Jawaban Ira

1505 Words
"Kenapa wajah kamu cemberut begitu sih, Aku kan udah nuruti ke inginnan kamu tanpa bantahan." ucap Sean setelah mereka kembali ke rumah. "Tapi keluarga mereka belum jawab Mas." Sean menghela nafas, mengatur emosinya yang kini kembali naik. "Jangan memaksa Aku untuk sesuatu yang tidak aku inginkan Amira." ucap Sean dengan nada formal. Amira menunduk, butiran bening kini kembali membasahi wajahnya yang cantik membuat Sean tak tega dan menariknya dalam pelukan. "Aku udah nurutin semua kemauan kamu, bahkan datang ke rumah wanita lain. Sekarang kamu juga harus menepati janji kamu." "Aku akan menepati janji Aku setelah kalian menikah." "AMIRA." "Maaf Mas, Aku yakin setelah ini kamu berubah pikiran. Aku hanya ingin memastikan semuanya berjalan semestinya." Amira pun berlari ke kamarnya setelah mengatakan itu. Sean mengacak rambutnya frustasi, "Arrrgghhh." hanya teriakan lah yang bisa Sean lakukan untuk mengurangi kemarahannya. *** Waktu terus saja berputar, sudah seminggu lebih Sean dan Amira tidak datang kerumah Ira untuk menanyakan kepastiannya. Ira bekerja seperti biasa, dia tidak lagi memikirkan soal pinangan tempo lalu. Dia berpikir mungkin mereka juga berubah pikiran. "Ra ko tumben sekarang jarang nungguin MR.Sean lewat." Tanya Santi. Mereka berjalan beriringan memasuki garment. "Lagi gak mood." Sahut Ira. Santi menyenggol lengan Ira yang fokus berjalan. "Katanya moodboster tapi bisa gak mood ya." Ejek Santi. Ira hanya terkekeh sedikit, mungkin kalau Santi diposisinya juga akan mengalami hal yang sama. Ira duduk dikursi mesin jahitnya, pekerjaan yang sudah menunggu dan masalah yang sedang menunggu membuat Ira begitu lesu. Dia menyalakan mesinnya untuk mencobanya agar saat bekerja tidak ada masalah. Ting Tak lama semua lampu menyala berbarengan dengan semua mesin, bertanda kerja akan segera dimulai. Ira membaca basmalah sebelum memulai pekerjaanya, dia pun mengambil bahan yang akan dijahitnya. Target dipapan depan sudah diatur oleh QC, untuk setiap harinya. Fokus mencapai target dan jahitan tidak boleh ada benang loncat atau pun benangnya tidak ada karna terputus, pekerjaan ini sudah hampir dua tahun Ira lakoni untuk menyambung hidup dan menafkahi keluarga. "Panggilan untuk Ira Larasati, Dipanggil untuk keruangan HRD segera." Ira menoleh kekiri kekenan, dia bertanya-tanya kenapa dirinya dipanggil keruang HRD. "Sekali lagi, Ira Larasati Sewing Line 20 dipanggil keruang HRD segera." "Ra, dipanggil tuh." Tegur salah satu teman didepan mejanya. "Ada apa ya?" Tanya Ira dengan hati dagdigdug. "Samperin aja dulu." Ira pun berjalan menuju Ruang HRD, dia mengetuk pintu dan mendorongnya. "Ibu manggil saya?" Tanya Ira pada Bagian HRD. "Iya, silahkan duduk." Dengan perasaan tak tenang dia pun duduk didepan wanita paruh baya itu. "Ira Larasati?" "Iya bu." "Ini Ira, masa kontrak kerja kamu seminggu lagi habis. Kalau mau bekerja lagi disini kamu harus kembali melamar bekerja seperti karyawan baru lagi." "Bawa Skck, foto kopi ktp, ijasah dll_nya " "Iya bu." Sahut Ira. Dia tak banyak bicara ataupun bertanya seperti biasanya. Pikirannya sedikit kalut, entah apa yang menganggu pikirannya itu. Setelah pembicaraan pun Ira keluar dari ruangan HRD menuju kembali kemejanya. "Mau ngapain Ra, tadi dipanggil?" Bisik Santi sambil memegang tangan Ira yang melewati meja kerjanya. "Abis kontrak." Sahut Ira sedikit menghembuskan nafasnya. "Serius?" "Kerja-kerja jangan banyak ngobrol." Teriak supervisor menegur dua wanita yang sedang mengobrol membuat Ira langsung dengan cepat ke meja kerjanya. "Target-target 2.000 pcs hari ini harus tercapai, cepat-cepat." Teriak kembali supervisor, begitulah dunia pergamenan. Selain harus tahan telinga, juga harus tahan mental. *** Ira menunaikan sholat dzuhur setelah makan siang, dia langsung masuk kedalam mushola meskipun didalam sangat padat. "Huhhhh" Ira menyenderkan tubuhnya ditembok mushola. Rasa lelah begitu menyeruak pada tulang-tulang sendinya. "Eh dicariin taunya disini." Ucap Santi yang baru datang. "Iya, langsung kesini." Sahutnya. "Lesu banget sih Ra." "Cape tau, kamu gak liat permakan aku numpuk, banyak benang loncat, mesinnya edon." "Biasanya mesin jahit tuh sesuai suasana hati penggunanya tau." "Halah sok tau, udah ah mau sholat dulu." Ira pun beranjak meninggalkan Santi untuk mengambil wudhu. Ira sholat dengan khusu, tak lupa dia juga memanjatkan do'a dari segala cobaan yang sedang menerpanya. Entah ini cobaan atau anugerah, disisi lain ini seperti cobaan, namun disisi lain dia juga senang dilamar orang yang dia sukai. Namun kenapa semuanya terasa rumit, dia bingung harus menerimanya atau menolak. ** Ira pulang kerumahnya jam 8 malam karna lembur, dia menjingjing sepatunya saat memasuki rumahnya sambil menguluk salam. Langkahnya terhenti saat ada dua orang duduk dirumahnya dengan pak Rt, bapak dan ibu Ira. "Ra, ganti baju nanti langsung kesini lagi." Titah ibu sambil mengantar anaknya kekamar. "Pake baju yang sopan." Ujar Tuti sambil mencarikan baju untuk anaknya. "Sejak kapan bu mereka kesini?" Tanya Ira. "Barusan, beriringan sama kamu." "Ko aku gak sadar ada mobil didepan ya?" Bingungnya, Ira pun memakai pakaian yang dipilihkan ibunya. "Ira, apapun pilihan kamu. Ibu selalu berdoa yang terbaik untuk kamu." Ira pun keluar dari kamarnya setelah mandi dan berpakaian rapih, di lihatlah dua tamu yang bertolak belakang. Si Istri dengan senyum manisnya sedangkan si suami dengan wajah dinginnya. Ira duduk didepan dua orang tamunya dengan didampingi ibu, ayah dan pak Rt. Dia meremas pakaian yang dipakainya, entah apa yang harus dijawabnya jika dua orang itu meminta jawabannya. "Karna berhubungan Ira juga sudah pulang, saya ingin menangih jawaban pekan lalu padanya..' "Saya juga sudah bicara pada kedua orang tuanya, dan sekarang giliran saya bertanya pada kamu." tutur lembut Amira begitu menyejukan membuat suasana yang canggung jadi begitu nyaman. "Ira, bagaimana jawabanmu atas lamaran saya?" Tanya Amira. Tuti memegang tangan anaknya, apapun pilihan Ira dia akan tetap mendukungnya. "Saya punya orang tua yang masih harus dinafkahi, bahkan saya punya adik.." Belum selesai ucapan Ira, Amira sudah memotong. "Soal itu kamu tidak perlu khawatir, semua biaya hidup orang tuamu biarkan jadi urusan suami saya. Iyakan mas?" Tanyanya pada Sean. Sean hanya mengangguk pertanda setuju. mulutnya seperti dilem sedari datang tadi, bahkan tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. "Saya menerima lamarannya." Amira langsung memanjatkan puji syukurnya. "Alhamdulillah." Amira pun langsung mengobrol dengan pak rt dan orang tua Ira perihal acara dan apa saja yang harus disiapkan suaminya. Ira dan Sean hanya diam tak bersuara, mereka hanyut dengan pikiran mereka masing-masing. "Kruyuuukk kryuukkkk." Ira langsung memegang perutnya yang berbunyi, membuat perhatian teralih kepadanya. "Maaf." "Mas, kamu tolong keluar ya belikan makanan, sekalian buat pak Rt dan orang tua Ira juga. Kita makan malam Disini." Titah Amira pada suaminya. Sean pun hanya mengangguk patuh, dia beranjak meninggalkan orang-orang yang mengabaikan. "Mas, ajak Ira juga." Sean menatap Ira, tatapan mereka bertemu sebelum Sean memutuskan kontak matanya dari wanita yang bukan istri. "Aku bisa sendiri." Tutur Sean. "Sekali pendekatan mas.! Ra, kamu ikut sama mas Sean ya. Takut nanti dia nyasar." "Iya mbak.' Ira pun terpaksa ikut dengan lelaki yang akan menjadi suaminya itu. Disepanjang perjalanan tidak ada suara atau apa, hanya suara mesin mobil yang terdengar. "Meskipun kamu menerima pernikahan ini, jangan harap saya juga bisa menerima kamu.!!" Tutur Sean yang begitu jleb membuat Ira langsung menoleh kearah Sean. Belum apa-apa dia sudah disadarkan dengan jati dirinya. "Bapak tenang saja, saya hanya sudah bosan bekerja saja. Siapa tau setelah menikahi bapak hidup saya tidak begitu cape mencari uang." "Cehh, dasar matre. Entah Amira menemukan dimana perempuan sepertimu." Ucap Sean ketus. "Gapapa kali pak, matre juga sama suami." Ucap Ira santai, dia ingin menghilangkan kecanggungan meskipun sebenarnya jantungnya berdegup kencang. "Emang suami kamu siapa?" Tanya Sean begitu sengit. "Ya bapaklah," "Ngimpi" "Biarin, blee." Sean mengerang kesal pada wanita disampingnya, dia begitu polos tadi tapi ternyata gatal saat sudah berdua seperti ini malah membuatnya kesal pada pilihan istrinya. Tidak ada lagi percakapan yang terlontar, hingga mereka sampai disalah satu pedagang kaki lima. *** Keluarga Sean kini sudah datang ke Palembang, Sara, Leon, Sena, Dion dan Bryan kini sedang menatapnya seperti mau memakannya hidup-hidup. "Sejak kapan keluarga kita menganut poligami," celetuk Sara yang tak terima Sean menikah lagi. "Ini kemauan Aku Mom." potong Amira. "Kamu jangan membela laki-laki b******k ini Amira." ucap Sara. Sena hanya diam saja karena sudah tau ceritanya tapi dia juga tak mau menolong Sean. Pasti Ibunya yang marah tidak akan percaya padanya. "Sean Mommy kecewa sama Kamu, kenapa kamu mengkhianati wanita sebaik Amira Hah." "Ya mau gimana lagi Mom, Aku khilaf." ucap Sean santai, tak mungkin dia bicara kalau Amira sakit dan Ini permintaan terakhirnya. "Khilaf kamu bilang." Sara bahkan harus di tenangkan oleh Leon karena terlalu emosi. Amira menunduk dengan tangan yang di genggam erat oleh suaminya, ini salahnya tapi Suaminya ini menutupinya. "Amira, apa kamu ikhlas di madu. Jika tidak kamu boleh menceraikan laki-laki ini." ucap Sara. "Mom." Sean tak terima Ibunya mengatakan itu. "Aku Ikhlas Mom," lirih Amira. "Baiklah kalau itu memang ke inginkan kalian berdua, Mommy bisa apa." Setelah perdebatan tadi akhirnya mereka semua masuk kamar untuk istirahat karena perjalanan yang melelahkan dari jakarta ke Palembang. "Gue mau bicara sama lo." ucap Sena pada Sean yang kini sedang duduk bersama Amira. "Maaf Amira, Aku ingin bicara empat mata sama suami kamu." "Aku ke kamar dulu Mas." Sena dengan perut buncitnya pun duduk di depan Sean yang kini lebih banyak diam. "Anjrrr pengen hajar lo tapi gue yakin ini semua kesepakatan kalian." "Siapa?" tanya Sena serius. "Gue juga harus tau siapa wanita yang di pilih Amira buat lo, apa dia juga baik untuk Amira." "Karyawan gue di pabrik."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD