Musyawarah

2135 Words
Sean termenung alasan bekerja keluar kota hanya ingin menenangkan diri setelah apa yang Amira inginkan darinya. "Aku ingin kamu menikah lagi dengan wanita pilihan ku, Mas." "Ngapain lo malam-malam ada di rumah gue." ketus Sena melihat Sean yang sedang melamun di sofa seperti sedang banyak pikiran. Sean mengerjap tersadar dari lamunan saat suara melengking Sena datang memasuki gendang telinganya. "Lo tumben banget ke rumah gue. Lo udah kerumah Mommy sama Daddy?" tanyanya yang di jawab dengan gelenggan kepala oleh Sean. "Lo kenapa sih?" tanya Sena lagi dengan nada lembut tidak sebar-bar tadi. "Gue pengen ngusap perut lo, boleh." ucap Sean yang matanya kini mrnatap perut buncit Sena. "I-iya boleh." Sena sampai tergagap karena Sean yang sangat aneh menurutnya. Sean pun mengusap perut Sena yang sudah membesar di usia 7 bulan ini. Butiran bening kini keluar dari kelopak matanya. "Yaelah malah nangis." kekeh Sena yang ingin menertawakan saudara laki-lakinya itu tapi Sena bungkam karena tangisan itu sangat menyakitkan. "Amira sakit, Sen." jedarrrr Apa yang Sena khawatirkan kini kekuar juga, air mata Sean berbeda. "Dia kena kanker rahim stadium 4,gue merasa gagal karena baru tau sekarang. Gue takut Sen." Tangis Sean tak kunjung berhenti, membuat Sena ikut merasakan apa yang Sean rasakan. Dia menarik Sean kedalam pelukannya meskipun sedikit sulit karena terhalang perutnya yang buncit, dia membiarkan Sean menangis di pundaknya. Bryan yang baru pulang bekerja pun begitu kesal melihat ada laki-laki yang bersandar di pundak istrinya. Tangannya yang akan menarik itu pun di cegah oleh Sena hingga tangisan Sean pun terdengar membuat Bryan mengurungkan niatnya dan duduk di hadapan istrinya. "Gue takut Sen, gimana kalau Amira ninggali gue selamanya." "Terus kenapa lo kejakarta kalau tau Amira sakit?" tanya Sena. Sena yang awalnya sedih pun kini menjadi kesal dengan tingkah Sean. "Gue pengen nenangin diri." ucapnya sambil mengangkat wajahnya dari pundak Sena. Sena mengidik geli melihat CEO muda itu sangat menjijikan dengan ingus yang keluar. brtttt brttt Sean mengeluarkan ingusnya lalu melemparkan sembarangan bahkan hampir mengenai Bryan, untung saja Bryan dengan sigap menghindar. "Dasar PEA lo, istri sakit tuh di suport kasih semangat bukan minggat. BALIK GAK LO DARI RUMAH GUE SEKARANG." "Inikan udah malam, gue aja ke sini ambil penerbangan terakhir." lirih Sean. "Emang dasar dajhall lo, aduh kalau gak lagi hamil gue banting biar sadar." kesal Sena. "Sayang jangan marah-marah kasian anak kita." Bryan pun menenangkan Sena yang misuh-misuh. Sean menyandarkan tubuhnya di sofa, menatap lampu ruang tamu Sena yang terlihat sangat mahal itu. "Amira nyuruh gue nikah lagi." celetuk Sean membuat Sena kembali menoleh ke arah Sean yang kembali melamun diam tak tau apa yang ada di otaknya. "Lo serius?" tanya Sena. "Buat apa gue jauh-jauh ke sini kalau mau ngeprank lo aja." jawab Sean. "Tapi buat apa? Secara mana ada wanita yang di madu." "Ada, itu Amira nyuruh gue nikah lagi." pletakk.. Sena yang kesal pun mengetok kepala Sean karena kesal. "Gue serius bangke!!" kesalnya. Wajah Sean kembali sendu mengingat tadi pagi saat Amira mengajaknya ke rumah Ira, karyawan pabriknya. "Kita mau kemana ini sayang?" tanya Sean. "Mas kamu janjikan bakalan menuhin keinginan aku." "Iya, emangnya kamu mau apa?" "Aku mau kamu nikah lagi." ucap Amira membuat mobil yang di bawa Sean ngerem mendadak. "Kamu jangan bercanda deh Sayang." "Aku gak bercanda Mas, Aku takut umur Aku gak bisa nemenin kamu di