BAB 5

1426 Words
Gya bangun sangat siang hari ini. Gedoran pintu dari Ibu saja tidak mampu untuk membangunkannya. Untungnya, sinar matahari yang mulai menyengat membuat tidurnya mulai tidak nyaman. Saat Gya membuka matanya, dia bisa melihat bahwa sudah pukul sepuluh pagi ketika dia bangun. Jam bekker di samping tempat tidurnya sepertinya sudah berdering berulang kali. Ketiduran karena kelelahan menangis membuat kepala Gya sedikit pusing. Apalagi saat Gya melihat wajahnya di cermin meja riasnya yang tak jauh dari tempat tidurnya. Mukanya begitu sembab. Entah apa yang akan menjadi alasan bagi Gya ketika nanti entah Ibu atau Ayah yang akan bertanya. Namun, setidaknya hati dan pikiran Gya terasa sedikit lega. Tidak seperti kemarin yang terasa sangat menjepit. "Gya, apakah kamu sudah bangun?" Sekali lagi, Ibu menggedor pintu kamar Gya dengan keras. Meski selalu bermimpi salah satu anaknya bisa menjadi istri orang kaya, tapi Ibu tetaplah wanita paruh baya yang konvensional. Dia selalu berpikir bahwa seorang gadis harus bangun pagi setiap harinya. Harus bisa memasak karena hal ini adalah nilai plus saat menjadi seorang istri. Jika seorang istri pandai memasak dan melayani suami, suami akan menjadi lebih betah di rumah. Begitulah pemikiran Ibu selama ini. "Sudah, Bu. Sebentar. Gya mandi dulu sebelum keluar kamar. Gak usah gedor-gedor pintu lagi," jawab Gya dengan lembut. Meskipun masih sedikit pusing, Gya menguatkan diri untuk berjalan ke kamar mandi. Setidaknya jika dia sudah mandi, wajah dan tubuhnya akan berasa fresh. Jika matanya masih bengkak, Gya akan menjadikan alasan terlalu banyak tidur untuk menjawab pertanyaan ke dua orang tuanya. Memang, Gya kemarin tidur terlalu awal. Bahkan sampai tidak makan malam. Dan pagi ini sepertinya dia melewatkan jatah sarapan paginya. "Eh, ada tiga panggilan tak terjawab dari nomer yang sama," gumam Gya saat dia mengecheck ponselnya.  Niatnya ada mau melihat adakah email masuk atau tidak. Namun, nyatanya malah ada tiga panggilan dari nomer asing. Entah mengapa Gya merasa bahwa itu adalah nomer dari perusahaan yang kemarin interview. Jika memang begitu, dia harus mencoba untuk menelepon kembali nomer asing ini. Namun, setelah tiga panggilan berturut-turut tidak ada yang diangkat. Untungnya Gya tidak menyerah. Dan pada panggilan kelima, akhirnya panggilan itu diangkat juga. "Dengan HRD Midas Group cabang Jakarta, Indonesia. Ada yang bisa saya bantu?" sahut orang di seberang telepon dengan ramah. Mendengar nama Midas Group disebut, Gya menjadi sedikit oleng. Bagaimana tidak, dia tadinya hanya menebak-nebak tentang siapa pemilik nomer baru yang meneleponnya di pagi buta. Namun, siapa yang tahu bahwa itu benar-benar dari perusahaan bonafid yang baru saja membuka pabrik cabang di wilayah jakarta. Jika begitu, bukankah Gya menjadi salah satu kandidat yang diterima? "Hallo?" "Ah, maaf. Saya Gayantri. Tadi saya melihat ada tiga panggilan tidak terjawab dari nomer ini di ponsel saya. Sedangkan tadi ponsel saya tinggal saat saya pergi ke pasar," jawab Gya bohong. Tidak mungkin dia mengatakan bahwa dia baru saja bangun tidur. Jika dia jujur, sudah dipastikan bahwa imagenya akan jelek padahal dia belum berhasil tanda tangan kontrak. "Gayantri, ya? Sebentar ya." Gya menunggu dengan sangat harap-harap cemas. Apalagi saat dia mendengar orang di seberang telepon sana sepertinya sedang mencari beberapa berkas. Karena terdengar suara kertas yang di bolak-balik dengan cepat. Dan bahkan ada obrolan dengan orang yang entah siapa dan menyebut nama Gya. "Aleesya Gayantri Jaamise, ya?" tanya HRD Midas Group itu untuk meyakinkan. "Ya, saya Aleesya Gayantri Jaamise." "Untungnya saya belum menemukan pengganti yang cocok untuk menggantikan anda. Begini Nona Aleesya, kami dari HRD Midas Group merasa bahwa resume anda dan hasil interview kemarin cocok dengan kriteria dari perusahaan kami. Jadi, kami berniat untuk mengundang anda untuk bekerja di perusahaan kami. Untuk kontrak dan sebagainya, kita bisa membahasnya dengan kandidat lainnya besok pagi. Apakah anda bersedia?" tanya HRD Midas Group yang entah namanya siapa itu. "Baik. Saya sangat senang menerima kabar ini." "Besok silahkan datang lagi sesuai jadwal yang akan kami kirim ke email anda. Jangan lupa untuk mencetaknya sebagai tanda yang harus diserahkan di bagian keamanan di lantai dasar. Terima kasih karena sudah menghubungi balik kami." Setelah telepon ditutup, Gya merasa paru-parunya penuh. Selain itu, jantungnya juga berdetak dengan sangat cepat. Ini bukan karena dia akhirnya memiliki kesempatan untuk menggaet bos dari Midas Group. Alasan Gya sangat bahagia karena dia akhirnya memiliki pekerjaan. Tidak  harus selalu di rumah dan mendengarkan ceramah dari Ibunya setiap saat. Saat Gya sedang asyik dengan rasa gembiranya, sebuah email masuk. Itu adalah email jadwal hadir untuk tanda tangan kontrak dan penjelasan tentang Midas Group. Ternyata jadwal yang dimaksudkan terjadi sangat cepat yaitu besok. Lalu, ada dreecode yang harus digunakan oleh para kandidat. Yaitu kemeja putih dan rok span selutut. Tidak lupa juga dengan blazer dan sepatu fantopel berhak. Untungnya Gya mempunyainya. Jadi, dia tidak harus pergi berbelanja pagi ini. Yang harus dia lakukan hanyalah menyelesaikan berkas-berkas dan juga mencetak email ini. Jadi, dia harus beranjak ke ruang kerja Ayahnya untuk meminjam printer. "Gya, bukannya kamu bilang mau mandi?" sindir Ibunya. Pagi hari di hari kerja seperti ini memang hanya akan ada Gta dan Ibunya. Adiknya—Clara—sudah pasti berada di sekolahnya. Clara sendiri masih duduk di bangku sekolah menengah atas kelas dua belas. Bercita-cita menjadi seorang arsitek dan Ibu sangat mendukungnya. Di dalam pikiran Ibu, menjadi arsitek akan memiliki peluang lebih banyak dalam hal bertemu dengan para bos muda. Jadi, bagi Clara dia tidak memiliki halangan untuk impian yang sedang dia bangun. "Gak jadi mandi. Tadi bangun tidur lalu ada telepon dari Midas Group. Perusahaan yang kemarin Gya interview. Yang intinya Gya keterima dan besok harus datang untuk tanda tangan kontrak. Ini mau ke ruang kerja Ayah dulu buat nyetak email," jawab Gya dengan malas. Tanpa mendengar ucapan berikutnya sang Ibu, Gya sudah berjalan dan memasuki ruang kerja sang Ayah. "Apakah waktu tanda tangan kontrak bakalan ketemu sama Bos Midas?" tanya Ibu. Ternyata perempuan paruh baya itu membuntuti Gya sampai ke ruang kerja Ayah. Itu karena Gya tidak menjawab sedikitpun pertanyaan dari Ibunya. "Gak tahu. Paling cuma HRD dan sejenisnya. Gak mungkin sekelas Rajendra atau Rahendra ada di cabang kesekian Midas Group hanya untuk melihat karyawan baru tanda tangan kontrak," jawab Gya dengan sinis. Ibunya ini benar-benar terlalu halu. Hanya ada di cerita dongeng tentang seorang pangeran yang satu ruangan dengan upik abu. Selevel pengusaha muda berbakat seperti pasangan kakak adik itu, tidak akan pernah mengurusi hal-hal remeh seperti ini. Apalagi jika Gya mengingat informasi yang kemarin dia dapat dari internet. Midas Group sudah diserahkan kepada Rajendra karena sang Kakak, Rahendra, sudah memiliki perusahaannya sendiri yang tidak kalah bonafid dari Midas Group. Selain itu, Rajendra memiliki skandal dengan asisten utamanya yang kalau tidak salah bernama Clarissa. Clarissa sendiri merupakan seorang gadis yang terlahir di keluarga yang tak kalah kaya dari keluarga Gunadi. Jadi, sudah dipastikan ada sesuatu antara dirinya dan Rajendra. "Ya belum pasti. Pokoknya kamu besok harus dandan yang maksimal. Karena kesempatan untuk masuk ke Midas Group itu bisa dibilang sangat langka. Nanti pergi ke mall buat beli baju baru," ucap Ibu yang sepertinya tidak bisa diganggu-gugat. Benar-benar membuat Gya pusing. "Kalau mau menarik perhatian, tolong serahin sama Gya, Bu. Tidak perlu tampil cantik sekarang. Yang harus Gya lakukan adalah melakukan kinerja kerja yang bagus. Dengan begitu Rajendra bisa melirik Gya. Cantik aja gak cukup. Orang selevel Rajendra sudah lihat banyak cewek cantik, Bu. Apalagi yang selevel asisten utamanya," tolak Gya dengan lemah. Ibunya selalu seperti ini. Apakah kecantikan Gya bisa sebanding dengan Clarissa, sang asisten utama? Gya benar-benar tidak habis pikir. "Ibu gak paham. Maksudmu gimana?" tanya Ibu. "Gya sudah cari di internet semua hal tentang Rajendra termasuk skandalnya. Dan skandalnya yang paling viral adalah dengan asisten utamanya. Meskipun mereka berdua menyangkal kalau hanya berteman dari jaman SMA. Nama asistennya Clarissa. Anak bungs dari pengusaha kaya yang sebanding dengan Midas Group," jawab Gya sambil memberikan ponselnya kepada Ibu. Di sana sudah terpampang instragram Clarissa. Gya memberikan itu agar Ibunya bisa melihat foto-foto yang Clarissa upload di akunnya. "Tapi kamu juga gak kalah cantik. Cewek ini cuma menang diperawatannya." Gya hanya bisa menghela napas dengan lelah. Ibunya memang tidak pernah bisa menerima kenyataan. Dia dan Clarissa itu bagai langit dan bumi. Tidak pernah bisa selevel. Namun, apa bisa dkata kalau obsesi Ibunya lebih besar dari yang dia tahu. Apakah menurut Ibunya menikahi seorang pengusaha kaya dan fenomenal seperti Rajendra akan membuat Gya hidup bahagia? Padahal Gya sendiri ingin hiduo seperti Hanin. Bebas dan lepas. Bahkan bisa tertawa dengan bahagia bersama orang yang dicintainya. "Sudahlah, Bu. Gya mau nyetak email ini dulu. Abis itu juga mau nyiapin berkas yang disediakan. Kalau udah selesai nanti Gya bantu masak untuk makan siang. Ini udah setengah sebelas lebih. Ayah sebentar lagi pulang," usir Gya secara halus. Namun memang benar, sang Ayah akan pulang setiap jam makan siang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD