Seina melipat kedua tangannya di d**a sembari memandangi pria yang merebahkan tubuhnya diatas sofa. Dengan mata terpejam pria itu seolah sedang mengatur napasnya yang terengah-engah karena kelelahan di kejar oleh Seina.
"Buka matamu, saat ini kamu sedang berada di apartemenku," kesal Seina kemudian pergi meninggalkan Darel yang masih mengumpulkan nyawanya.
Perlahan Darel terduduk, ia memperhatikan ke sekeliling, ia takut melakukan kesalahan saat ia mabuk di apartemen Seina. "Kenapa bisa ada di sini?" batinnya.
Dengan tertatih Darel mencoba berjalan ke arah pintu. Seina yang berada di dapur melirik ke arah Darel, ada rasa iba di hatinya melihat pria yang sudah ia pukuli. Seina pun memanggil Darel dan menyuruhnya untuk duduk di kursi.
"Minumlah, ini bisa mengurangi rasa pusingmu karena alkohol," ucap Seina.
"Terima kasih." Darel meminum habis air lemon yang di racik oleh Seina. "Maaf Seina, apa semalam aku merancu tak jelas atau mengatakan sesuatu yang tidak penting kepadamu?"
"Sepertinya tidak, kamu langsung merebahkan tubuhmu di lantai lalu tidur seperti orang mati."
Darel memicingkan matanya menatap Seina yang asik mengolesi roti. Seina membungkus roti yang sudah ia beri selai lalu menyodorkannya ke depan Darel.
"Bawalah, sepertinya kamu akan terlambat untuk bekerja."
Seolah di ingatkan Seina, Darel lalu melihat jam yang ada di ponselnya. "Oh s**t! Aku terlambat mengajar."
Dengan tergesa-gesa, Darel keluar dari apartemen Seina kemudian masuk ke dalam apartemennya sendiri. Seina hanya mencebikkan bibirnya, kembali masuk ke ruang kerjanya.
"Dasar aneh!"
Seketika ingatannya kembali saat Darel mabuk. Dia terus merancu memanggil namanya.
"Argh ... Kenapa dia terus memanggil namaku?" gerutunya.
Sudut bibir Seina terangkat, tangannya mulai menari di atas keyboard menuangkan semua yang ada di otaknya. Nama Darel terlihat jelas di sana, karakter utama pria dalam cerita yang Seina buat kali ini adalah Darel.
Lantunan lagu penyanyi asal Korea pun menggema dari ponsel Seina terlihat nama Arya di sana, dengan antusias Seina pun mengangkat panggilan tersebut.
[Halo, Sayang. Apa kamu sedang sibuk?] sapa Arya.
"Iya sayang, aku sedang membuat Sebuah cerita. Ada apa?" tanya Seina.
[Bisakah kamu datang ke kantorku? Aku ingin berkencan denganku, sepulang kerja.]
"Baiklah, nanti jam empat aku ke kantormu."
[Oke, bye Sayang.]
Seina kembali mengerjakan pekerjaannya, masih ada waktu untuk menulis semua yang masih menempel di otaknya.
***
Seina begitu antusias untuk segera pergi ke kantor Arya karena sudah lama tidak pernah berkencan dengan tunangannya itu. Tepat pukul empat sore Seina Sudah Sampai di Gedung Maximus. Ia pun menunggu Arya di lobi sembari memainkan ponselnya.
[Seina : Sayang, aku sudah ada di lobi.]
Seina mengirimkan pesan untuk Arya sambil memandangi pintu lift. Sudut bibirnya pun terangkat saat melihat Arya keluar dari lift. Seina pun beranjak dari kursinya untuk menghampiri Arya.
Namun, senyuman Seina memudar ketika melihat Laras tiba-tiba saja berlari ke arah Arya.
"ARYA." Dengan santainya ia mengalungkan tangannya di lengan Arya.
Seina yang melihat itu pun mengepalkan tangannya kemudian berjalan ke arah Arya dan Laras.
"Ehm ...." Seina berdehem, mengagetkan Arya dan juga Laras.
Melihat Seina, Arya melepaskan tangan Laras dari tangannya. "Sayang, kamu sudah datang," ucap Arya panik.
"Jadi kamu nyuruh aku ke sini cuma untuk melihat kemesraan kalian!" ketus Seina.
"Bukan itu sayang, aku juga tidak tahu kenapa Laras bisa ada di sini," elak Arya.
"Benarkah, lalu kenapa kamu diam saja saat dia merangkul tanganmu?!
"Se-Seina, maaf aku tidak tau kalau kamu datang Seina," ucap Laras polos tanpa merasa bersalah.
Seina berdecak. "Oh jadi kamu sering datang ke sini?" Seina menatap tajam ke arah Arya dan juga Laras. "Jadi kalau aku enggak datang kalian sering pergi berdua, keren sekali. Jadi kamu ini sahabatnya atau selingkuhannya!" desak Seina menatap tajam Laras.
"Sudah Sayang, malu di liat yang lain. Ayo, kita pergi!" ucap Arya merangkul bahu Seina.
Seina menepis tangan Arya melangkah mendekati Laras. "Aku tahu maksudmu, selama aku masih bersikap baik kepadamu jangan pernah mengganggu hubunganku dan Arya."
Arya menggenggam tangan Seina, menariknya menjauh dari Laras.
“Arya,” ucap Laras menghentikan langkah Arya dan Seina.
Seina menepis tangan Arya. "Kamu pilih aku atau dia?" tanya Seina penuh penekanan.
"Ya jelas aku pilih kamu, karena kamu tunangan aku."
"Kamu dengar Laras, jadi berhentilah sok penting bagi Arya. Dan berhentilah menjadi parasit di hubungan kami!" jelas Seina. Semua orang yang ada di sana menatap ke arah Laras dengan tatapan sinis.
"Peringatan terakhir untukmu, aku tidak tau spesial apa hubungan kalian. Tapi, kalau sampai kamu mengganggu hubungan kami, aku tak segan membuat masalah denganmu."
Arya kembali merangkul bahu Seina membawanya keluar dari kantornya.
Sepanjang perjalanan Arya tersenyum sambil melirik ke arah Seina yang masih kesal karena ulahnya dan Laras.
"Berhenti menatapku."
"Kamu sangat cantik Sayang." Seina memukul tangan Arya, meluapkan emosinya.
"Sayang maaf, tapi aku senang melihat kamu marah sama Laras. Sebenarnya ini rencanaku!" tuturnya.
“Apa!” Arya menyeringai, kemudian kembali fokus dengan kemudinya. "Maksudmu apa, kenapa aku jadi bagian rencanamu?”
“Ucapanmu benar jika selama ini Laras menyukaiku, dari sejak itu aku menjauhinya. Tapi semakin aku menjauhinya, dia malah semakin mendekatiku, bahkan dia sering datang ke kantorku hanya untuk pulang bersama."
"Terus ... kamu mengantar dia pulang?"
"Aku meninggalkannya di halte," ucapnya dengan tertawa terbahak-bahak. "Aku pikir dia akan kapok datang ke kantorku karena sudah aku permalukan. Tapi nyatanya, dia kembali datang."
Sudut bibir Seina terangkat, ia memalingkan wajahnya. “Jadi ini semua rencananya agar Laras tidak lagi datang ke kantor Arya," batin Seina.
"Oh ya, apa ada tempat yang ingin kamu kunjungi?"
"Aku ingin menonton film horor," pintanya.
"Oke sayang ...."
Seina tersenyum. "Apa pun yang mereka katakan. Aku akan tetap percaya kepadamu, Arya" ungkap Seina.
Sementara itu, Laras merutuki kebodohannya dengan datang ke kantor Arya. Sekarang Seina tahu jika dia menyukai Arya dan sering datang ke kantornya.
Selain membuatnya malu, hal itu malah akan membuatnya semakin susah untuk mendekati Arya.
"Argh, sial. Kenapa dia harus muncul di sana sih!"
Laras lalu mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Arya. Namun, panggilannya dialihkan.
"b******k dia memblokir nomorku!" kesal Laras sembari melempar ponselnya ke atas sofa. "Aku akan merebut Arya dari wanita sialan itu. Lihat saja!"
Laras mengambil kembali ponselnya, memainkan jemarinya saat pesan teksnya tidak juga di balas oleh Arya. Penasaran, ia lalu menghubungi lagi nomor Arya.
[Panggilan anda dialihkan ....]
"Aahhhhh ...!"
Laras berteriak lalu mematikan panggilannya.Tak hilang akal, ia kemudian menghubungi Dedi yang tak lain sahabat Arya.
[Halo, ada apa Laras?] ucap Doni.
"Halo Don ... aku mau tanya, kamu masih komunikasi dengan Arya?"
[Masih, memangnya ada Ras?]
"Sepertinya nomor ponselku di blokir sama Arya. Bisa tolong hubungi dia dan membuka blokiran-nya, soalnya tunangan Arya cemburu sama aku,” ucap Laras.
[Cemburu ...cemburu karena apa, bukankah Seina tahu kalian berteman baik?]
"Ceritanya panjang, tolong beri tahu Arya untuk membuka blokiran nomor ponselku."
[Oke, tapi sebaiknya kamu jelasin juga hubungan kalian ke tunangannya, agar dia tidak cemburu kepadamu.]
"Iya-iya. Bye, Don."
Laras menyeringai, ia terus mencari perhatian teman-teman Arya agar memihaknya dan membenci Seina. Bahkan ia mengarang cerita seolah dirinya korban dari kejahatan yang tidak pernah Seina lakukan.
"Lihat saja Seina, aku akan membuat Arya membencimu."