang nanyai kamu,” kata Bahia. “Di bilang ‘kangen banget sama kak cantik, kak Azzura.’
“Oh iya? Wah jadi gak sabar mau balik ngajar lagi. Siapa nama anak kecil itu? “
“Umurnya masih lima tahun, tuh anak lucu banget, Zur. Pipinya udah kayak bapao, gemas deh. Rasanya tuh pengen aku bawa pulang aja,” jelas Bahia. Gadis itu terkekeh mengingat salah satu santri yang mengaji di masjid.
“Kamu tahu dibilang apa lagi? “
“Apa? “
“Dia bilang cita-citanya menikah sama kakak cantik. Ya Allah, aku auto ke inget sama n****+ Dilan yang booming itu. Terus dia bilang, ‘Kak, kakak tungguin Azka besar ya... Azka cepet kok besarnya soalnya tiap hali mama kasih s**u telus buat Azka. Hahhhahahahh....ya Allah, tuh anak lucu banget.”
“Namanya Azka? “ tanya Azzura.
Tawa Bahia seketika lenyap. Seharusnya Bahia tidak keceplosan dengan mengucapkan nama ‘Azka' di depan Azzura. Mulai sekarang Bahia akan memasukan nama Azka ke dalam black list, kata terlarang.
“Maaf Azzura.. “
“Maaf kenapa, Iah? Gak ada yang salah kok. Aku udah mengikhlaskan segalanya.”
“Termasuk mengenai Azka? “
Spontan tangan Azzura terhenti dari aktivitas menggunting kertas. Azzura tertegun beberapa detik, sebelum akhirnya kembali melanjutkan kegiatannya tadi.
“Bagaimana menurut kamu?” Azzura balik melemparkan pertanyaan itu pada Bahia.
“Soal hati memang tidak mudah Azzura. Meski aku tidak pernah merasakan perasaan cinta, tapi aku tahu kok, perasaan cinta itu amat sensitif. “
“Terus? “
“Terus apa?”
“Apa kamu masih melihat rasa sakit itu dari mataku? Coba liat? “ Azzura melebarkan matanya agar Bahia dapat melihat matanya dengan jelas.
Bahia mengikuti perkataan Azzura. Ia mencermati sorot mata Azzura. Dan tidak menemukan rasa sakit itu lagi.
“Ke mana, ke mana perginya? Kamu sembunyikan di mana rasa sakit itu Azzura? “tanya Bahia polos, dan sukses memancing tawa keluar dari mulut Azzura.
“Itu bukan hal yang mudah, Iah. Tapi jika kita ikhlas menerima semua ini, insyallah, Allah yang akan kembali memperbaiki hati kita yang patah.”
“Kuncinya ikhlas? “
“Yap. Ikhlas dan percaya akan selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa. Aku selalu yakin pada akhirnya aku akan tersenyum.”
“Jadi apa sebenarnya alasan Azka sampai memutuskan pembatalan pernikahan secara sepihak seperti ini? “
Azzura tersenyum lebar. “Entahlah Bahia. Apa pun alasannya, aku percaya Azka bukan orang jahat, dia hanya sedang dalam keadaan yang membuat seolah dia jahat.”
“Bukan orang jahat, Azzura? “ kata Bahia dengan nada bicara tidak percaya. “Lalu apa perbuatan yang dia lakukan itu baik, Azzura? Dia idah batalain pernikahan secara sepihak, menghilang tanpa kabar plus membuat kamu menangis setiap malam, apa itu yang katanya bukan orang jahat?! “
“Hanya orang buruk yang ingin terlihat baik.
“Terus, apa maksud kamu, Azka orang baik yang berpura-pura terlihat buruk...Lalu apa? Jika dia orang baik, seharusnya dia berpikir dulu sebelum bertindak. Ini soal hati, Zur ! “
“Biarkan waktu yang menjawabnya, Iah. Azka orang baik atau buruk, itu bukan urusan kita. Biar Allah saja yang menangani soal semua itu.”
“Kenapa aku merasa, kamu malah belain Azka sih, Zur ?!”
“Aku gak bela siapa pun, Iah. “
“Tetap saja Zura. Bagi aku Azka bukan orang baik, karena dia sudah membuat sahabat aku menangis! “
Azzura tersenyum haru. “Terima kasih, Iah.."