AUTHOR POV.
Seperti biasa setiap paginya Lucia membantu Rana untuk menyiapkan segala sesuatu keperluan Micky ke sekolah, karena mendapatkan telpon, Lucia mempercayakan kepada Rana untuk membantu Micky menyiapkan semua perlengkapan sekolahnya.
Lucia berjalan ke ruangan di sebelah kamar Micky.
'Hallo?'
'Woah ... susah sekali menghubungimu, Luc, aku sejak tadi menelfonmu.' kata Wilona.
'Aku lagi di kamar Micky, ada apa, Lon?'
'Ulang tahun Vivian. Kamu datang, 'kan?'
'Aku tidak mungkin bisa datang, Lon, kamu, kan, tahu aku tidak mungkin mempermalukan diriku di depan mereka, siapa yang bisa aku ajak coba?'
'Kamu jangan begitu, Lucia, kan tidak apa-apa datang sendiri, bilang saja suamimu sibuk atau gimana. Kan banyak alasan.'
'Terus menurutmu mereka bisa percaya?'
'Lucia, suamimu itu, kan, memang pengusaha dan pasti super sibuk, 'kan? Dan, suami teman-teman kita mereka hanya pekerja, jadi tak sama lah. Kamu harus datang, ya?'
'Baiklah, akan aku usahakan.'
'Jangan usahakan, Lucia, harus datang, aku tidak mau setiap pe rtemuan, kamu harus bersembunyi.'
'Iya, iya ... aku pasti datang.'
'Kamu mau kasih hadiah apa?'
'Nanti lah aku lihat, ya, tergantung dana, sih, Lon.'
'Baiklah, sampai ketemu di cafe, ya.'
'Hem.. '
Lucia memutuskan sambungan telpon dan menghela napas panjang, Lucia bukan hanya harus membawa suaminya. Namun, ia juga harus memberi kado spesial buat temannya, Lucia tak mungkin mengajak Rayoen bersamanya, karena Rayoen mau melihatnya saja tak pernah. Namun, setidaknya ia harus membawa hadiah spesial agar tak terlihat menyedihkan.
Ketika sedang sarapan, seperti biasa tak ada yang spesial, sesekali Ibu dan Ayah Rayoen berbicara soal acara pekan depan yang akan di gelar di perusahaan.
"Lucia, apa hari ini juga kamu bekerja, Nak?" tanya Ibu Jen pada menantunya.
"Iya, Mom, saya harus bekerja hari ini," jawab Lucia.
Lucia sudah memutuskan untuk memanggil Ibu Jen dengan sebutan 'Mommy' karena itu atas kehendak Ibu Jen.
"Kamu selesai jam berapa?" tanya Ibu Jen.
"Saya juga ada acara malam ini dengan teman-teman saya, Mom," jawab Lucia meski masih ragu menyebut dengan sebutan Mommy.
"Oh begitu? Baiklah, Nak, tidak apa-apa."
Karena belum terlalu dekat, jadi Lucia masih segan mengajak Ayah dan Ibu mertuanya berbicara.
***
Sampai lah Lucia di kedai kopi tempatnya bekerja setelah mengantarkan Micky kesekolah, Lucia lalu memakai seragam dan celemek kerja, Lucia menghela napas panjang, lalu mulai meracik pesanan pelanggan, Lucia memang pintar sekali meracik kopi, karena itu banyak pelanggan yang memesan kopi racikannya.
"Kamu sudah lama?" tanya Wilona, sambil menyikut lengan sahabatnya.
"Barusan, Lon."
"Apa kamu sudah membeli hadiah untuk Vivian?"
"Belum, kamu bagaimana?"
"Aku juga belum, kita sama-sama nyari hadiah, bagaimana?"
"Boleh, sepulang kerja."
"Baiklah, ide bagus," jawab Wilona.
"Antarkan pesanan ini dulu, aku harus membuat kopi yang lain," pintah Lucia.
"Baik, Nyonya Leonidas," kekeh Wilona.
"Jangan begitu ah, Lon," geleng Lucia membuat Wilona malah terkekeh.
Matahari pagi sudah mulai menunjukkan kekejamannya, bagaimana tak kejam jika di pagi hari seperti ini harus sepanas di siang hari, pejalan kaki pun makin ramai, membuat Lucia sesekali menoleh ke arah jalanan di mana pejalan kaki benar-benar ramai.
Begini lah Ibukota Inggris, London.
Bicara sedikit tentang London.
London adalah ibu kota Inggris dan Britania Raya, merupakan wilayah metropolitan terbesar di Britania Raya dan juga zona perkotaan terbesar di Uni Eropa menurut luas wilayah. Berlokasi di sepanjang Sungai Thames, London telah menjadi permukiman utama selama dua milenium sejak didirikan oleh Romawi pada abad ke-1 dengan nama Londinium. Pusat dari London kuno, yaitu City of London, sebagian besar masih tetap mempertahankan batas-batas abad pertengahannya. Sejak abad ke-19, nama London juga digunakan untuk menyebut kota metropolitan yang berkembang di sekitar pusat ini. Konurbasi dari wilayah-wilayah urban ini pada akhirnya membentuk Region London dan wilayah administratif London Raya. Wilayah ini diatur dan dibawahi oleh wali kota London dan Majelis London yang dipilih melalui pemilihan umum.
London adalah kota global terkemuka yang unggul dalam bidang seni, bisnis, pendidikan, hiburan, mode, keuangan, kesehatan, media, layanan profesional, penelitian dan pengembangan, pariwisata, serta transportasi.
London, bersama dengan New York City, merupakan pusat keuangan terkemuka di dunia dan menjadi kota dengan PDB terbesar kelima di dunia, atau yang tertinggi di Eropa. Kota ini dikatakan sebagai pusat kebudayaan dunia. London juga menjadi kota yang paling sering dikunjungi dan tercatat sebagai kota dengan bandar udara tersibuk di dunia berdasarkan lalu lintas penumpang internasional.
Hal ini menjadikan London sebagai kota terbesar di Uni Eropa menurut jumlah populasi. Kawasan perkotaan London Raya juga menjadi kawasan urban terbesar kedua (setelah Paris) di Uni Eropan, sedangkan kawasan metropolitan London adalah yang terbesar di Uni Eropa.
Woww... Bukahkah wahh? Jika mendengarnya?
***
Lucia dan Wilona Sampai di Oxford Street, yang terletak di Westminster City, Oxford Street adalah pusat perbelanjaan terbesar di London dan juga kawasan pusat perbelanjaan paling ramai di Eropa. Terdapat ratusan toko yang menjual bermacam-macam barang, mulai dari toko pakaian, mainan anak-anak, sampai segala macam Souvenir khas London.
Bisa di katakan pasar ini adalah pasar termurah di London, berada di urutan pertama.
"Kita harus beli apa, ya, Lon?" tanya Lucia yang berjalan berdampingan dengan Wilona.
"Tapi, ngomong-ngomong, Lucia. Micky bagaimana? Dia tau, kan, kamu ada acara?"
"Tahu donk, Wilona, aku sudah memberitahunya dan dia mengerti kok, Micky memang selalu ingin aku ada di dekatnya, tapi dia tak merengek kalau aku ada acara atau pekerjaan."
"Anak itu memang paham."
"Tapi, kita harus beli apa?" tanya Lucia.
"Hm, apa, ya? Kamu ada ide, tidak?"
"Aku ingin beli sesuai dana yang aku punya saja, aku tidak mungkin beli yang mahal," jawab Lucia.
"Kenapa kamu tidak minta uang sama suamimu?"
"Gila kamu, mana mungkin aku minta duit sama dia, kamu pikir pernikahanku itu pernikahan sesungguhnya?" geleng Lucia.
"Iya, sih, tapi, kan, minta juga pasti di kasih."
"Ah ... tidak ah... aku masih punya harga diri, Wilona."
"Woahh.. Jadi kamu tak akan pernah minta uangnya?"
"Kalau aku mau menikmati uang dan kekayaan Rayoen, aku tak mungkin bekerja dan banting tulang sana sini, Wilona."
"Ya sudah, kita beli sesuatu yang murah tapi berkesan, bagaimana?"
"Iya, tapi apa?"
"Kita keliling saja dulu."
Lucia dan Wilona menyusuri setiap tempat, lalu mengunjungi setiap jejeran toko souvenir, Lucia melihat tas jelly berwarna putih yang berukuran kecil begitu menarik di matanya, meskipun harganya murah dan bukan original. Namun, menurut ukuran Lucia, wanita pasti akan suka.
"Lon, aku akan beli ini," ujar Lucia.
"Harganya?" tanya Wilona.
"Terjangkau, Lon," kekeh Lucia.
"Baiklah, kalau aku akan beli ini."
"Hem, kita bungkus lalu bayar," seru Lucia.
"Iya,"
***
Sampai di hotel Bulgari, London. Lucia dan Wilona berjalan memasuki restoran hotel di mana Vivian mengadakan party ulang tahunnya. Luar biasa. Ulang tahun saja di adakan di hotel terbesar seperti ini, suaminya Vivian benar-benar sangat perhatian dan banyak uang.
Semua teman sekolah mereka memang mengagumi Vivian dan yang lainnya yang menikah dengan pengusaha.
"Bayd tidak datang, Lon?" tanya Lucia.
Wilona menggeleng sedih.
"Kenapa dia tidak datang? Dia tidak mau, ya?"
"Aku tidak mengajaknya," jawab Wilona.
"Kenapa?"
"Aku tidak mungkin membiarkan kamu datang sendirian, Lucia."
"Ya tuhan ... kamu kok merasa seperti itu? Aku tidak apa-apa datang sendirian, aku tidak masalah, Lon, ayo sana telpon Bayd suruh dia datang." Lucia menyikut Wilona.
"Tidak usah, Luc, aku lebih nyaman begini."
"Jangan bilang karena aku, Lon."
"Bukan karena kamu, Lucia, aku benar lebih nyaman seperti ini sama kamu."
Lucia dan Wilona lalu menghampiri Vivian yang sedang bersama teman-temannya yang lain.
"Selamat ulang tahun, ya, Vin," ujar Lucia mencipika cipiki temannya.
"Iya, Lucia, makasih, ya, kamu sudah mau datang," ujar Vivian.
"Selamat ulang tahun, ya, Bebs," sambung Wilona.
"Makasih, ya, Lon. Tapi ... Bayd mana? Kamu tidak mengajak dia?" tanya Vivian.
"Dia sibuk, Vin, lagi ada pekerjaan."
"Terus kamu, Lucia? Kenapa tidak datang bersama suamimu?" tanya Vivian lagi.
"Dia juga sibuk, Vin, tidak bisa datang," jawab Lucia.
"Yahh ... kalian, kok, tidak seru, sih? Tidak mengajak pasangan? Padahal party ini, kan, harusnya datangnya bersama pasangan," ujar Din.
"Apaan, sih, kalian, harusnya kalian bawa pasangan donk, jangan-jangan suami dan pacar kalian tidak sayang sama kalian... Hahahaha," sambung Keith dengan tawa mengejek.
"Kita biar tidak bawa pasangan acara ulang tahun Vivian kan tetap jadi," ujar Wilona mulai kesal.
"Iya, tapi, kan, tidak seru, sebentar itu ada sesi dimana para pasangan harus menutup mata dan masing-masing mencari pasangannya." ujar Liens.
"Ya, kita tidak usah ikutan, kalian saja."
"Sudah. Tidak apa-apa lagi, mungkin suami Lucia dan Bayd benar-benar sedang sibuk," sambung Vivian.
"Selamat ulang tahun, ya, Vivian," ujar Will yang datang bersama kekasihnya. Lalu, menyodorkan hadiah yang sudah di bungkus rapi.
"Thanks, ya, Will," jawab Vivian.
Will melihat ke arah Lucia yang sedang memalingkan wajah tidak mau melihatnya. Begitupun semua orang yang terlihat kasihan pada Lucia, meski sebagian kagum padanya karena telah berhasil menikahi pengusaha kaya.
"Lucia, suamimu mana? " tanya Will.
"Sibuk," judes Lucia.
"Sibuk?"
"Yah."
"Judes amat, Lucia. Aku, kan, hanya bertanya."
"Ya sudah .. kita mulai saja, ya, Acara tiup lilinnya," ujar Dery suami Vivian. Lalu, membawa istrinya ke tengah dan menghadap kue 4 tingkat, Lucia tersenyum melihat kebahagiaan Vivian yang mendapatkan suami yang begitu memperhatikannya dan menyayanginya sampai memberikan acara kejutan ulang tahun semewah ini.
"Vivian benar-benar beruntung, ya?" bisik Wilona.
"Iya."
"Aku jadi iri," gumam Wilona.
"Buat apa iri, Lon, kamu akan merasakannya kok nanti."
"Kapan? Aku saja, kan, belum nikah."
"Sabar donk, jodoh tidak akan kemana."
Lucia menggeleng melihat Wilona yang sedang menatap ke arah Vivian dan Dery yang sedang tersenyum bahagia, Lucia ikut senang jika teman-temannya memiliki suami yang baik hatinya, suami yang menikahi mereka karena cinta. Bukan suami yang menikahinya dengan sebuah kesepakatan dan kontrak kerja sama.