Chapter 9 - The Pendant

1084 Words
             Tiba-tiba, rambutnya tersibak ke samping hingga terlihatlah wajahnya yang terkelupas dengan mata melotot dan darah keluar dari matanya seperti air mata. Darah itu langsung bercampur dengan air dan memudar. Mike terlonjak dan langsung tersedak karena tanpa sadar ia telah mengeluarkan seluruh oksigen yang ditahannya dari tadi.             Air mulai memasuki hidungnya dan ia merasakan perih pada bagian itu. Harapan terakhirnya adalah Steve menyusulnya. Karena itu, Mike berusaha bertahan hingga sepuluh menit seperti yang disepakati oleh mereka walau paru-parunya mulai terisi air. Kesadarannya mulai melemah. Ia sudah tak kuat lagi untuk meronta. Perempuan itu masih terus meraung dengan menyayat hati. “Sudah sepuluh menit. Mike belum keluar... Aku akan menyusulnya !” kata Steve cemas dan ia segera melepaskan kaos yang dikenakannya. Nic menahannya tiba-tiba. “Tunggu sebentar. Pasti Mike sedang berenang ke atas. Ia tahu kapan oksigennya cukup atau tidak...” kata Nic dengan pandangan kosong. Steve membelalak padanya. “Tapi, waktu kita berbicara begini, sudah lewat dari sepuluh menit ! Kau pikir Mike bisa bertahan selama itu ???” Steve mulai menaikkan nada bicaranya. Ia benar-benar heran dengan Nic.             Tanpa basa-basi, Steve langsung lompat ke dalam bak dan menyelam ke dalam tanpa memperdulikan Nic. Ia segera menyelam terus ke dasar.             Sementara itu, Mike benar-benar hampir kehilangan kesadaran karena air hampir memenuhi semua rongga paru-parunya. Hingga tiba-tiba, Mike mendengar lolongan wanita itu telah berhenti dan genggaman di pergelangan kakinya perlahan mengendur. Mike menoleh perlahan ke arah wanita itu dan dengan sekuat tenaga ia menyentakkan kakinya hingga terlepas.            Dengan mengumpulkan tenaga terakhirnya, Mike berenang ke atas dan ia menoleh ke belakang untuk melihat apakah wanita itu mengikutinya. Ternyata wanita itu hanya memandangnya saja tanpa berusaha mengejarnya. Mike mulai batuk-batuk dan tersadar kembali hingga ia terus naik untuk mencapai permukaan. Tidak dipedulikannya lagi berapa banyak air yang terus masuk ke paru-parunya.            GREB ! Ada yang menariknya ! Hati Mike langsung mencelos. Jangan-jangan wanita itu mengejarku, pikir Mike. Ia langsung menoleh dengan cepat dan ternyata itu Steve ! Mike benar-benar lega dan Steve menarik tangan Mike lagi untuk membawanya ke atas. Mereka terus naik hingga akhirnya muncul di permukaan.           Mike terbatuk-batuk dan memuntahkan air yang masuk ke mulut dan hidungnya. Wajahnya merah padam karena perih saat terisi air. Nic langsung membantu mereka naik kembali. Steve berdiri sambil menghela nafas panjang sementara Mike terduduk di lantai pondok dengan masih terbatuk-batuk. Steve mendekatinya dan menepuk-nepuk punggungnya agar Mike bisa menumpahkan seluruh air yang masuk. “Kau benar-benar gila, Mike ! Kupikir kau hampir mati di dalam sana ! Lebih dari sepuluh menit kami menunggumu di sini !” kata Steve dengan berang. Mike berusaha mengatur nafasnya kembali. “Aku... ukh... huk... memang... hampir mati... ukh... di dalam sana...” sengal Mike. Steve memandangnya heran. “Bukannya kau bilang kau bisa bertahan lama di air ??? Kenapa malah hampir mati ?” tanyanya mencemooh. “Kalau tidak ada hantu itu aku masih bisa berenang naik, tapi dia menahanku hingga aku tidak bisa bergerak...” jelas Mike dengan tenang. Ia sudah berhasil mengeluarkan air yang masuk ke pernafasannya. “Hantu ?” seringai di wajah Steve mulai memudar. “Ya, seorang wanita berambut hitam panjang dengan baju putih besar...” kata Mike sambil berpikir. “Kau melihat wajahnya ?” tanya Nic yang akhirnya bersuara setelah lama tidak bicara. Ia memandang Mike dengan serius. “Tentu saja ! Dia menolehkan wajahnya padaku saat aku berjuang untuk naik ! Mengerikan sekali ! Kurasa aku tahu apa yang menyebabkan darah di bathup kamar mandiku.” kata Mike ngeri membayangkan hal tadi. “Seperti apa wajahnya ? Apa yang terjadi sampai bathup mu bisa berdarah begitu ?” tanya Steve bertubi-tubi.            “Matanya mengerikan, separuh wajahnya rusak... Sepertinya luka bakar, lalu dari matanya dia mengeluarkan air mata darah !” jelas Mike memandang Steve. Steve tambah ngeri membayangkan seperti apa wajah yang dilihat Mike. “Kau tidak melihat wanita itu tadi sewaktu mencariku ?” tanya Mike dengan serius. Steve hanya menggeleng ketakutan. “Aku mungkin tak akan sanggup berenang lagi begitu melihat hantu.” keluh Steve lemas. “Berarti itu positif adalah hantu...” simpul Mike. Steve menengadah memandang Mike meminta penjelasan. “Kau tidak bisa melihatnya 'kan ? Padahal saat kau menjemputku, kita hanya berbeda jarak sedikit saja dengan hantu itu. Tidak mungkin kau tidak melihatnya... Kecuali kau memang 'tidak bisa' melihatnya.” jelas Mike dengan menekankan nada bicaranya. “Apa yang kau pegang itu, Mike ?” tanya Nic yang memperhatikan genggaman tangan Mike. Mike sudah hampir lupa dengan kalung yang diambilnya. Dibukanya genggaman tangannya ada bekas merah panjang akibat rantai kalung yang digenggamnya dengan kuat. “Aku menemukan ini di dasar bak.” kata Mike menunjukkan kalung itu kepada mereka. Steve mengamati kalung itu di tangan Mike. “Liontin ?” tebaknya. Mike mengangguk. “Sepertinya begitu. Lebih baik kita kembali ke rumah. Aku hampir masuk angin di sini.” kata Mike beranjak dari duduknya dan mengambil kaosnya kembali.              Mereka keluar dari pondok itu dan berjalan kembali ke rumah. Mike langsung berendam air panas dan kembali setengah jam kemudian ke ruang makan. “Kukira kau tertidur di kamar mandi.” sindir Nic. Mike hanya tersenyum saja mendengarnya. “Terlalu lama di dalam air dingin makanya aku berendam dulu di air hangat.” balasnya santai. Steve telah membuatkan tiga porsi spaghetti untuk mereka. Mike langsung mencomot piringnya dengan garpu perak. “Kalian masih akan menginap di sini ?” tanya Mike penuh harap. Steve hanya tersenyum simpul melihatnya. “Sepertinya begitu. Tapi, kurasa kami akan kembali sebentar ke rumah untuk mengambil pakaian ganti yang cukup banyak.” jawab Steve dan ia mengambil secangkir teh dari mejanya. “Kalian akan lama di sini ?” mata Mike mulai berbinar-binar. Steve tertawa keras mendengarnya dan Nic hanya tersenyum. “Hahahaha ! Kau seperti anak kehilangan induknya, Mike. Tentu saja kami akan lama tinggal di sini sampai kau selesai menjelajahi rumah ini !” kata Steve menepuk punggung Mike. “Oh my God... Kalian benar-benar teman baikku ! “ puji Mike dan ia melanjutkan makannya. “Ngomong-ngomong, kau tidak kuliah ?” tanya Nic tiba-tiba. Mike hanya menggeleng santai. “Aku telah mengambil cuti sementara karena pemakaman orangtua ku yang lalu dan untuk mengurusi rumah ini begitu aku tahu aku diwarisi rumah seperti ini.” jelasnya tanpa beralih dari piringnya. “Tunggu, kalau kalian di sini bersamaku, apa kalian tidak kuliah ?” tanya Mike. Ia baru teringat akan hal itu sekarang. “Karena itu aku dan Steve mau pulang dulu, kami akan mengurus izin kuliah untuk beberapa hari. Kurasa itu bukan masalah.” jawab Nic menyeruput tehnya. “Kau mau ikut ke tempat kami ? Lebih baik daripada di sini sendirian.” tawar Steve menyodorkan tambahan teh padanya. “Tidak, aku mau istirahat dulu. Sepertinya dalam beberapa hari ini aku bakalan sulit tidur.” tolak Mike halus.             Selesai makan siang, Mike mengantar mereka berdua ke gerbang utama dan setelah mereka pergi, ia kembali mengendarai mobilnya masuk ke area pekarangan rumah.             Begitu Steve dan Nic pulang, entah kenapa Mike baru merasa tubuhnya sangat letih. Tanpa mengganti bajunya lagi, ia langsung terkapar di tempat tidur. Tak butuh beberapa jam untuk membuatnya tertidur pulas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD