Chapter 3 - Midnight

1113 Words
            Mereka kembali menyusuri jalan utama rumah dan Nichole baru mengerti mengapa mereka harus naik mobil. "Ah, rumahmu ini luas sekali..." katanya kemudian sembari memandang sekeliling. "Kau baru tahu 'kan ? Nah, coba saja jalan kaki, aku akan menunggumu di rumah satu jam lagi." canda Mike dan menghentikan mobilnya di depan rumah. Mereka turun dari mobil dan Nichole menganga melihat kondisi rumah itu. "Kau perlu merenovasi total rumah ini, Mike." katanya terus memandang keseluruhan rumah itu. "Itu juga yang kupikirkan." jawab Mike simpel dan membuka pintu. Nichole semakin menganga melihat keadaan dalam rumah itu. "Astaga... Kau tinggal di rumah seperti ini ?" heran Nichole. "Yah, mau bagaimana lagi ? Ini yang diwariskan untukku. Ya terima saja." jawab Mike sambil meletakkan kunci mobil di atas meja kembali. "Untung sekali kau datang, jadi kau bisa membantuku membersihkan kamar tidur yang akan kutinggali nanti malam." lanjutnya dan mulai menaiki tangga. Nichole mengikutinya lagi. "Kau mau menginap ? Aku butuh teman untuk tinggal di rumah semengerikan ini." pinta Mike memandangnya. "Oops, sorry Mike. Steve bisa membunuhku jika dia tahu aku menginap di tempatmu. Aku cuma bilang padanya aku membantumu pindahan." kata Nichole memutarkan bola matanya. "Baiklah..." jawab Mike menghela nafas panjang.             Mereka mulai membersihkan kamar yang akan ditempati Mike. Lebih dari dua jam mereka terus membersihkannya di ruang tertutup itu. Jendela kamar itu rusak dan tidak bisa dibuka. Sebagian barang-barang dipindahkan keluar. "Ah, aku melihat sapu di gudang tadi. Bisa kau bantu aku mengambilkannya, Nic ?" tanya Mike. "Oh baiklah." Nichole langsung turun kembali ke lantai satu dan hilang dari pandangan. Mike akan melanjutkan pekerjaannya hingga tiba-tiba vas bunga yang terletak di dapur tiba-tiba pecah. Mike langsung menoleh dan berjalan keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi. "Nic ?" panggilnya.             Nichole tidak menjawab. Dilihatnya vas bunga itu pecah dan Mike menghampiri tempat itu.             Ketika ia sedang mengamati, BLAM ! Pintu kamar mendadak tertutup. Mike terkejut dan  langsung melihat ke arah kamar. Tiba-tiba Nichole datang dan heran melihat Mike di luar. "Sedang apa kau ?" tanyanya dengan membawa sapu tua. Mike menoleh memandangnya. "Apa kau tadi menyenggol vas bunga ini ?" tanya Mike penasaran. Nichole menggeleng bingung. "Bicara apa kau, Mike ? Aku 'kan di bawah." jawab Nichole menatapnya juga. Ia langsung berjalan menuju kamar dan membuka kenopnya. "Kenapa kau menutup pintunya ? Kita kan sedang membersihkannya. Bagaimana debunya bisa keluar kalau kau tutup pintunya..." keluh Nichole dan mulai melanjutkan membersihkan kamar lagi. "Aku tidak menutupnya ! Tadi pintu itu menutup sendiri !" Mike membela diri. Nichole berkacak pinggang dan menatapnya. "Oooh please Mike.. Jangan menakutiku dengan gurauan konyol macam itu." katanya sebal. "Aku tidak bergurau Nic ! Tadi aku di sini dan pi... Ah sudahlah ! Mungkin cuma angin..." kata Mike mengurungkan niatnya untuk mengatakan kejanggalan itu pada Nichole. "Mana ada angin di kamar dengan jendela rusak begini." gerutu Nichole dan mengacuhkan Mike.             Satu jam kemudian, Nichole pulang dari sana setelah benar-benar membersihkan kamar Mike. Ia sendirian kembali ke rumah itu. "Mungkin sebaiknya aku mencari teman serumah saja. Rumah ini terlalu besar dan menakutkan." batin Mike dan berjalan ke kamarnya.             Malam itu hujan kembali turun dengan derasnya dan rumah itu menjadi sangat dingin. Tidak ada penghangat listrik di sini. Ia menatap perapian di depan kamarnya dan mencari kayu di gudang. Ia kemudian mulai mencoba menyalakan api dan ruangan seketika menjadi hangat. Saat ia sedang sibuk menghangatkan diri, petir menggelegar dan mati lampu seketika.             Uh-oh, aku tidak tahu dimana lilin disimpan di rumah ini... pikirnya lelah dengan keanehan rumah yang ditinggalinya. Ia mulai beranjak dari kursi berlengannya hingga ia menyadari ada hembusan dingin mengenai tengkuknya. Mike menoleh dan melihat pintu kamarnya terbuka sedikit. Karena heran, ia berjalan ke kamarnya dengan diterangi api dari perapian. Dibukanya pintu lebih lebar dan ia mengintip ke kamarnya. Dengan jantung terlonjak kaget, Ia melihat jendela kamarnya yang rusak terbuka lebar !             Mike menghampiri jendela itu segera. Air hujan sedikit demi sedikit masuk ke kamarnya. Mike segera menutup jendela itu dengan heran. Baru selesai ia menutup jendela kamarnya, terdengar suara tuts piano berdenting tak beraturan tanpa nada. Mike semakin terkejut karena bunyi piano itu bergema di rumah itu. Jantungnya semakin bergerak dengan cepat dan ia berkeringat dingin.             Ada sesuatu yang aneh di rumah ini ! pikirnya cepat. Walaupun ketakutan, ia memberanikan diri untuk naik ke lantai tiga untuk melihat siapa yang membunyikan piano di atas. Setelah membongkar laci di kamarnya dan di dapur, ia menemukan sebuah lilin besar dan segera menghidupkannya. Dengan perlahan, ia menaiki tangga dengan jantung yang terus berdetak cepat. Dipandanginya grand piano yang sudah tak berbunyi lagi dan ia terkesiap !             Sepasang mata kuning menyala di kegelapan. Mike terdiam di tempatnya dan tak dapat berkata apa-apa. Seluruh tubuhnya lemas dan gemetaran. Dengan memberanikan diri, ia mendekati grand piano itu. Sepasang mata itu masih menatapnya tajam. Mike tidak bisa menggenggam lilinnya dengan baik, tapi ia tak ingin menjatuhkannya.             Dengan tiba-tiba, sepasang mata itu bergerak dan meloncat ke arah sebaliknya menjauhi Mike. Mike malah berlari mengejar sosok itu yang menuju jendela besar segitiga di depannya. Dengan bantuan cahaya kilat, Mike menahan nafas melihat sosok apa itu. Ternyata seekor kucing hitam dengan mata berwarna kuning menyala menatapnya. Dengan menghela nafas lega, Mike menenangkan dirinya dan berjalan ke arah kucing hitam itu dengan pelan. Kucing itu diam tak bergerak, ia hanya menatap Mike dengan penuh waspada. Mike mengayunkan tangannya untuk meraih kucing itu dan menggendongnya.             "Huuffthh... Kupikir apa... Ternyata kucing. Mungkin kau masuk dari jendela kamarku ya ?" kata Mike lega dan membawa kucing itu kembali ke lantai dua.             Tak berapa lama, lampu pun hidup kembali. Mike benar-benar lega dengan hidupnya lampu. Ia tak bisa bertahan tenang dalam keadaan gelap dan terus menggendong kucing itu di kursi berlengannya. Ia sudah memutuskan untuk memelihara kucing itu. Pikirnya mungkin daripada ia sendirian lebih baik ada yang menemaninya.             Karena ia terus memikirkan suasana sekitarnya, Mike lebih memilih tidur. Ia bergerak ke kamarnya dan berguling di ranjangnya. Rasa kantuk menderanya tapi ia sulit untuk tertidur. Dicobanya untuk memejamkan mata tapi tetap saja ia tidak bisa tidur. Hingga akhirnya menjelang tengah malam Mike tertidur dengan pulas.             Pagi menjelang, Mike terbangun dan merasakan bahwa celananya basah dari pinggang sampai ke paha. Dirabanya tempat tidurnya dengan mengantuk dan ia heran seketika. Tempat yang ditidurinya bukan ranjang, ubin dingin menyambutnya dan ada genangan air sedikit. Dipaksanya matanya untuk membuka dan ia terbangun lalu menoleh untuk melihat sekelilingnya. Dengan memicingkan mata, ia terkejut karena ia tidak tidur di ranjangnya melainkan di bathup kamar mandinya !             Mike langsung bangun dengan cepat dan keluar dari bathup itu. Ia mulai mengingat-ingat, Mike benar-benar sadar saat tadi malam ia beranjak tidur ke ranjangnya bukan ke kamar mandi. Dengan bingung, ia memutuskan bahwa mungkin ia hanya tidur berjalan dan segera menepiskan anggapan lain.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD