Chapter 8 - The Woman in The Water

1192 Words
            Mike tanpa berkata apa-apa mendekati pintu batu yang mengurung mereka. Dirabanya sepanjang dinding mencari seperti Nic. Tiba-tiba, Nic menjerit kuat dan memandang ke belakang. Sontak mereka berdua juga ikut menoleh ke belakang.             Sesosok bayangan putih berkabut mendekati mereka. Sosok itu melayang dan menyerupai manusia. Steve dan Nic terdiam ketakutan. Sedangkan Mike langsung bergegas ke pintu sebelum sosok itu semakin dekat dengan mereka. Ia meraba seluruh bagian pintu dengan terburu-buru. Terdengar nyanyian dan siulan yang menegakkan bulu roma mereka. “Mi...Mike ! Cepat ! Dia semakin mendekat !” teriak Steve panik. Ia langsung membantu Mike sementara Nic terpaku menatap sosok itu.             Dengan tangan yang gemetaran, mereka terus menyisiri sepanjang dinding pintu, lolongan semakin mendekat dan jantung mereka terlalu keras berdetak hingga terdengar berdentum di telinga. “Aku menemukannya !” teriak Steve dan ia menggeser sebuah papan yang warnanya menyerupai batu di sudut kiri pintu.           Sebuah pegangan terlihat dan Steve menariknya. Pintu batu bergeser dan membuka, Nic tersadar dan ikut berlari ke arah mereka. Sosok putih itu semakin cepat mendekat ke arah mereka seperti terbang. Begitu mereka keluar dari lorong itu, Steve langsung membanting kembali pintu batu itu menutup.          Mereka berlomba-lomba menghirup udara segar setelah lama berada di lorong pengap berbau amis. Terdengar lolongan panjang dari dalam lorong dan tangisan pilu. Mereka kembali tersentak dan ketakutan melanda semuanya. “A...apa itu tadi ?” sengal Mike sambil duduk di lantai batu drainase. “Entahlah... Aku bahkan tidak sanggup berjalan sewaktu melihatnya... Benar-benar menakutkan..” kata Steve merongoh ransel untuk mengambil botol air. “Itu hantu.” kata Nic tiba-tiba. Matanya menerawang aneh dan raut wajahnya pucat pasi. “Babe, kau baik-baik saja ?” tanya Steve memandangnya cemas. Seolah tersadar dari lamunannya, Nic tersentak dan menoleh memandang mereka. “A...ah ya... aku baik-baik saja... Hanya kaget melihat yang tadi..” jawabnya agak terbata-bata. Keringat bermunculan dari seluruh pori-pori wajahnya. “Kita kembali ke rumah, aku tidak sanggup berlama-lama di sini.” kata Mike memandang mereka dan ia beranjak dari lantai batu. Keduanya mengikutinya di belakang. Mereka berjalan menyusuri drainase dan sampai di tangga tempat mereka turun.         “Mike ! Apa kau tidak mau memeriksa saluran airmu ? Bukannya kita mau memeriksa penyebab darah di kamar mandimu ?” kata Steve mengingatkan. Mike menepuk keningnya. “Ah ! Aku lupa ! Memangnya saluran airnya dimana ? Kurasa bukan di drainase ini.” kata Mike memandang drainase itu. “Sepertinya begitu, lebih baik kita kembali dulu.” sahut Steve dan mereka mulai menaiki tangga kembali. Saat keluar dari lorong drainase, ternyata matahari telah berada di puncaknya. “Wah, kurasa kita hanya sebentar saja di dalam tadi, kenapa cepat sekali sudah siang ?” heran Steve.              Mereka kembali ke rumah untuk makan siang. Ternyata, perjalanannya mereka benar-benar menguras tenaga hingga mereka terkapar untuk istirahat sebentar di rumah. Mike masuk ke kamarnya dan mengeluarkan buku harian yang dibawanya. Diselipkannya buku harian itu ke bawah majalah yang tergeletak di laci meja tidurnya. Ia kembali keluar untuk bergabung dengan mereka.             Setelah selesai beristirahat dan mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa lagi, mereka menyusuri tepi rumah untuk mencari saluran air. Rupanya tidak sulit untuk mencari saluran air rumah itu. Mereka menemukannya di belakang rumah dengan sebuah pondok kecil sebagai tempat penyedotan air. Mereka masuk ke tempat itu dan mulai menyelidiki sekeliling untuk mencari apapun yang dapat menyebabkan darah mengalir ke saluran air rumah.             Sebuah bak luas dengan air jernih dan pompa air yang berdengung, pipa air penyambung ke bawah tanah dan rumah itu lalu seperangkat alat untuk memperbaiki pompa air. Tidak ada bangkai hewan di sana. Mereka pun penasaran dengan darah kemarin hingga Mike tiba-tiba melepaskan kaos yang dikenakannya. “Apa yang kau lakukan ?” heran Steve memandangnya. Mike hanya melipat ujung celananya hingga selutut. “Ya apa lagi ? Menyelam ke dalam bak.” jawab Mike kalem. Nic dan Steve membelalak menatapnya. “Apa kau gila, Mike ??? Bak ini cukup dalam ! “ sergah Steve. “5 meter.” kata Nic tiba-tiba. Mereka berdua menolehnya. Nic menunjuk sebuah papan di samping bak. “Itu kedalaman bak ini.” jelasnya santai. “Kau serius tetap mau menyelam ?” tanya Steve sekali lagi. Mike mengangguk dengan mantap. Steve hanya menghela nafas panjang. “Baiklah, tapi kalau kau tak kembali dalam 5 menit, aku akan menyusulmu.” kata Steve menepuk bahu Mike. “10 menit. Aku bisa bertahan di dalam air selama itu.” jawab Mike optimis. Steve hanya menggeleng tak percaya. Mike tersenyum padanya dan ia menoleh ke arah Nic. “Hati-hati Mike...” pesan Nic dan sekilas Mike melihat ada seraut ekspresi ganjil di wajah Nic. Mike hanya beranggapan bahwa mungkin Nic mencemaskannya dan ia tersenyum padanya.             Pelan-pelan, Mike masuk ke dalam bak besar itu dan bertumpu pada pinggiran bak. Dengan sekali lompatan, Mike hilang dari pandangan. Walaupun air di bak itu jernih tapi mereka tidak dapat melihat dasarnya. Steve langsung memandang jam tangannya dengan cemas. Nic tetap tidak berkata apa-apa setelah Mike masuk ke dalam bak. Hening diantara mereka berdua sambil menatap permukaan air.             Sementara itu, Mike mulai menyelam semakin ke dasar. Ia pernah ikut kejuaraan renang waktu SMA dan baginya ini bukan masalah. Semakin lama ia semakin menuju ke dasar bak dan tekanan air mulai menyesakkan dadanya. Ia terus turun ke bawah dan tetap membuka matanya untuk melihat apakah ada bangkai atau apapun di dasar bak. Lebih kurang dua menit lamanya Mike sampai ke dasar bak yang terbuat dari beton dengan sebuah pipa yang lumayan besar untuk menyedot air. Dia berhenti sebentar dan memutar tubuhnya ke sekeliling bak sambil mengamati.             Tidak ada apapun di sana. Tapi, ia tidak bisa melihat ke ujung bak. Mike memutuskan untuk bergerak ke bagian ujung bak dan mengamatinya. Keempat sudut bak itu ia jelajahi. Tidak ada sesuatu yang kelihatannya berdarah. Hingga akhirnya ia melihat ada sesuatu yang berkilau di tengah bak. “Sudah enam menit...” gumam Steve menghitung waktu di jam tangannya. Nic tetap memandang kosong pada permukaan air. Detik demi detik berlalu dengan bunyinya yang terdengar berdetak keras.             Mike berenang dengan cepat ke bagian tengah. Dilihatnya benda itu dengan teliti. Sebuah kalung bermata biru gelap berkilau dengan indahnya. Ada rantai berwarna emas yang tergulung berserakan di lantai batu. Mike meraup kalung itu dari tempatnya dan seketika ada yang menahan kakinya. Sebuah genggaman kuat di pergelangan kakinya.             Mike menoleh dengan panik ke kakinya. Dia terkejut sekali hingga banyak udara yang keluar dari paru-parunya seketika.             Sesosok wanita berambut hitam berantakan dikibarkan oleh air di dalam bak itu sedang menggenggam pergelangan kaki Mike. Mike tidak bisa melihat wajah wanita itu karena rambutnya menghalangi. Wanita itu memakai baju putih yang sangat kebesaran. Ditendang-tendangnya dan ia meronta luar biasa untuk melepaskan diri dari genggaman wanita itu, tetap saja wanita itu tidak bergeming. Mike mulai sesak nafas karena dalam keadaan panik dan ketakutan, ia telah membuang banyak oksigen. Terdengarlah suara dari wanita itu yang seharusnya tidak bisa di dengar Mike karena mereka berada di dalam air. “Lepaskan aku... lepaskan aku dari sini...” kata wanita itu dengan suara yang mengerikan.             Mike berkomat-kamit di dalam air untuk mengatakan padanya bahwa seharusnya ia lah yang melepaskan Mike. Hanya gelembung-gelembung udara yang keluar dari mulut Mike. Tapi, nampaknya wanita itu mengerti apa yang dikatakannya. “Jika kau tidak mau, maka temanilah aku disini...” kata wanita itu lagi dan ia menengadahkan wajahnya yang tertutup oleh rambut ke arah Mike. Mike semakin ketakutan apalagi udara di paru-parunya semakin menipis hingga ia takut tidak akan bisa bertahan. Mike tetap berjuang untuk melepaskan diri dari wanita itu yang tiba-tiba menangis sambil meraung-raung dengan sedih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD