Seina menunggu Darel sadar, setelah dua orang perawat membersihkan lukanya. Pihak sekolah pun sudah menghubungi orang tua Darel untuk segera datang ke rumah sakit.
Kasus ini pun akhirnya di tangani pihak berwajib karena ada bukti serta saksi pengeroyokan.
Ceklek
Seina melihat ke arah pintu ketika mendengar seseorang masuk ke dalam ruangan Darel. Seina hanya diam, ketika seorang wanita paruh baya berjalan melewatinya.
"Darel, ya Tuhan Nak, kenapa bisa jadi seperti ini!" lirih wanita paruh baya.
Seina beranjak dari kursinya saat sadar jika yang ada di hadapannya adalah ibu Darel. Mata Seina dan wanita paru baya itu pun saling bertatapan.
"Ehm ... saya teman Darel tante, di perintahkan oleh pihak sekolah untuk menjaga Darel," jelas Seina.
"Ah iya, terima kasih banyak. Maaf sudah merepotkanmu. Oh ya, nama kamu siapa?" tanyanya.
"Seina Bu, kalau begitu saya pamit pulang dulu, permisi." Seina mengambil tasnya, kemudian keluar dari ruangan Darel.
Lima hari setelah pengeroyokan, tidak ada kabar dari Darel. Bahkan Darel tidak membalas pesan dari Seina, membuat Seina semakin khawatir.
Ketidak hadiran Darel rupanya baru menyadarkan Seina jika dia menyukai pria itu. Seina mencoba menghubungi ponsel Darel, tetapi di alihkan membuatnya semakin khawatir.
Saat jam istirahat Seina berencana menemui teman Darel dan menanyakan keadaannya.
"Dino," teriak Seina sambil melambaikan tangan.
"Hai, Seina," sapanya.
"Em ... kamu sudah bertemu dengan Darel, bagaimana keadaannya?" tanya Seina.
"Darel sudah siuman."
"Ah, syukurlah. Jadi kapan dia masuk ke sekolah?"
"Lah, kamu tidak tahu Sei kalau Darel pindah sekolah." Seina hanya diam, dia tak percaya dengan apa yang baru dia dengar. "Maaf, aku kira kamu udah tahu Sei. Darel sudah pindah sekolah, kemarin orang tua dia ke sini untuk mengambil surat pindah," jawabnya.
"Apa kamu punya nomor ponsel Darel yang bisa di hubungi?" tanya Seina, dia ingin menanyakan sendiri kenapa Darel pindah dan tak memberitahunya.
"Nomor ponsel Darel masih yang lama, baru saja dia telepon aku," ungkap Dino yang membuat Seina tercengang.
"Ap-apa?"
Seina kemudian menghubungi Darel, tetapi lagi-lagi panggilannya dialihkan. Dia hanya bisa menatap layar ponselnya yang terus gagal menyambungkan panggilannya.
April 2023 - Masa Kini
Dentuman musik menghipnotis para pengunjung klub malam xx, mereka berlenggak-lenggok tubuhnya di atas lantai dansa. Tanpa beban pikiran dan tanpa rasa malu sedikit pun mempertontonkan sesuatu yang ada pada diri mereka.
Darel meneguk Vodka dalam sekali teguk, ia ingin meluapkan semua yang ada di pikirannya. Tentang Seina atau pun Diana yang terus meminta menikahinya.
"Hai, Darel," ucap Dino yang baru saja datang.
"Hai, kenapa baru datang ... Aku menghubungimu lima jam yang lalu!" ungkap Darel dengan suara berat khas orang mabuk.
"Maaf, aku menunggu istriku tidur dulu. Oh ya, apa kamu sudah bertemu dengan Seina?" tanya Dino.
Darel tak bergeming malah menikmati minumannya dengan tenang. "Aku kira dulu kamu pacaran sama Seina, ternyata kamu hanya memberi harapan palsu," sambung Dino.
"Maksudmu?" tanya Darel mencerna ucapan Dino. Tidak ada yang tahu jika saat sekolah dulu Darel sudah menyatakan cintanya kepada Seina, meski dia belum menjawab IYA.
"Seina, kamu masih ingat kan. Dulu saat kamu berada di rumah sakit dia begitu mengkhawatirkanmu sampai tiap hari dia menanyakan keadaanmu kepadaku. Bahkan dia terlihat menangis saat tau kalau kamu pindah sekolah, da—"
Belum selesai Dino berbicara, Darel pergi meninggalkannya begitu saja. Dino lalu mengejar Darel hingga berlari ke parkiran. Namun, mobil yang di kemudikan Darel melewatinya begitu saja.
"Darel ... Darel, kamu belum membayar minumanmu!" teriak Dino. "Argh, sial!" Mau tidak mau ia kembali masuk ke dalam klub dan membayar minuman yang sudah Darel habiskan.
Dino hanya berdecak kesal melihat kelakuan sahabatnya. Dino merupakan salah satu sahabat Darel yang masih bertahan hingga saat ini, meski jarak mereka jauh tetapi komunikasi mereka tetap terjaga. Bahkan Dino sering datang ke Surabaya untuk menemui Darel, pun sebaliknya.
"Kamu hanya memberikan harapan palsu." ucapan Dino terus berputar di kepala Darel.
Dia menginjak pedal gas tak memperdulikan mobil lain yang masih berlalu lalang.
Hanya membutuhkan waktu lima belas menit saja untuk sampai ke apartemennya. Darel lalu memarkirkan mobilnya di basemen. Meski berjalan sempoyongan, Darel terus berusaha berjalan lalu masuk ke dalam lift.
Darel bergegas keluar dari lift ketika melihat pintu lift terbuka. Ia berjalan menyusuri tembok apartemen sebelum akhirnya berhenti di depan pintu apartemen Seina. Darel terus memencet bel apartemen Seina, sampai sang pemiliknya kesal dibuatnya.
"Untuk apa malam-malam begini datang ke apartemenku!" hardik Seina membukakan pintu.
Bukannya menjawab ucapan Seina, Darel menerobos masuk ke dalam apartemen tanpa permisi kemudian membaringkan tubuhnya di atas lantai.
"Hei ... cepat pergi dari sini!" ucap Seina, membangunkan Darel dengan menggoyang-goyangkan tubuh menggunakan kaki.
Darel tak merespon sama sekali, malah ia tertidur seperti orang mati.
"Darel bangun, ini bukan apartemenku!" Seina yang kesal meninggalkan Darel begitu saja, tidur di lantai.
***
Bunyi alarm ponsel menggema di kamar Seina, perlahan ia membuka mata yang masih terasa sepat dan berat hanya sekedar melihat jam yang ada di ponselnya. Tangan Seina menyusuri layar ponselnya untuk mematikan alarm.
Namun, ponselnya tidak juga berhenti berbunyi. Seina membuka matanya dan melihat jika ponselnya sudah tidak berdering lagi. Ia kemudian beranjak dari ranjangnya, mencari sumber suara.
"Argh ...! Hei bangun, kau akan terlambat bekerja," ujar Seina membangunkan Darel dengan kakinya. "Darel bangun, kamu akan terlambat bekerja!" teriak Seina di telinga Darel hingga membuatnya bangun.
"Seina, ah!" Darel memegang kepalanya yang terasa berat. "Mengapa kamu berada di rumahku?"
Bukannya menjawab Seina malah memukul Darel dengan bantal hingga ia terhuyung ke belakang. "Kamu benar-benar menyebalkan," gerutu Darel sambil mengingat kenapa ia bisa berada di rumah Seina.
Matanya pun melirik ke arah Seina yang berjalan ke dapur. Perlahan Darel berdiri berniat kabur dari sana. Namun, ketika ia melihat Seina kesusahan membuka botol, Darel pun berjalan mendekatinya.
"Biar aku buka." Darel membantu membuka botol selai lalu mengambil air putih di lemari pendingin. "Kamu tidak punya obat pengar?"
Seina berbalik menatap Darel sambil melipat kedua tangannya. "Apa kamu pikir aku pemabuk sampai harus sedia obat pengar?"
Darel memutar bola matanya, ia lupa jika Seina tidak pernah mabuk dan mungkin ia juga tidak pernah melihat botol haram itu. "Bisakah kamu membelikan obat pengar untukku?"
Seina berdecak, ia berjalan mendekati Darel hingga pria itu pun melangkah mundur, menempel di lemari pendingin. "Ka-kamu mau apa?"
Perlahan Seina menarik kepalanya kemudian menghantam dahi Darel hingga ia meringis kesakitan. "Argh ... apa kamu gila. Kalau kamu tidak suka tinggal bilang!" gerutu Darel. Sambil memijat pelipisnya Darel berjalan melewati Seina.
"Kamu mau ke mana, sudah sadar belum. Kalau belum akan aku hantam dengan ini," ucap Seina sembari membawa perata kue.
"Tu-tunggu Seina, apa yang mau kamu lakukan?"
Seina melangkah semakin dekat dengan Darel. "Kamu pikir apa yang akan aku lakukan dengan benda ini?"
"Argh, kamu wanita mengerikan, Seina ...." Darel lari terbirit-b***t menjauhi Seina yang mengejarnya.