Mike membuka pintunya dan menekan sakelar lampu di sebelahnya. Penerangan remang-remang dan suram terhampar di depan mereka. Pemandangan serba hitam seperti yang pertama kali Mike lihat membuat keduanya hanya menahan nafas. Steve mulai melangkah masuk ke kamar itu. Mike masih menatap sekeliling kamar itu. Belum beberapa langkah Steve masuk, Mike tersentak.
“Oh s**t ! A...apa itu ???” kagetnya dan Mike terpaku di depan pintu sambil menunjuk jendela di dekat sudut ranjang.
Nic dan Steve otomatis menoleh ke arah yang ditunjuk Mike. Nic menjerit tertahan sedangkan Steve memandang sekeliling dengan bingung.
“Aku tidak melihat apa-apa. Apa yang kalian lihat sih ?” Steve semakin bingung melihat ekspresi ngeri di wajah keduanya.
“K...Kau tidak bisa melihatnya ?” tanya Mike. Steve menggeleng kuat.
“Kita keluar dari sini !” teriak Nic langsung dan ia menarik Steve dari tempatnya lalu meraih daun pintu dan membantingnya menutup.
Nic menarik mereka kembali ke perapian. Wajahnya berubah pucat pasi sedangkan Mike terdiam dengan keringat mulai bermunculan. Dengan gemetar diraihnya pegangan kursi berlengan dan dia duduk di sana. Nic dibantu oleh Steve. Matanya memerah karena hampir menangis ketakutan. Steve memandang mereka secara bergantian dan rasa penasaran yang sangat besar melandanya.
“Mike, come on... ceritakan padaku apa yang kalian lihat ?” pinta Steve sambil berkacak pinggang. Dia tak mungkin meminta Nic yang bercerita karena bibirnya sudah bergetar sedemikian hebatnya.
Mike mulai menenangkan diri dan menarik nafasnya dalam-dalam. Dengan cepat, Steve memberikannya segelas air yang langsung ditengak oleh Mike sampai habis. Steve menunggu dengan sabar sampai Mike mengatur nafasnya.
“Tadi... Di sudut kamar, ada bayangan hitam besar dengan mata merah menyala memandang kita... Aku tidak bisa melihat dengan jelas seperti apa wajahnya, tapi yang terlihat olehku adalah itu sebuah bayangan... nyata sekali...” cerita Mike dan ia bergidik. Steve mulai ngeri membayangkannya.
“Tapi, aku tidak melihat adanya bayangan di tempat itu.” kata Steve cepat. Mike hanya mengangkat bahunya pertanda ia juga tidak mengerti.
“Bukan bayangan.” kata Nic tiba-tiba.
Mereka berdua langsung menoleh memandangnya. Nic memandang mereka dengan serius, sepertinya ia sudah menenangkan diri. Mereka menunggu Nic melanjutkan ceritanya.
“Seorang wanita. Aku melihat seorang wanita dengan rambut gimbal panjang. Tidak tahu wajahnya seperti apa, hanya saja seluruh pakaiannya hitam dan kukira usianya sudah setengah baya. Matanya yang membuatku ketakutan... seperti yang Mike bilang, merah menyala...” lanjut Nic. Keduanya terkaget.
“Tapi, sepertinya wanita yang kau bilang itu tidak sama dengan yang aku lihat di bak air kemarin, Nic “ kata Mike sambil mulai berpikir.
“Darimana kau tahu itu ? Kau 'kan tidak melihat wajah wanita yang di kamar tadi.” heran Steve. Mike langsung menatapnya.
“Perawakannya. Bayangan yang aku lihat tadi cukup besar sedangkan wanita yang di dalam air itu agak muda dan tidak setinggi yang tadi.” jawab Mike. Steve hanya menghela nafas.
“Itu 'kan di dalam air. Kau mana tahu tingginya yang sesungguhnya dari dalam air.” Steve duduk di lantai dan bersandar di kursi berlengan Nic.
“Entahlah... Tapi, aku merasa itu bukan dia. Lagian aku melihatnya sekali lagi di kamar mandi tadi sore.” pikir Mike keras.
“Oh iya, aku heran kenapa hanya aku yang tidak bisa melihat wanita itu ?” tanya Steve sambil menerawang. Nic dan Mike saling memandang dengan kebingungan. Dengan serentak, mereka mengangkat bahu.
“Awalnya juga aku tidak pernah melihat hantu atau semacamnya. Tapi, di rumah Mike aku bisa melihatnya dengan jelas.” heran Nic.
Tiba-tiba, terdengar bunyi gemerincing dari kamar Mike seperti ada benda yang jatuh. Ketiganya menoleh dan Steve langsung berinisiatif untuk membuka pintu kamar mereka. Dipandangnya sekeliling kamar itu. Tidak ada apa-apa, hingga ia melihat pantulan cahaya yang berkilau di lantai. Kalung liontin yang ditemukan Mike di dasar bak sepertinya terjatuh. Steve berjalan mendekatinya dan mengambil kalung itu. Ia kembali keluar dari kamar dan menunjukkan pada mereka.
“Hanya kalung ini yang terjatuh. Kurasa karena liontinnya berat.” kata Steve dan menyerahkannya kepada Mike.
“Tidak terjadi apa-apa 'kan ?” cemooh Mike. Steve bingung mendengarnya.
“Kau bilang kau tidak mau menyentuh kalung ini karena takut ada kutukannya. Buktinya kau tidak apa-apa setelah menyentuh kalung ini.” jelas Mike. Steve menepuk keningnya dengan ekspresi ngeri.
“Yah sudahlah, aku juga sudah terlanjur memegangnya.” kata Steve pasrah.
“Aku lelah...” Nic beranjak dari kursinya dengan lemas dan bergerak ke kamar. Steve langsung menggantikan tempatnya duduk.
“Menurutmu kenapa aku tidak bisa melihatnya sementara kalian bisa ?” tanya Steve serius. Ia mencondongkan badannya sedikit ke depan.
“Mungkin ada yang kami lakukan dan kau tak melakukannya ?” tebak Mike dan ia berdiri juga.
“Hey, kau mau kemana ? Aku 'kan belum siap bicara !” panggil Steve memandang punggung Mike yang berjalan menjauh.
“Tidur. Hari ini melelahkan tahu.” jawab Mike dan ia menghilang di balik pintu kamar. Steve pun menyerah dan ikut ke kamar juga.
Bulan purnama telah menampakkan diri di langit kelam. Terdengar suara jangkrik dan kodok yang bersahutan dalam keheningan malam. Ketiganya kembali terlelap dengan tenang.
KRIEEETT...
Terdengar deritan pintu kembali. Lagi-lagi, Steve yang tersadar dan ia bangun dari sofanya. Dengan berjingkat-jingkat karena takut membangunkan yang lain, Steve keluar dari kamar dan mengintip. Pintu kamar mandi terbuka !
Steve mulai mendongkol karena pikirnya Mike atau Nic lupa lagi menutup kamar mandi. Dengan malas, Steve berjalan ke arah kamar mandi dan hendak menarik daun pintunya. Tiba-tiba, sebuah kepala dengan rambut terurai panjang muncul dari atas pintu dengan menggantung.
“WAAAAAAAAAAA !!!!” jerit Steve dan ia terjatuh dari tempatnya berdiri.
Gemetar menjalari seluruh tubuhnya seketika. Apalagi saat mata wanita itu yang menatapnya dengan darah menetes-netes dari pupilnya. Wajahnya rusak sebelah dan darah menetes juga dari rambutnya ke lantai kamar mandi.
Dengan gemetar, Steve mundur dari kamar mandi tanpa bisa berdiri dan menoleh dari wajah pucat itu. Hanya terdengar tetes-tetes darah dari rambutnya yang berdenting di lantai kamar mandi. Steve mencoba berdiri dan dengan merangkak ia berlari ke arah kamar mereka.
Sementara itu, perlahan-lahan sosok wanita berdarah itu memudar dan hilang dari pandangan. Steve tidak berani melongok ke belakang hingga ia menabrak Mike yang menghampirinya.
“Steve ! Ada apa denganmu ??” tanya Mike memegang lengannya. Nic juga ikut menghampirinya. Steve masih terbata-bata tanpa suara dengan bibir yang gemetaran. Ia balas mencengkeram lengan Mike. Keringat telah membasahi tubuhnya.
“Kau berteriak keras sekali. Ada apa ?” Nic menatap wajahnya dengan seksama. Steve berjuang untuk mengatur nafasnya dan menenangkan dirinya.
“A...ada ha...hantu wanita di sana !” gugup Steve dan ia meneguk ludah berkali-kali. Masih terbayang olehnya tatapan dingin wanita itu dan darah yang keluar dari matanya.
“Dimana ???” Mike mulai menoleh ke sekelilingnya.
Steve menunjuk kamar mandi yang pintunya masih terbuka. Keduanya langsung memandang ke sana. Tidak terlihat jelas dari tempat mereka berdiri. Mike memberi kode pada Nic untuk menjaga Steve sementara ia memeriksa keadaan di kamar mandi.
Dengan berhati-hati, Mike berjalan dan matanya tetap awas untuk memperhatikan setiap ada pergerakan kecil apapun. Sesampainya dia d depan pintu kamar mandi, Mike menoleh ke sekelilingnya. Tidak ada siapa-siapa. Diberanikannya untuk masuk ke dalam kamar mandi dan melongok ke balik kaca. Tetap tidak ada siapa-siapa. Dibaliknya pintu kamar mandi dan diperiksanya. Tidak ada apa-apa.