6. Rasa Penasaran Kenandra

1033 Words
Diam-diam pria itu mengikuti laju mobil yang membawa Ana dan Arkan. Ya, sebenarnya Ken tidak langsung ke kantor. Dia berbohong pada Tisa. Karena yang pria itu lakukan justru membuntuti istrinya yang sedang bersama pria lain. Begitu tahu jika Arkan mengantar Ana sampai ke apartemen miliknya, Ken tak dapat menguasai emosinya. Ia pukul stir kemudi disertai dengan kata umpatan yang meluncur bebas dari sela bibirnya. "Sialan! Bisa-bisanya wanita itu membawa laki-laki lain ke apartemenku!" Dalam benak Ken sudah terbayang banyak hal yang akan dilakukan oleh Ana. Ketika wanita itu membiarkan Arkan mendatangi apartemennya, lalu mereka berdua berbuat hal yang tidak semestinya dilakukan oleh bukan pasangan suami istri. Ken tidak terima. Dia membiarkan Ana tinggal di apartemen miliknya sebagai bentuk tanggungjawabnya sebagai suami dengan menyediakan tempat tinggal yang layak. Karena Ken sadar diri bahwa dia tidak bisa memberikan yang lainnya seperti misalnya kasih sayang dan juga rasa cinta seperti layaknya suami pada istrinya. Namun, Ana malah menyalahgunakan fasilitas yang dia berikan. Ken tidak bisa menerima itu semua. Dia juga tidak akan tinggal diam membiarkan Ana berselingkuh di belakangnya. Pria itu masih mengawasi, sampai mobil Arkan kembali melaju dengan diiringi lambaian tangan Ana dan setelahnya wanita itu masuk ke dalam lobi. Ken mendengus kesal, menjalankan mobilnya meninggalkan apartment. Berbagai rencana telah tersusun dalam benak pria itu. ••• Beberapa hari kemudian. Ana baru bisa pulang ke apartemen ketika petang menuju malam. Sudah sejak kemarin Ana harus menghadiri seminar sebagai perwakilan dari pihak sekolah. Rasa letih yang melanda, membuat wanita itu ingin segera merebahkan tubuhnya. Maklum saja, jadwal seminar yang sangat padat dan begitu melelahkan, menguras hampir seluruh tenaga yang Ana punya. Ditambah dua hari ini dia tidak bertemu dengan anak didiknya, menjadikan Ana kehilangan semangat. Pintu apartemen baru saja terbuka. Ana mengernyit keheranan karena lampu ruangan sudah menyala. Seingatnya, setiap pagi sebelum pergi berangkat kerja, Ana telah mematikan semua lampu-lampunya. Tak hanya itu. Telinga Ana juga mendengar suara televisi yang menyala. Rasa khawatir mendera. Ana buru-buru melepas sepatunya, lalu menyimpannya di rak. Melangkahkan kakinya memasuki ruangan. Di saat itulah dia menyadari kehadiran seseorang yang duduk di sofa sedang menonton televisi. "Baru pulang kamu?" Suara bariton seorang pria menyapa indera pendengarnya. Ana tergagap. Jantungnya mendadak berdebar hebat. Kenandra. Iya, pria itu adalah Kenandra. Untuk apa dia ada di sini? batin Ana mulai bertanya-tanya. Karena tidak kunjung mendapat jawaban, Ken bangkit berdiri. Memutar badannya, memperhatikan Ana dari atas ke bawah. Dengan melipat tangan di depan d**a, pria itu menatap intens istrinya. "Dari mana saja? Bukankah jadwal mengajar kamu hanya sampai tengah hari?" Lagi-lagi Ana seolah kehilangan kata-kata karena terkejut melihat keberadaan pria itu. "Kenapa kamu ada di sini?" Bukannya menjawab apa yang tadi Kenandra tanyakan, Ana justru balik bertanya. Ken terkekeh. Berjalan mendekati Ana. "Kau lupa jika ini adalah apartemenku? Jadi ... suka-suka aku mau datang kapan pun yang aku mau." Ana manggut-manggut. "Ya, kamu benar. Ini adalah tempat tinggalmu dan aku hanya menumpang." Ken berdecak. "Kamu belum jawab pertanyaanku. Dari mana saja kamu? Kenapa jam segini baru pulang? Habis jalan sama papanya Zeva yang duda itu?" Perkataan Ken sangat menohok. Ana menatap tajam lelaki yang berdiri di hadapannya. "Apa maksudmu?" Namun, Ken hanya mengedikkan bahu. "Aku hanya ingin memperingatkan kamu, Ana. Jaga sikap dan tingkah lakumu jika tidak ingin orangtua kita tahu tentang pernikahan seperti apa yang sedang kita jalani ini." Ana tertawa sinis. Di sini, Kenandra seolah-olah sedang menyalahkan dia dan menuduh selingkuh. Padahal kenyataannya apa? Ana paham betul jika Ken sedang mencari kambing hitam untuk mencari kesalahannya ketika nanti harus mempertanggung jawabkan semua ini pada orangtua mereka. "Jangan asal bicara Pak Kenandra yang terhormat. Saya dan papanya Zeva tidak ada hubungan pribadi yang harus membuat Anda resah. Kami hanya sebatas guru dan wali murid. Itu saja." "Oh ya? Sampai harus beberapa kali keluar bersama? Makan bersama juga?" Ana menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tuduhan tak berdasar yang Ken layangkan. Sayangnya, Ana tidak ada tenaga untuk meladeni pria itu karena dia sangat capek. Jika perdebatan ini diteruskan, yang ada malah akan menimbulkan pertengkaran. Tidak pernah bertemu dan sekalinya bertemu justru bertengkar. Rumah tangga macam apa ini sebenarnya. Ana mengembuskan napas panjang. Memberanikan diri menatap pada kedua mata Kenandra. "Saya lelah. Ingin istirahat. Permisi!" Ana melangkah melewati Ken begitu saja menuju kamarnya. Biarkan saja jika dianggap tidak sopan. Tapi sungguhan kepala Ana sangat pening dan dia ingin segera istirahat. Sementara Kenandra, pria itu hanya menatap tubuh Ana yang menghilang masuk ke dalam kamar dan setelahnya pintunya pun tertutup rapat. Ken berpikir, kenapa juga dia langsung melayangkan tuduhan yang tak beralasan seperti tadi. Pantas saja Ana marah. Apakah ini tanda bahwa dia sedang cemburu? Ken menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu memilih untuk masuk ke dalam kamar miliknya, setelah sebelumnya dia matikan televisi. Di apartemen ini ada dua kamar. Satu kamar ditempati oleh Ana dan kamar utama yang selama ini selalu dia kunci agar Ana tidak bisa masuk sembarangan ke dalamnya karena kamar itu bagi Ken adalah privasi. Beberapa jam yang lalu, Ken sempat memanggil jasa cleaning service untuk membersihkan dan merapikan kamarnya karena rencananya dia akan kembali tinggal di apartemen ini. Tentunya dengan beberapa alasan yang menjadi pertimbangannya. Dan salah satunya adalah karena alasan mama. Iya, mamanya sempat menelpon jika ingin berkunjung ke kota dalam waktu dekat. Sungguh, Ken belum siap andai mamanya tahu dengan apa yang dia lalukan pada Ana. Bahkan yang mamanya tahu, semenjak menikah dia telah memutuskan hubungan dan berpisah dari Tisa. Nyatanya justru sebaliknya. Ken belum sanggup untuk meninggalkan wanita yang masih dia cintai itu. Tisa adalah seorang janda dan perempuan yang rapuh. Apa jadinya jika sampai ia pun meninggalkan wanita itu? Ken geleng-gelengkan kepalanya. Dia pun menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Mulai menyusun strategi untuk meminta pada Ana agar mau bekerjasama membohongi sang mama. Selama dua bulan lebih menikah, Ana adalah partner yang bisa dia andalkan karena di antara mereka masing-masing juga memiliki visi dan misi yang sama. Tidak saling cinta tapi dipaksa menikah. Lelah berpikir, Ken memutusakan untuk mandi saja dan setelahnya kembali keluar dari dalam kamar. Pria itu mematung untuk sesaat ketika melihat penampakan seorang wanita yang berdiri memunggunginya sedang berkutat di dalam dapur minimalis yang ada di apartemen ini. Ken bersandar pada kusen pintu, dengan dua netra tak lepas memandangi setiap jengkal tubuh Ana yang hanya berbalut daster rumahan bermotif floral tanpa lengan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD