Awal perjuangan

1400 Words
Azzura tersenyum puas setelah berhasil meletakan papan nama besar bertuliskan ‘rumah kreativitas’. Azzura menatap rumah kayu sederhana yang akan jadi tongak awal perjuangannya dalam berdamai dengan masa lalunya. Yap, setelah semua ini, Azzura mengerti bahwa ia tidak perlu menghapus masa lalu itu dari ingatannya. Itu sejarah hidupnya, bagaimana bisa ia lupakan ? Bukankah sejarah ada agar kejadian masa lalu menjadi pelajaran hingga tidak mengulangi kesalahan yang sama. Berkaca dari masa lalunya itu, Azzura bangkit untuk mendirikan rumah ini. Tujuannya jelas, ia tidak ingin ada banyak Azzura-Azzura lain yang terjebak dalam dunia PSK seperti dulu. “Azzura, ayo kita makan dulu... “seru Bahia dari dalam rumah itu. Azzura mengangguk dan langsung masuk ke dalam rumah. “Aku udah siapin semuanya..” kata Bahia. Azzura bergerak ikut duduk lesehan bersama Bahia. Rumah ini berukuran minimalis hingga tidak mungkin untuk meletakan set meja makan beserta kursi yang pastinya akan memakan ruang banyak di sana. Mereka hanya bisa meletakan meja makan bulat yang tidak memakan banyak tempat. “Wah, apa ini masakan chef Bahia? Masyallah sebanyak ini? “ Azzura terkagum. Bahia menyiapkan makanan sebanyak ini sendirian dalam waktu yang relatif sebentar. “Ayo buruan duduk...”kata Bahia. Gadis itu menyodorkan sepiring nasi pada Azzura. “Zura kamu belum cerita soal asal usul rumah ini. Ini rumah siapa? “ “Rumah ini milik seorang gadis yang baik hati. Dia menitipkan rumah ini untuk dijaga dan digunakan untuk hal-hal bermanfaat. “ “Gadis siapa ? Terus dia kemana sekarang? “ Rumah sederhana ini Azzura dapatkan dari seorang wanita baik hati yang tidak sengaja bertemu dengannya malam itu. Ya, malam di mana hati Azzura begitu hancur karena sepucuk surat dari Azka. Wanita itu yang menolong Azzura, saat Azzura hampir saja terserempet motor. “Terima kasih... “ “Hanya terima kasih? “kata gadis itu. Ia tersenyum begitu ramah. “Lalu? “ “Bagaimana kalo traktir makan? “ “Oh, iya, baiklah.. mau makan di mana? “ “Hem. Kamu suka pecel ikan lele? “ “Suka.” “Bagus.” Wajah gadis itu berseri. “Di dekat sini ada warung pecel yang paling enak. Kita ke sana yuk..” “Iya.” Gadis itu langsung menggandeng tangan Azzura. Seolah mereka sudah bersahabat lama. Biasanya Azzura sangat berhati-hati dengan orang baru kenal. Namun entah kenapa dengan gadis yang bahkan belum Azzura ketahui namanya itu, Azzura sama sekali tidak merasa perlu melakukan hal itu. “Mau, ikan lele goreng atau lele bakar? “ tanya gadis itu setelah mereka sampai di warung pecel lele sederhana di pinggir jalan. “Goreng aja.” “Oke. Kamu duduk dulu aja. Biar aku yang pesen.” Azzura mengangguk. “Iya.” Azzura memilih duduk di meja tengah, terlihat gadis itu tengah memesan. Azzura mengamati warung makan itu, pengunjung didominasi para muda-mudi yang adil mengobrol dan bercengkrama. Azzura baru ingat bawah hari ini malam minggu. Setiap jam seolah tidak pernah sepi. “Teman ya, Mbak? “ tanya seorang wanita paru baya, tiba-tiba mengejutkan Azzura. “Hem.” Azzura mengangguk. “Oh.” Wanita paru baya itu bergumam. “Kok bisa sih Mbak ?” “Ha?” Azzura bingung. Wanita paru baya itu tidak menjawab, ia langsung pergi saja. Kembali ke tempat duduknya. “Makanannya bentar lagi sampai... “ Gadis itu menarik kursi di sebelah Azzura. Lalu duduk dengan senyum lebar. Sangat ramah. “Eh, btw nama kamu siapa? Nama aku...hem... kamu panggil aja aku, Azhaar.” “Aku Azzura Jannah.” “Wow, nama yang bagus. Azzura Jannah yang artinya langit biru di surga... Sangat bagus.” Azzura tersenyum kecil. “Kuliah atau kerja? “ “Kuliah. Kamu ?” “Mereka berteman.” Bisik seorang tepat di meja belakang Azzura. “Aku kasihan pada gadis berjilbab itu. Gadis berpakaian seksi itu pasti akan memberi dampak buruk baginya. Aku juga sering liat gadis itu di pinggir jalan. Sungguh menjijikan.” Azhaar tersenyum kecut, jelas ia mendengar percakapan kedua wanita paru baya itu. “ Jadi kamu sudah tahu aku berkerja apa sekarang ? Tidak perlu memaksa diri untuk tetap di sini. Pulang lah... biar aku yang bayar makanan ini. Tadi aku cuman sedang menggoda mu. Dua porsi ikan leleh bisa aku makan sendirian, aku sangat suka ikan lelah.” Azzura memilih bungkam. Ia tidak hendak pergi meninggalkan gadis itu. Keheningan langsung menyapa keduanya. Azhaar memilih mengalihkan perhatian dengan melihat jalan yang selalu ramai dipenuhi kendaran beroda. “Belum pergi, Zur ?” tegur Azhaar. Mata gadis itu masih menerawang jauh ke jalan. “Apa kamu tidak takut padaku, Zura? Bisa saja apa yang mereka katakan benar. Aku mungkin bisa menjadi sesuatu yang buruk untukmu ?” “Kenapa harus takut? “ “Hahahah.. “Azhaar tertawa pelan. “Karena aku bukan wanita baik-baik. Aku pelacur.” Azzura terdiam. Jelas ia terkejut. Bertepatan dengan itu makanan pesan mereka datang. “Sepertinya lebih baik kamu makan dulu, baru pulang.. “kata Azhaar. Azzura mengangguk kecil. “Saat aku katakan bahwa aku seorang p*****r sepertinya kamu sangat terkejut. Apa pakaian yang aku gunakan kurang seksi sehingga sulit bagimu untuk mengenaliku? “ Azhaar tertawa pelan akan keluguan Azzura. “Tidak ada gadis baik-baik yang berkeliaran di jalan dengan baju semini ini kalo bukan kupu-kupu malam sepertiku.” “Kamu benar-benar seorang —“ “Yap... “ Gadis itu tersenyum lebar. Entah kenapa Azzura merasa itu hanya senyum palsu. “Aku sudah terjun di dunia ini sejak usia ku 18 tahun.” “18 tahun? “ Suara Azzura seperti tercekik. Gadis ini, mengingatkannya pada masa lalunya. “Ya... Ceritanya panjang. Aku kabur dari rumah bersama pacarku....dan berakhir seperti ini.” Azzura tertegun. “Waktu itu aku belum mengerti apa pun mengenai hidup. Cinta adalah barang mewah bagiku dan dulu aku pikir itu layak untuk diperjuangkan.... “ “Lalu.... “ “Ha? Lalu apa?” Gadis itu tersenyum kecut. “Lebah hanya suka pada serbuk sari. Saat sebuk sari sudah tidak ada maka dia akan mencari bunga lain.” “Mungkin inilah nasibku. Mungkin ini hukum untukku juga.” “Dasar gadis murah! Beraninya kamu mendekati suamiku!!!” Tanpa terduga, wanita paru baya yang baru saja datang, menjambak keras rambut Azhaar secara tiba-tiba. Azhaar sampai terhuyun-huyun karena jambakan wanita itu. Wanita itu begitu marah, hingga tidak ada orang di sana yang berani menolong Azhaar dari amukan wanita itu. Berkali-kali Azzura hampir tersungkur karena mencoba menolong Azhaar. Azhaar hanya diam saja. Ia tidak berusaha melawan wanita itu. Azhaar membiarkan wanita itu menyenangkan rambutnya dan menyeretnya tubuhnya di depan semua orang. “Dasar w************n !” teriak wanita itu. “Aku tidak akan membiarkan mu hidup! AKU AKAN MEMBUNUH MU!” Wanita itu mengeluarkan pisau dari dalam tasnya. Beruntung Azzura melihat pergerakan itu dan segera menahan wanita itu. “Tolong, bantu gadis itu... “ seru pemilik warung. Beberapa pengunjung mencoba mengambil pisau dari tangan wanita itu. Dan sebagian yang lain menghubungi pihak berwajib. Azhaar terisak di posisinya. Terduduk di lantai dengan tubuh lemas. Rambut panjang gadis itu acak-acakan, make up yang menghiasi wajahnya juga berantakan. Azzura segera mendekati Azhaar dan berusaha menenangkan gadis itu. Tidak ada yang mau menolong Azhaar. Sebagian yang lain malah menatap Azhaar dengan pandangan hina. “Minum dulu..” perintah Azzura. Dengan tangan gemetar Azhaar menerima gelas itu. “T—terima kasih Azzura.” “Ayo berdiri.” Azzura membantu Azhaar berdiri. Lutut Azhaar gemetar, hingga sepertinya amat sulit untuk berdiri dengan tegap. “Aku akan antar kamu pulang. Sekarang lebih baik jika kamu pulang.” “T—tidak perlu Azzura. Aku tidak ingin pulang. Ku mohon, jangan paksa aku. Biarkan aku sendiri. Kamu pulang saja ini sudah malam.” “Tidak. Aku akan menemani kamu. Jika kamu tidak ingin pulang, baiklah, aku juga tidak akan pulang.” “T—tapi..” “Kamu mau ke mana untuk menenangkan diri ?” tanya Azzura. “Aku, aku ingin ke masjid.” “Masjid? “ Azhaar mengangguk lemah. “Tolong bantu aku ke masjid Azzura... “lirihnya. Di masjid, Azhaar menangis tersedu-sedu. Azzura memilih menjaga jarak dari Azhaar, membiarkan gadis itu menenangkan dirinya dengan mengadu pada sang Rabb. Setelah tangis Azhaar reda, Azzura mendekati Azhaar. “Terima kasih sudah mau menemaniku, Azzura... “ Azhaar terlihat begitu cantik dalam balutan mukena. “Apa aku boleh tanya sesuatu? “ Azhaar mengangguk. “Kenapa kamu tidak membela diri tadi? “ “Membela diri untuk orang yang tidak salah, aku salah maka tidak berhak bagiku untuk melakukan itu.” “Sekarang aku yakin. Untuk melepas ini semua. Aku ingin menjadi manusia yang lebih baik Azzura. Aku akan memperbaiki semua kesalahanku. Aku akan pulang.” Azzura tersenyum. Sungguh hanya Allah yang memegang hati setiap manusia, tidak ada manusia yang berhak menghakimi orang lain. “Apa boleh aku meminta sesuatu padamu Azzura? “ tanya Azhaar. “Aku ingin kamu menyelamatkan banyak orang seperti aku. Aku ingin kamu menoleh banyak gadis agar tidak terjebak dalam dunia gelap itu.” “Pakailah rumah ini. Gunakan rumah ini untuk memulai keinginan ini. Ku mohon.” Azhaar menyerahkan kunci kepada Azzura. “Jadi namanya Azhaar.....” kata Bahia. Azzura mengangguk. “Azhaar, dia gadis baik. Aku berdoa semoga dia menemukan jalan hijrahnya.” “Aamiin.” “Lalu apa rencanamu untuk rumah kreativitas ini ?” “Hem. Terlebih dulu, aku akan mengajukan proposal bantuan ke perusahan, kampus, dan rumah sosial lainnya. Rumah kreativitas membutuhkan donasi untuk operasional.” “Kalo gitu aku bantu ya...” Bahia menawarkan diri dan dengan senang hati Azzura menerimanya. ****

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD