Chapter 13 - The Black Room

1052 Words
“Steve ! Kemarilah ! Tidak ada apa-apa di sini !” panggil Mike. Steve kaget mendengarnya. Ia langsung berbalik cepat. “Mana mungkin ! Jelas-jelas aku melihatnya tadi terjungkir dari atas pintu kamar mandi !” kata Steve sambil mendatangi Mike. Mike menengadah ke atas. “Tidak ada siapa-siapa. Apa kau bermimpi ?” tanya Mike yang mulai meragukannya.           Steve menggeleng keras. Nic menuntunnya untuk duduk di kursi meja makan. Mereka berkumpul dan Steve menceritakan apa yang dilihatnya. “....tadinya kupikir kalian lupa menutup pintu kamar mandi...” kata Steve serius. Mike dan Nic hanya bertukar pandangan. “Mana mungkin kami ke kamar mandi luar ??? Kau lupa kalau di kamar 'kan ada kamar mandi, untuk apa kami harus jauh-jauh keluar ke kamar mandi dapur ?” heran Nic. Steve baru menyadari hal itu. “Habisnya aku mendengar derit pintu, jadinya kukira tadi kalian lupa menutupnya. Yah, sudahlah !” Steve menyandarkan dirinya ke bangku. “Seperti apa tampangnya ?” tanya Mike mendadak. Wajah Steve berubah menjadi pucat pasi kembali. “Dia wanita berambut hitam panjang dengan mata yang berdarah, separuh wajahnya rusak... ah ! Rambutnya juga basah oleh darah ! Tadi menetes-netes di lantai kamar mandi !” Steve mengingat kembali apa yang baru saja dilihatnya sepuluh menit yang lalu. Nic langsung menoleh ke lantai kamar mandi yang paling dekat olehnya. “Tidak ada darah.” balasnya simpel. Steve semakin bergidik mendengarnya. “Tunggu, deskripsimu benar-benar mirip dengan wanita yang aku lihat di dalam bak kemarin.” kata Mike menyadari. “Bagaimana mungkin aku jadi bisa melihatnya padahal baru tadi aku mengatakan hanya aku yang tidak bisa melihat hantu di rumah ini !” Steve mulai frustasi. Ia berharap bahwa ia hanya berhalusinasi. “Steve, apa kau ingat apa yang kukatakan sebelumnya ?” tanya Mike tajam. “Apa ?” tanyanya balik. Ia bingung dengan pertanyaan Mike. “Tentang hal yang mungkin aku dan Nic lakukan tapi kau tidak !” Mike mengingatkan.            Seakan ada bola lampu yang menyala di pikiran Steve. Ia langsung mencondongkan tubuhnya kembali ke depan. “Kalung itu !” jawabnya tiba-tiba. Mike dan Nic melongo mendengarnya. “Aku memegang kalung itu sebelum kita tidur 'kan ? Setelah itu aku baru bisa melihat hantu yang kalian lihat sebelumnya ! Tapi, sebelum aku memegang kalung itu, aku tidak bisa melihat sosok gaib lainnya !” jelas Steve menghiraukan pandangan bertanya mereka. “Oh my God ! Berarti memang ada sesuatu pada kalung itu !” seru Nic dan ia berbalik ke kamar untuk mengambil kalung yang dimaksud. Tak berapa lama, Nic kembali dan meletakkan kalung itu di meja makan. “Sepertinya memang ada suatu rahasia di rumah ini.” gumam Mike pelan.                                                                                       ***               Esok paginya, mereka berkumpul dengan raut wajah pucat seperti kurang tidur. Mungkin karena semalaman mereka memikirkan kejadian tadi malam, apalagi Steve yang sepertinya tidak tidur setelah itu. “Apa kita jadi memeriksa bagian dalam rumah ?” tanya Nic hati-hati. Mike hanya mengangguk tanpa menjawab.             Tanpa berbasa-basi lagi, mereka mulai memeriksa lantai satu khususnya gudang untuk mencari petunjuk mengenai rumah ini. Dengan mengherankan, banyak boneka dan mainan anak perempuan di dalam kardus-kardus di gudang. “Apa orangtuamu pernah memiliki anak perempuan ?” tanya Nic. Mike menggeleng menatapnya. “Setahuku tidak. Kecuali mereka memang pernah mempunyainya sebelum aku lahir. Tapi, mereka tidak pernah bercerita padaku sebelumnya.” jawab Mike menerawang.             Mereka melanjutkan membongkar barang-barang yang ada hingga menemukan sebuah pintu kaca ke belakang di balik kardus-kardus. Kuncinya rusak hingga Steve mendobrak pintu itu membuka. Ternyata sebuah balkon kecil. Tidak ada apa-apa di sana, kosong. Mereka kembali setelah membongkar selama tiga jam di gudang. “Kau kenal orang-orang di foto ini ?” tanya Steve yang mengamati salah satu pigura berdebu di samping pintu gudang.            Mike menghampirinya dan memandang foto itu. Terlihat seorang wanita muda menggandeng seorang anak kecil dengan tertawa riang. Paras keduanya sangat cantik dan menawan. Mike menggeleng. “Aku tidak pernah melihat mereka di acara keluarga.” kata Mike dan ia menghampiri pigura lainnya. Ada foto wanita lain lagi di salah satunya. Seorang wanita tua berambut hitam duduk di jendela. Mike merasa pernah melihatnya. “Bukannya ini mirip dengan wanita yang kemarin malam kita lihat ?” kata Nic tiba-tiba sambil menjulurkan kepalanya di antara mereka. Mike dan Steve hanya menoleh bingung ke arahnya. “Itu lho yang di kamar hitam itu.” tambah Nic memandang mereka jengkel. “Itu 'kan hanya kau yang melihat secara jelas rupa wanita itu, aku tidak. Hanya kupikir kau benar, perawakannya sama.” timpal Mike. “Sepertinya ini foto-foto pemilik sebelumnya.” gumam Steve. “Tidak mungkin orangtuaku tidak membuang foto-foto pemilik sebelumnya.” kata Mike cepat. Ia berjalan menaiki tangga spiral kembali ke lantai dua. Nic dan Steve mengikutinya. “Apa kita periksa lagi kamar itu ?” tanya Nic ragu-ragu sambil menunjuk pintu di sebelah kamar mereka. Mike mengangguk dengan pasti sedangkan Steve melakukannya dengan setengah hati.             Mike membuka pintu kamar itu lagi. Ia memejamkan matanya dan perlahan mengintip dari ujung matanya saat pintu telah terbuka. Tidak ada apa-apa. Dengan menarik nafas lega, Mike memberi kode kepada keduanya yang sejak tadi membelakangi pintu kamar itu. Keduanya juga sama-sama menarik nafas lega dan mengikuti Mike masuk ke kamar itu. Dengan cepat, Mike langsung membuka tirainya hingga cahaya matahari masuk ke dalam kamar itu.            PRAAANNGG !           Tiba-tiba salah satu botol kaca yang ada di meja rias langsung pecah. Jantungnya berdetak kencang dan mereka hening seketika. “Tidak apa-apa... Jangan dipikirkan...” kata Steve membesarkan hati mereka. Dengan kikuk, ia berjalan ke arah meja tidur dan mengambil salah satu kertas yang berserakan di lantai. “Hey, coba lihat ini.” kata Steve sambil membaca salah satu kertas di sana.           Keduanya menghampiri Steve dan ikut-ikutan membaca kertas yang dipegang Steve. Ketikan di kertas kuning itu mulai memudar. Sebuah tabel dengan istilah-istilah rumit tercetak di sana. Mike mengambil kertas lain, isinya juga sama hanya saja angka-angkanya berbeda. “Sepertinya hasil tes kesehatan ?” tebak Nic. Ia mengamati beberapa kertas lainnya. “Tertulis di atasnya Mariah Hampstone. Nama yang aneh...” kata Steve menimpali. Ia berdiri sambil berkacak pinggang sementara keduanya masih berjongkok mengamati kertas-kertas lainnya. “Tidak ada anggota keluargaku yang bernama itu deh sepertinya.” Mike menengadah memandang Steve dan ia seketika terkesiap.           DEG ! “Umm... Ste..Steve... kurasa kau perlu berjalan ke depan sedikit dan... JANGAN BERBALIK !” kata Mike yang memberitahu Steve perlahan lalu menguatkan suaranya.          Steve terkejut karena ia hampir saja berbalik. Nic langsung menoleh mendengar suara Mike. Ia langsung terdiam dan memelototi Steve. “Maju ke depan pelan-pelan Steve... jangan berbalik seperti kata Mike...” kata Nic ikut-ikutan. Ada sedikit nada panik pada suaranya.         Steve tidak berkata apa-apa dan dengan berkeringat dingin, ia sepertinya telah merasakan sebuah perasaan yang tidak enak. Perlahan ia maju ke depan dan melewati Mike dan Nic yang telah berdiri perlahan. Steve langsung berbalik perlahan dan ia pun terkejut seketika.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD