Diam-diam Seina mendownload aplikasi penyadap yang terpasang dengan ponsel Arya. Ia sengaja melakukan itu, karena penasaran apa yang dilakukan Arya di belakangnya. Tak lupa Seina mematikan notifikasi perangkat yang terhubung agar Arya tidak sadar jika ponselnya di sadap.
"Sayang ... sudah selesai?" Seina menghampiri Arya yang baru saja keluar dari toilet.
"Hm, kita mau ke mana lagi?" tanya Arya.
Seina melingkarkan tangannya di lengan Arya lalu berucap, "Ini sudah malam, kamu juga besok harus kerja, jadi kita pulang saja."
"Kamu yakin?"
"Hm ... ayo, kita pulang!" ajak Seina mengeratkan tangannya di lengan Arya.
Seina begitu menikmati kencannya bersama sang kekasih, ia berharap setelah menikah pun Arya akan tetap bersikap baik kepadanya seperti saat ini.
Sampainya di apartemen, Seina keluar dari lift sambil membawa barang belanjaannya. Matanya memutar saat melihat Darel berdiri di depan apartemen, menatapnya sambil tersenyum.
"Hai Seina ...," sapa Darel.
"Hai," jawabnya ketus.
"Apa kamu bisa datang ke apartemenku?" tanya Darel yang membuat Seina membalikkan tubuhnya dan menatap Darel. "Aku hanya ingin mengundangmu makan malam, sebagai ucapan terima kasih karena kamu telah merawatku saat aku mabuk kemarin."
Melihat ketulusan Darel, Seina akhirnya menyetujui permintaan Darel. Sudut bibir Darel mengembang saat Seina berjalan ke arah apartemennya.
"Silahkan masuk."
Seina tersenyum kemudian masuk ke dalam apartemen Darel. Matanya meneliti setiap benda yang berada di sana.
"Di mana Diana?" tanya Seina.
"Dia sudah balik ke Surabaya," jawab Darel. "Kemari lah, aku sudah menyiapkan makanan untukmu."
Sein mengikuti langkah kaki Darel, berjalan ke meja makan. Darel menarik salah satu kursi dan mempersilahkan Seina duduk.
"Terima kasih," ujar Seina tulus.
Darel menyiapkan piring serta sendok, lalu menuangkan air putih untuk Seina. "Aku tidak tahu seperti apa makanan kesukaanmu tapi aku harap kamu menyukai masakan-ku."
Seina hanya mengangguk, kemudian menyendok makanan ke piringnya. Seina tidak mungkin menolak permintaan Darel selain menghargai niat baiknya, Seina juga ingin tahu seperti apa apartemen Darel.
Sambil makan, sesekali Seina menulis detail apartemen Darel di ponselnya. Tokoh Darel yang ada di ceritanya merupakan gambaran Darel asli yang berada di hadapannya.
"Kapan kamu akan menikah dengan Arya?" tanya Darel.
"Sekitar dua bulan lagi mungkin sudah berkurang, kamu kapan akan menikahi tunanganmu?" tanya Seina Balik.
"Aku masih belum yakin sama dia," jawab Darel singkat.
"Jangan memberi harapan palsu sama dia, kalau kamu tidak bisa menepati janjimu."
Darel menatap Seina, ia merasa tersinggung dengan ucapannya. Ingatan Darel kembali saat mereka melakukan perjanjian. 'Jika kamu berhasil membuat aku menyukaimu, aku akan menerimamu di hadapan siswa dan siswi lainnya.'
"Apa kamu ingat janjimu dulu?" tanya Darel.
"Janji, janji apa?" tanya Seina.
"Jika aku berhasil membuatmu jatuh cinta kepadaku, kamu akan menerimaku di hadapan para siswa di sekolah kita."
"Apa! Hahaha ... Apa aku pernah berjanji seperti itu? tapi jika aku memang pernah berjanji seperti itu, aku pastikan kamu gagal Darel."
"Gagal!"
"Hm ... kamu gagal karena aku tidak menyukaimu," jelas Seina menyembunyikan kebohongannya.
"Bagaimana jika sekarang aku bisa membuatmu mencintaiku?" tantang Darel.
Mata keduanya saling bertatapan, cinta yang selama ini di pendam oleh keduanya kembali bergemuruh di hati masing-masing. Ada rasa bahagia bercampur ketakutan akan hal yang mungkin bisa saja terjadi di antara mereka berdua. Pengkhianatan serta perselingkuhan membayangi hubungan keduanya.
"Kita sudah dewasa, aku tidak mau melakukan itu," oceh Seina sembari menghabiskan makanan yang ada di piringnya.
Seina beranjak dari kursinya, berniat pergi dari apartemen Darel karena hatinya sudah tak menentu saat berhadapan dengan pria yang menggetarkan hatinya itu. "Terima kasih atas makan malamnya, aku pergi dulu. Bye Darel."
Dengan tergesa-gesa, Seina keluar dari apartemen Darel lalu masuk ke dalam apartemennya. Kaki Seina terpeleset, seketika tubuhnya tersungkur ke lantai sambil bersandar di balik pintu.
"Ada apa dengan jantungku, kenapa jadi seperti ini!" gumam Seina.
Sementara itu, Darel hanya diam menatap kepergian Seina. Ia tidak bisa memaksa Seina ikut permainan yang sudah ia rencanakan.
***
Matahari sudah menampakan sinarnya, menyinari seluruh alam, memberikan energi positif bagi mahluk di dunia ini. Suara kicauan burung pun menjadi alarm terindah untuk Seina yang masih terjaga dari semalam.
Ia meregangkan otot tubuhnya, setelah lama duduk di kursi kerjanya. "Baiklah Seina, kamu sudah berhasil menyingkirkan hal-hal yang tak di inginkan," desis Seina lalu beranjak dari kursinya.
Seina memutar kenop pintu kamar mandi dan mulai membersihkan tubuhnya. Dia kembali ke rutinitas yang begitu-begitu saja, selama tiga tahun ini, setelah Seina memilih resign dari kantor tempatnya bekerja dulu.
Seina mengoleskan cream di wajahnya, kemudian merapihkan rambutnya yang sering menjadi bahan tertawaan tetangga apartemennya. Tak lupa ia menyemprotkan parfum agar mereka mencium aroma tubuh Seina.
"Membuang sampah saja harus memikirkan penampilan," gumam Seina menatap tubuhnya di depan cermin. Ia lalu keluar dari apartemennya untuk membuang sampah.
Seina melempar botol minuman ke dalam tong sampah. Ia begitu kesal, karena saat dirinya berpenampilan menarik tidak ada satu orang pun penghuni apartemen yang membuang sampah di sana.
"Eh Non Seina, sedang apa Non?" tanya Toni yang merupakan sekuriti apartemen.
"Pak Toni tidak lihat, kalau aku sedang membuang sampah!" hardik Seina.
"Iya Non, maaf saya kan cuma bercanda," mohonnya.
"Para penghuni apartemen ke mana Pak? Biasanya buang sampah saja harus mengantri."
"Oh, inikan sudah jam tujuh Non. Biasanya kan Non Seina buang sampah jam enam pagi, jadi masih ngantri."
"Sia-sia kerja kerasku," batin Seina.
Dengan langkah gontai, Seina kembali masuk ke dalam gedung apartemen. Ia terus mengetuk-ngetuk sendalnya sambil menunggu pintu lift terbuka.
"Liat, bukankan dia wanita di lantai enam kan, kenapa penampilannya berubah," bisik seorang wanita penghuni apartemen yang masih bisa di dengar oleh Seina.
"Akhirnya si itik buruk rupa menjadi seekor angsa," sambung temannya yang lain.
"Apa mungkin dia berpenampilan seperti itu karena ingin menarik perhatian pria di lantai enam juga," pungkas teman wanita lainnya.
Seina hanya memutar bola matanya, tak mempedulikan tiga wanita pengangguran yang sering bergosip di apartemennya. Mereka bertiga di juluki biang gosip, karena selalu membicarakan semua penghuni apartemen. Di pimpin oleh ketua geng Sarah dan anak buahnya Lili serta Amel
Melihat pintu lift terbuka, tiga wanita tersebut mulai merapikan penampilannya saat melihat Darel keluar dari apartemen.
"Hai Darel," sapa Sarah. Darel hanya tersenyum tak berniat menyapa balik Sarah.
"Hai, Seina. Apa tidurmu nyenyak?" tanya Darel yang membuat ketiga biang gosip itu menganga.
Seina melirik ke arah 3 wanita itu lalu kembali menatap Darel. "Ehm ... tidurku nyenyak, terima kasih atas makan malamnya," ucap Seina dengan meninggikan volume suaranya.
Ia menyeringai setelah berhasil membuat ketiga wanita tersebut cemburu kemudian menutup pintu lift.
"Rasakan!"