Okta menatap Bu Evi dengan matangnya yang sayu. Dia susah tersenyum meski Bu Evi mencoba untuk menenangkannya. "Bu, kenapa di dalam hatiku masih ada seribu pertanyaan itu? Sampai kapan aku akan tetap seperti ini?" Okta bertanya-tanya. "Sabar,Sayang. Mungkin mereka masih belum tega untuk melepaskanmu dari pengawasan mereka. Bukan mereka tak sayang, tetapi mereka hanya tak ingin kamu kenapa-napa. Ibu ulangi lagi, memang tujuan mereka baik untuk kamu, walaupun cara menerapkan di kamu salah, Nak," Bu Evi membelai rambut Okta dengan lembut. “Sumpah demi Allah, Bu. Aku capek banget dengan semua ini. Untuk apa aku dilahirkan jika hanya untuk menjadi robot mereka. Lebih baik aku mati, toh tak ada yang memperdulikan perasaanku. Jika aku memohon dan bisa untuk dikabulkan, aku hanya ingin mati ata