11. Pria Menyebalkan

1102 Words
Seina membuka ponselnya ketika mendengar notif pesan, terlihat nama Dino di sana. [Dino : "Undangan terbuka bagi para alumni SMA Pelita Bangsa, agar menghadiri Acara Reuni yang akan di selenggarakan di Gedung Pakuwon. Hari Sabtu, 17 November 2022, jam 18.00 sampai dengan selesai.] Seina menyimpan ponselnya, ia sama sekali tak berminat datang ke acara tersebut. Ia kembali fokus dengan pekerjaannya, mendengarkan musik yang di putar dengan suara yang begitu kencang. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, matahari sudah kembali ke tempatnya di ganti terangnya bulan. "Apa telingaku bermasalah, sepertinya tadi ada bel berbunyi," gumam Seina. Bel kembali berbunyi, Seina yang masih asik menikmati dentuman musik yang mengalahkan bunyi bel. Sementara di depan apartemen, Arya berdiri menunggu Seina keluar dari apartemennya. Beberapa kali Arya menghubungi Seina, tapi panggilannya dialihkan. Seina akhirnya tersadar saat ponselnya mati, ia kemudian mengecek ponselnya yang ternyata ada panggilan dari Arya. Seina bergegas keluar dari ruang kerjanya, membukakan pintu untuknya. "Sayang ... maafkan aku," mohonnya sambil mengalungkan tangannya di leher Arya. Tanpa mereka sadari, sepasang mata sedang menatap ke arah mereka saat pintu lift terbuka. Seina melirik ke arah Darel, perlahan dia menurunkan tangannya dari leher Arya. "Hai, Darel," sapa Arya saat melihat Darel membuka pintu apartemennya. "Hai, kalian lanjutkan saja, aku tidak melihatnya." Darel lalu masuk ke dalam apartemen, melempar pintu hingga terdengar dentuman yang begitu keras. Seina mencebikkan bibirnya lalu berkata, "Ayo, masuk Sayang." Seina berjalan ke dapur mengambil piring serta sendok untuk makan malam bersama Arya. "Ayo, duduklah. Aku tahu kamu belum makan," ajak Arya. Arya menyentil kepala Seina, hingga empunya meringis kesakitan. "Sakit!" kesal Seina. "Itu karena aku kesal denganmu, kamu tidak pernah mengikuti ucapanku. Kamu itu sering terkena Gerd, harusnya kamu lebih menjaga kesehatanmu!" "Iya-iya maaf, ayo kita makan." Keduanya melahap makanan yang ada di meja. Belum selesai makan, Arya ke dapur mengambil wadah untuk makanan yang masih belum di buka. Mata Seina memicing saat melihat ponsel Arya menyala, terlihat nomor asing di sana. Dengan sengaja Seina mengangkat panggilan tersebut. [Halo Arya, ini aku?" Dari suaranya Seina yakin jika si penelepon adalah Laras. "Arya tolong buka blokiran-nya, masa hanya karena kesalahpahaman membuat persahabatan kita rusak!] Seina masih diam tak bergeming membiarkan Laras terus mengoceh, tak lupa Seina merekam percakapannya. [Dengar, sebelum kamu mengenal Seina, kamu lebih dulu mengenalku. Harusnya kamu lebih memilihku karena aku yang lebih dulu,] sambung Laras "Ayolah Laras sadarlah ... kamu hanya temannya tidak lebih, berhentilah karena kamu menyakiti perasaanmu sendiri. Cinta bertepuk sebelah tangan tak semanis yang kamu impikan." Laras kemudian mematikan panggilannya sepihak. Seina hanya menyeringai melihat kelakuan teman Arya. Tak lama Arya datang sambil membawa dua piring serta sendok lagi. "Ada apa, Sayang?" tanya Arya. Seina kemudian membuka rekaman percakapan Laras dan dirinya, agar Arya tahu apa yang dikatakan oleh Laras. "Aku tahu wanita seperti apa dia, aku yakin dia menjelekkan aku kepada teman-temanmu." Arya malah tersenyum dan mengusap rambut Seina kemudian berucap, "Aku lebih percaya kepadamu, Sayang." Sebuah kecupan mendarat di bibir manis Seina. Ia tau jika Arya lebih percaya kepadanya dari pada Laras. Seina tersenyum, tangan kanan Arya menarik tengkuk Seina, mendekatkan wajahnya bersiap meraup kembali bibir ranumnya. Namun, aktivitas keduanya terhenti ketika mendengar suara bel. “Siapa yang mengganggu acaraku," gumam Seina beranjak dari sofa. Dengan kesal ia berjalan ke arah pintu lalu membukanya. Darel menyingkirkan tubuh Seina yang ada di hadapannya hingga tubuhnya terbentur tembok. Dia menerobos masuk ke dalam tanpa permisi. "Argh, sialan!" umpat Keyla. "Apa kamu punya air panas," tanya Darel tanpa ada rasa malu sedikit pun. "Bukannya di apartemen kamu juga ada kompor untuk memasak air!" kesal Seina. Darel tak menanggapi ucapan Seina berjalan menuju dapur. Ia berjalan ke dapur dan hanya tersenyum ketika melewati Arya. "Apa dia sering datang ke apartemenmu?" tanya Arya melihat Darel yang tanpa ada sopan santun masuk ke apartemennya. "Tidak, tapi dia memang seperti itu suka meminta-minta makanan. Maklum masih honorer," bisik Seina. "Ah, kasian sekali," ucap Arya polos. Mereka berdua kembali makan tanpa menghiraukan Darel yang sedang mengambil air di dapur. Darel sengaja memperlambat gerakannya agar bisa mengganggu Seina dan Arya. Namun, melihat mereka berdua yang terlihat santai dan terkesan tidak mempedulikannya, Darel kembali berulah. "Wah ... sepertinya enak," ucap Darel duduk di hadapan Seina dan Darel. Mata Seina memicing melihat kelakuan Darel yang menurutnya berlebihan tak seperti biasanya. Arya hanya tersenyum kemudian memberikan sendok yang masih bersih. "Pakai ini, kita makan sama-sama," ajak Arya. Seina memicingkan matanya melirik ke arah Arya dan Darel bergantian. Mau tidak mau Seina makan bersama Darel dan Arya, keduanya saling berbincang yang ternyata memiliki hobi yang sama. Tak terasa jam menunjukkan pukul sembilan malam, Arya kemudian beranjak dari sofa berpamitan kepada Seina yang sedang berada di ruang kerjanya. "Sayang, aku pulang dulu ya." Seina berjalan mendekati Arya, memeluknya dengan erat. Arya mendaratkan kecupan di pucuk kepala Seina, lalu merangkulnya. "Weekend aku akan menemanimu seharian," bisik Arya. "Benarkah ...!" Arya mengedipkan matanya sembari tersenyum. "Aku pulang dulu, Rel." Pamit Arya. "Ah iya, aku juga mau pulang. Terima kasih atas makanannya, aku jadi bisa tidur nyenyak!" oceh Darel menyeringai. Arya merangkul Seina di ikuti Darel di belakangnya. "Ish ... ingin rasanya aku mendorong mereka berdua. Bisa-bisanya bermesraan di depan mataku!" batin Darel. "Bye, Sayang ...," ucap Seina sambil melambaikan tangannya. Arya pun membalas dengan melambaikan tangannya juga. "Masuklah," tuturnya. Seina masih menatap pintu lift yang tertutup. "Bye sayang," ejek Darel di kuping Seina. "Aw ...!" teriak Darel, ketika Seina menendang tulang keringnya dengan kencang. "Kenapa kamu menendang kakiku!" "Karena kamu sudah mengganggu acaraku!" hardik Seina. "Asal kamu tahu Arya yang mengundangku untuk ikut makan, bahkan dia memberikan sendok untukku." Darel berpikir sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, "Apa kamu kesal karena tidak bisa melakukan hal-hal aneh dengan Arya?" Seina tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan Darel. “Hal-hal aneh, kami berdua tahu batasannya. Tidak seperti hal-hal aneh yang biasa kamu lakukan dengan Diana. Ck, tidak mau menikahi wanita itu, tapi kamu membiarkan dia menginap di apartemenmu." Darel kehabisan kata-kata, semua ucapan Seina tepat menghujam jantungnya. Seina lalu meninggalkan Darel yang masih kesulitan membalikkan ucapannya. "Hei, itu tidak seperti yang kamu pikirkan." Brak! Di dalam apartemen Seina terus menggerutu, ia begitu kesal dengan Darel yang sok suci di depannya. Padahal Seina tahu, pasti sesuatu akan terjadi jika dua pasangan berada dalam suatu ruangan. "Ck! Kamu pikir aku tidak tahu isi otakmu, dulu saja kamu selalu memegang tanganku," gumam Seina sambil melihat tangannya. Ingatan Seina kembali ketika Darel selalu mengganggunya dengan terus datang ke kelasnya. Darel terus menggoda Seina hingga ia kesal dengan tingkahnya, sama seperti saat ini Seina menggelengkan kepalanya ketika mengingat masa-masa saat SMA dulu. "Tidak, dia tidak pernah menyukaiku. Sadarlah Seina, dia hanya memanfaatkanmu. Jangan sampai dia mengganggu pikiranku lagi," ucap Seina menenangkan pikirannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD