Setelah dua hari Riana di rawat akhirnya pulang, aku masih didiamkan olehnya. Bahkan untuk membawakan barangnya pun aku tidak di perbolehkan.
Mas Danu,Bapak dan ibu mertuaku yang sibuk mengurus Riana. b*****h memang, cuma gara-gara tidak menemani Riana melahirkan mereka semarah itu.
Tut ... Tut
Aku mencoba menghubungi ibuku.
"Hallo!"
"Hallo Bu, Riana sudah melahirkan, ibu dan ayah kesini ya." mohonku.
"Tidak ah ngapain, lagian sudah ada ibunya kan?" Jawab ibuku di sebrang. Memang ibuku dan Riana tidak pernah cocok.
Dan kini aku tahu penyebabnya ternyata Ibu yang selama ini aku anggap ibu kandungku nyatanya bukan. Dia adalah wanita yang merebut ayahku dari ibu kandungku.
"Ri ...!"
Aku panggil Riana, akan aku bujuk lagi dia. Aku ingin menemui Arum tapi aku tidak memiliki uang. Hah terpaksa aku merayu Riana agar dia memberiku uang.
"Ri ... Mas, mohon maaf ya." Riana hanya melihat sekilas kearahku.
Dia masih menyusui Atik, bayi mungil itu menyedot ASI Riana dengan kuat. Ada rasa menggelitik saat menatap bayi mungil itu. Ingin rasanya aku menggendongnya namun keinginan itu hanya aku simpan dalam hati.
"Kamu tidak salah, dan tidak perlu ada yang di maafkan." Balas Riana ketus.
"Tapi Ri, kemarin Mas menamparmu."
"Tamparanmu, tidak sebanding dengan sakit hatiku saat kamu mengabaikan aku yang akan melahirkan, Mas!" teriak Riana lagi. Bayi yang ada di gendongan Riana pun ikut menangis.
Aku bergeming, Riana kenapa menjadi pemarah sekarang? Apa salahku? Hanya tidak menemaninya melahirkan apa iya sampai harus semarah itu? Toh semua wanita yang telah menikah dan hamil tentu akan melahirkan bukan, dan itu sudah kodrat seorang wanita.
"Tapi Ri, Mas benar-benar sibuk. Jadi tolong mengertilah."
"Aku kurang mengerti apa,Mas? apa kamu tahu jika kedua orang tuaku datang berkunjung mungkin aku dan anakmu tidak akan tertolong!"
Aku baru ingat, dari pagi Riana memang mengeluh sakit perut, tapi aku tak mengindahkannya aku kira sakit perutnya sama seperti biasanya, karena kontraksi palsu. Hingga aku tinggalkan dia ke kampus.
Saat siang hari Riana kembali menghubungiku, tapi aku tak mengindahkannya.
Hingga malam hari, nomor Bapak Riana menghubungiku saat di hotel. Terpaksa aku angkat. Ternyata Riana sedang di rumah sakit. Sedang melahirkan.
Selama Empat tahun aku menjalani hubungan gelap bersama Arum. Hingga kelahiran Edo, dan aku telah menjadi pengacara, hubungan itu kandas karena ternyata suami Arum telah mengetahui hubungan kami.
Saat itulah aku mengenal Nita, dan menjalin hubungan bersamanya. Nita seorang janda cantik yang aku kenal karena dia bekerja di butik milik Riana.
Awal pertemuan kami, adalah saat mengantar Riana kebutik.
"Ri ... itu karyawan baru?" tanyaku kepada Riana.
"Iya Mas, namanya Nita."
"Oh pantas baru lihat."
Hubunganku dan Riana saat itu mulai membaik karena aku tak lagi bersama Arum, secara financial juga kami mulai mengalami peningkatan. Riana memiliki beberapa cabang butik, aku menjadi pengacara yang di bilang paling sukses di kota Malang.
"Oh Ya Ri, nanti mas jemput ya?" tawar ku.
"Tumben Mas, biasanya aku sampe maksa kamu, tetap tidak mau?"
"Iya Mas, pengen saj sudah lama rasanya tidak menjemput kamu"
"Ya sudah terserah Mas, saja."
"Mas, berangkat dulu ya, Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam." Aku mencium kening Riana dan berangkat ke kantor.
Saat keluar dari ruangan kantor Riana, aku berpapasan dengan Nita. Ternyata dia sangat cantik
"Selamat pagi Pak!" sapanya kepadaku.
"Pagi, Kamu karyawan baru ya?" tanyaku.
"Iya Pak, saya baru bekerja dua hari Pak."
"Pantas saya baru lihat kamu, Berapa umurmu?"
"Saya dua puluh delapan tahun Pak," jawabnya.
Aku tak mengira umurnya sudah menginjak dua puluh delapan tahun, aku kira dia baru berumur belasan. Wajahnya sangat imut menurutku, meski beberapa bagian tubuhnya sangat menggoda.
"Saya kira kamu masih tujuh belas tahun, kamu imut dan cantik sekali."
"Ah Bapak bisa saja." jawabnya centil.
"Jangan panggil Bapak dong, apa saya setua itu? saya baru berumur tiga puluh tahun."
"Ehm Bapak masih muda kok, gagah lagi." puji Nita sambil mengedipkan mata dengan begitu genit.
"Kamu sudah menikah?"
"Saya janda pak, suami menceraikan saya padahal baru satu Minggu menikah."
"Loh kok bisa?" tanyaku penasaran.
"Gak tau Pak."
"Ya sudah bagiku tidak penting, Ehm kalau minta nomor telepon kamu bisa tidak?"
"Uhm buat apa ya Pak, saya takut ketahuan Bu Riana, Pak." Nita nampak takut, tapi tatapan menggodanya masih ketara.
"Begini saja aku tunggu kamu di hotel ini nanti malam kamu datang yah, nanti aku kasih dua juta asal kamu mau menemani saya malam ini," ucapku to the point.
"Uhm tapi Pak?"
"Tidak ada kata tapi-tapi, jika tidak kamu akan aku pecat."
"Ba ... baik, Pak" akhirnya dengan sedikit ancaman aku mendapatkan Nita.
Malam harinya.
Aku telah menunggu di kamar hotel sesuai janjiku siang tadi.
Tok ...tok
Ternyata Nita benar-benar datang.
"Masuk."
Nita menurutiku dia sedikit takut-takut.
"Pak, saya takut, Pak."
"Sudah Nita, tidak perlu takut, disini tidak ada Riana."
"Uhm Pak, kalau saya hamil bagaimana?"
"Haha ... haha ternyata kamu sudah paham yang aku inginkan, sudah kamu tidak perlu takut aku akan memakai pengaman, jadi kamu tidak akan hamil."
Akhirnya kami melakukannya malam itu. Nita ternyata lebih, binal dari Arum, dan aku lebih menyukainya wajah imutnya tak menunjukan kebinalannya di ranjang.
Aku menyukainya, dia wanita yang bisa mengimbangi ku dalam masalah ranjang. Tidak seperti Riana, yang terlalu biasa dan monoton. Aku akui aku lelaki pertama bagi Riana sehingga pengalamannya dalam bercinta sangat kurang.
Saat pertama kali aku melakukannya bahkan Riana masih malu-malu.
Tapi Nita meski awalnya malu, tak butuh lama dia menunjukan kebinalannya, dan aku suka itu.
"Terima kasih ya Pak, ternyata bapak bisa mengimbangi permainan saya, dulu suami saya tidak pernah membuat aku puas." Curhat Nita.
"Panggil saya Mas, saya merasa sangat tua jika di panggil Pak!"
"Ba ... baik Mas."
"Kita lakukan lagi ya, Saya ketagihan punyamu sangat nikmat." Godaku sambil memeluk Nita.
Dan yahh akhirnya aku dan dia melakukannya sampai pagi.
Benar dugaanku dia begitu menggoda, kami melakukannya berkali-kali malam itu. Aku tidak pedulikan keadaan Riana, bahkan aku lupa jika harus menjemputnya malam itu.
Pagi hari, aku memberikan uang sebesar tiga juta kepada Nita, sengaja aku tambah, aku begitu puas dengan servicenya.
"Pak ini banyak sekali,"
"Aku puas dengan service mu , sekarang kamu pulanglah, besok aku ingin kamu temani aku lagi."
"Baik Mas" binar Nita begitu bahagia.
Perselingkuhan kami berlanjut.