dunia terus. Kamu harus nikah lagi dan bahagia tanpa Aku." "Kamu ngomong apa sih, jangan ngaur terus." "Aku sakit Mas, maaf aku baru jujur. Aku kena kanker rahim dan sekarang sudah stadium 4,kamu ngertikan kalau hidup aku gak akan lama lagi." "Sayang." "Please Mas, kabulkan keinginan terakhir aku ini." "Amira takut umurnya gak lama buat nemenin gue sampai tua." lirih Sean. "Istri yang baik, udah nyiapin penganti." celetuk Bryan langsung mendapat Pelototan dari Sena. "Heheh bercanda Sayang." Sean pun melirik Bryan sebentar lalu kembali menoleh menatap lampu gantung yang sangat indah itu. "Bingung gue harus ngomong apa, lebih baik besok pagi lo balik sebelum nanti menyesal." ucap Sena beranjak dari duduknya di bantu Bryan meninggalkan Sean yang betah duduk di sofa. "Kalau mau tidur noh di ruang tamu, gue ngantuk." ucap Sena yang pergi menuju kamarnya. "hemm." *** Keesokan paginya Sean sudah ada di dalam pesawat uuntuk pulang bahkan dia tak kerumah orang tuanya untuk bertegur sapa. "Pagi sayang." sapa Sean yang sudah sampai di rumahnya. "Mas, kamu udah pulang." Amira pun menghentikan kegiatannya yang sedang membuat sarapan lalu memeluk suaminya. "Kengen." manja Amira. "Mas juga kangen." Sean langsung menggendong Amira dan Amira pun mengalungkan tangannya di leher suaminya. Suami istri itu kini melepas rindu dengan peluh yang sudah bercampur menjadi satu di balik semut. Sean mengecup kening Amira setelah merasakan pelepasannya. Cup.. "Kamu kenapa keluar kota mendadak sih Mas?" tanya Amira memeluk tubuh suaminya di balik selimut. "Iya kerjaannya mendadak, maaf ya." "Yasudah gapapa." "Mas, untuk yang kemarin.. " "Akan aku pikirkan nanti." potong Sean karena tak ingin membahas masalah yang membuat mood paginya jadi jelek. "Yasudah," Amira pun tak lagi bicara karena melihat sorot mata Suaminya yang tak suka dengan idenya itu. "Kita mandi bareng yu Sayang, lagian Aku juga mau ke pabrik." ucap Sean. "Ayo Mas." Sean pun menyingkapkan selimut lalu menggendong Amira ke kamar mandi, hal itu sudah biasa mereka lakukan hingga tak ada lagi rasa malu anatara keduanya. *** Sean pun kini sudah ada di pabriknya, Sean yang biasa duduk nyaman di ruangannya kini berdiri di atas tempat penyimpanan baju yang sudah siap kirim. Suara supervisor yang menyemangati para pegawai agar naik target terus saja melengking. Ribuan karyawan kini di pantau langsung oleh Sean yang betah berdiri selama satu jam membuat manager yang diam tak jauh dari Bosnya itu merasa takut. "Mister mau saya ambilkan minum." "Hemm." jawab Sean, mata Sean kini berfokus pada perempuan di line 20 yang ternyata hanya terhalang 2 meja dari tempatnya berdiri. Ira begitu serius menjahit pakaian yang akan di ekspor ke luar negri itu. Sesekali dia membantu helper yang keteter agar pekerjaannya lancar. Sean pun pergi bertempatan dengan Manager yang membawa minum. "Kamu minum saja airnya." ucap Sean yang kini masuk keruangan. Malam harinya Ira sudah sampai dirumah setelah lembur bekerja seharian. Ira merebahkan tubuhnya setelah selesai membersihkan diri, tubuhnya sangat remuk. Dia memandang poster-poster yang ada dikamarnya, foto-foto lelaki ganteng korea berjajar di kamar. "Ra, kamu punya uang gak?" Tanya ibunya Ira. "Adikmu minta beli sepatu baru, soalnya sudah bolong." "Bentar ya bu," Ira pun memgambil beberapa lembar uang ditas kerjanya. Dia pun menyodorkan uang ke ibunya. "Ira belum gajihan bu, tadi dapet pinjaman cuman 500 ribu, cukup gak bu kalau 200ribu. Soalnya buat bekel Ira sisanya." "Ira cukup." Ibunya pun pergi meninggalkan kamar anaknya. Ira kembali merebahkan tubuhnya, 2tahun setelah ayahnya sakit dan tak bisa bekerja lagi sekarang Ira harus jadi tulang punggung keluarga. Dia hanya berdoa semoga allah selalu menyehatkan tubuhnya. Matanya mulai terpejam, biarlah dia mengeluh malam ini agar pagi dia tidak lagi menyerah. ** Pagi membangunkan Ira dari tidurnya, dengan langkah gontai dia mengambil handuk yang tergantung. Air dingin sudah biasa untuknya, karna menurutnya itu vitamin pagi agar tidak terus bermalas-malasan. Setelah selesai mandi, Ira mengelarkan sejadah dan memakai mukena. Menunaikan sholat dua rakaatnya, karna menurutnua sesibuk apapun sertakan tuhanmu (Allah) dari segala yang kau lakukan agar hidupmu berkah dan selalu dalam lindungannya. Selesai sholat tak lupa dia memanjatkan doa pada sang Pencipta, bukan doa minta jodoh atau pacar namun dia minta agar hidupnya bisa lebih baik dari sekarang. Bisa membuat kedua orangtuanya senang dan adiknya tidak perlu kesusahan lagi. *** Ira membantu ibunya didapur sebelum berangkat bekerja, ibunya yang berjualan gorengan setiap pagi pun begitu kerepotan harus mengurus sarapan untuk orang rumah . "Mbak, aku nanti siang mau kepasar sama ibu. Mau beli sepatu baru." Ucap Senang Mela, adik satu-satunya Ira yang masih duduk dibangku kelas dua Sd. Dilihat Mela begitu senang akan membeli sepatu baru. "Iya, yang rajin belajarnya." Jawab Ira sambil menyuapi adiknya yang sangat manja, dia tidak membayangkan kalau dulu dia bekerja merantau betapa kesusahannya itu setiap pagi. "Bapak mau dibuatin kopi?" Tanya Ira pada bapaknya yang sedang sarapan. Kaki lumpuhnya membuat bapak Ira tidak bisa bekerja lagi. "Tidak usah, kamu juga sarapan Ira, biar gak sakit." "Iya pak, ini juga sambil nyuapin Mela." Tuturnya. Setelah sarapan Ira merapihkan piring kotor dan mencucinya, dilihat ibunya sedang membereskan gorengan yang akan dibawanya berjualan disekolah Mela. Tok tok "Assalamualaikum." Ira menatap ibunya, siapa yang pagi-pagi bertamu. "Ra, tolong buka pintunya dulu. Ibu belom beres ini nanti keburu siang." Tutur Ibunya menyuruh Ira membuka pintu. Ira membilas tangannya yang masih banyak sabun. Tok tok "Assalamualaikum." "Walaikumsalam." Jawab Ira sambil berteriak, dia pun sedikit berlari sambil mengelap tangannya yang basah. "Walaikumsalam." Ulangnya dengan nada pelan sambil membuka pintu. deg... Kakinya membeku kala tau siapa yang bertamu di pagi hari ini, matanya tak lepas menyorot pada sosok laki-laki didepannya, Ira pun melirik kesebelahnya. Wanita cantik dan atasanya, Mr.Sean! "Siapa Ra." Teriak Ibu didalam. "Yang mau beli gorengan bukan?" Teriakannya lagi. Karna aku tak kunjung menjawab, ibu menghampiriku. "Siapa Ra.?" Tanyanya lagi sambil menarik bahuku untuk melihat orang didepan pintu. Ibu seketika diam, melihat dua orang didepan pintunya yang berpenampilan sangat mewah, mungkin sekarang ibu bertanya-tanya siapa orang ini. "Maaf menggangu, Saya Amira dan ini suami saya Sean." Ucap wanita cantik mengenalkan diri. "Ah.. iya-iya silahkan masuk." Ucap ibu mempersilahkan dua orang itu masuk. "Ra, ambilkan minum." Titah ibunya. Ira pun langsung ke dapur mengambil dua gelas air minum, tak lupa dia juga mengambil gorengan di keranjang ibunya. "Silahkan diminum." Ucap Ira sambil meletakan dua gelas dan sepiring gorengan. Ira ikut duduk bersama ibunya, terdengar juga Mela yang merengek minta diantarkan. Namun ibu tidak bisa meninggalkan tamunya. "Biar Ira aja yang anterin Mela." "Yasudah,nanti kamu pulang lagi." "Iya bu." Aku berpamitan pada ibu dan tamu untuk mengantarkan Mela berangkat sekolah. Disepanjang perjalan pikiranku terus saja tergangu, ada apa? Kenapa pak Sean dan istrinya datang kerumah dan bagaimana bisa dia tau tempat tinggalku?. "Mbak ayok dong buruan, udah siang ini." Rengek Mela menyadarkan aku dari lamunan. "Iya." Waktu memang sudah mau jam 7, mungkin sekarang aku sudah ada dipabrik jika pak Sean tidak kerumah. ** "Maaf bu, kedatangan saya kemari. Saya mau melamar anak ibu untuk suami saya." Ucap Amira setelah kepergian Ira. Darrrr. Ibu Ira begitu syok dengan ucapan wanita yang datang kerumahnya, berbeda dengan Sean yang diam tak bersuara. Dia sudah berjanji akan mengabulkan keinginan istrinya itu. "Bagaimana bu, apakah ibu bersedia dengan lamaran saya." Tuti, ibu kandung Ira ini masih saja tak bergeming, dia menatap satu persatu wajah tamunya. Wajah wanita yang tersenyum manis dan wajah laki-laki disampingnya yang diam dengan aura tajamnya. "Bu." Panggil Amira. "Bagaimana bu?" Tanya Amira. "Saya.. saya tidak bisa menjawabnya. Saya akan membicarakan ini dulu dengan Ira dan suami saya." Amira tersenyum, dia mengerti kesyokan ibu Ira atas kedatanganya kesini. "Baiklah bu, jika sudah ada jawaban tolong hubungi ke nomor saya." Ucap Amira sambil menyodorkan kartu namanya. Tuti hanya menganguk, Amira pun berpamitan pulang. Saat akan memasuki mobilnya, Ira kembali setelah mengantarkan adiknya. "Lo ko udah pulang bu?" Tanya Ira yang bingung. Ibu Tuti pun langsung menarik lengan anaknya dengan kasar masuk kedalam rumahnya. Ditutuplah pintu rumahnya agar tetangganya tak mendengar suara mengelegarnya. "Apa kamu mengoda suami orang Ira." Bentak Tuti pada anaknya. Ira yang mendengar bentakan ibunya langsung mengerjap. "Ya allah ibu, kenapa ibu ngomong gitu.' Bantah Ira. "Terus kenapa itu, istrinya sampe lamar kamu segala. Kalau kamu gak ketahuan selingkuh sama suaminya." Ucap Tuti masih dengan nada keras. "Ya allah Ra, kita itu orang susah. Tapi jangan merendahkan harga diri seperti itu." Isak Tuti tak bisa membendung tangisannya, tubuhnya merosot terduduk dilantai. "Bu, tapi Ira gak melakukan itu semua. Ira juga tak tau kalau mereka kesini untuk melamar aku." Ucap Ira tak kalah seperti ibunya, bahkan dia juga ikut menangis tersimpuh dikakinya. "Kamu beneran gak gitukan Ra?' "Ngak ibu, demi allah." "Kita tuh orang susah Ra, harus tau batasan. Meskipun susah tapi jangan sampai menjatuhkan harga diri untuk kesenangan." Tutur Tuti sambil memeluk anaknya. "Iya bu, Ira selalu dengar ucapan ibu." Tuti pun meninggalkan anaknya, dia masuk kedalam kamar. Dimana suaminya berbaring, mungkin juga ayah Ira ini mendengar ucapan tadi yang terdengar diruang tamu. "Kenapa marahin Ira bu?" Tanya Agus, ayah Ira. "Pak, anak kita dilamar." tutur Tuti duduk disamping suaminya, dia pun memijat tangan suaminya. "Alhamdulillah bu kalau begitu." "Anak kita dilamar jadi istri kedua pak." Bahkan air matanya kini keluar lagi dari pelupuk matanya. "Astaghfirullah, apa Ira melakukan hal diluar batasnya?' Tanya Agus. Siapa saja akan syok jika anaknya dilamar seperti yang Ira alami. " Tidak pak, Ira bilang dia tidak pernah melakukan hal dibatas wajarnya." "Ya allah, ada apa ini bu." "Ibu juga tidak tau pak, wanita itu juga menunggu jawaban dari Ira. Ibu tidak mungkin memberikan Ira untuk jadi istri kedua pak." "Iya bu, kita tanyakan saja pada pak ustad. Agar kita tau harus mengambil langkah apa. Juga minta petunjuk pada allah agar diperlihatkan segalanya. Tanya juga pada Ira, apa dia mau?." "Iyaa pak."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD