"Pah, Pah"
Tok ... tok
"Pah, ini Fanya."
Suara ketukan pintu, mengagetkanku dan menyadarkanku dari lamunanku.
"Iya sebentar."
"Pah, papah tidak apa-apa? dari tadi Fanya ketuk pintu tapi Papah, tidak memberi jawaban?"
"Maaf Papah, baru saja mandi."
"Papah, apa masih sakit?"
"Iya, sayang bekas pukulan Pakde Danu, masih terasa sakit."
"Pah, apa benar Papah ingin menikahi Tante Nita?"
"Entahlah sayang, Papah bingung, Maafkan Papah ya Sayang, gara-gara papah kalian menjadi menderita." pintaku tulus.
"Iya Pah, tapi Fanya tidak rela jika Papah, sampai menikahi Tante Nita, ibu Fanya hanya Mamah."
Deg
Perkataan Fanya menamparku. Fanya memang paling dekat denganku dari pada Edo dan Atik.
Dia sedikit Tomboy, namun dia sangat pendiam.
"Pah, Fanya pernah melihat Papah, bersama Tante Nita, di kafe, asal Papah tau waktu itu Mamah dan Fanya memergoki Papah,"
"Apa?"
"Yah, Mamah sudah lama tahu kalau Papah selingkuh, tapi Mamah diam, bahkan Mamah menyuruhku jangan sampai membenci Papah."
'Kenapa kamu terlalu baik Riana?' batinku.
"Mamahmu memang wanita paling baik, Sayang. Papah mohon maaf, Papah membuat mamamu meninggal."
"Sudah Pah, Sekarang aku hanya punya Papah, dan Kak Atik, jadi Fanya mohon jangan ada kata perpisahan lagi, Fanya sedih hiks ... hiks "
Tangis Fanya akhirnya jebol juga.
"Fanya ketahuilah, Setiap makhluk yang bernyawa pasti mati, Dan menentukan hidup mati seseorang adalah ketentuan-Nya"
"Tapi .. Pah, Kematian Mamah dan Edo terlalu cepat, Aku tidak ingin kehilangan lagi, Fanya mohon jangan menikahi tante Nita hiks ... hiks."
Aku benar-benar bingung harus menjawab apa. Di satu sisi aku harus bertanggung atas kehamilan Nita, disisi lain aku tidak ingin menyakiti kedua putriku lagi.
"Sayang, boleh Papah bicara?" tanyaku .
"Yah,"
"Jika kesalahan Papah dulu membuat dampak kepada seseorang, dan bahkan menyebabkan dia memiliki seseorang yang harus dia tanggung kehidupannya apa Papah, bisa lepas tanggung jawab?"
"Maksud Papah?"
"Maafkan Papah, Nak, kesalahan Papah membuat Tante Nita hamil, dan Papah harus bertanggung-jawab atas kesalahan itu."
"Hiks ... hiks Papah jahat, Fanya kira apa yang di katakan Mamah benar jika Papah hanya temenan sama Tante Nita, ternyata Papah sangat jahat!" teriak Fanya.
"Fanya ... tolong mengerti Papah, Nak." aku coba menenangkan Fanya.
"Kasihan mendiang Mamah, Mamah selalu menangis sendiri, ternyata Papah yang membuat mamah selalu menangis."
Deg
Lagi-lagi satu kenyataan yang membuat aku tercengang, apakah sedalam itu luka yang aku torehkan ke hati Riana. Sejauh apa Riana mengetahui hubunganku dengan Nita?.
Atau jangan-jangan Riana mengetahui semuanya?.
"Fanya ... Papah tahu Papah salah, maka dari itu beri kesempatan Papah untuk memperbaiki semuanya."
"Apa dengan menikahi Tante Nita akan memperbaiki semuanya? Bahkan hatiku dan hati kak Atik masih menganga lukanya dan Papah akan menambahnya lagi?"
"Tidak sayang Papah hanya tidak ingin berbuat dosa lagi dengan menelantarkan anak yang di kandung Tante Nita."
"Sudah Pah, terserah papah sekarang, jika papah menikahi Tante Nita maka papah juga akan kehilangan aku dan kak Atik," teriak Fanya.
"Tidak Sayang, Papah tidak ingin kehilangan kalian lagi, Papah mohon!" aku berusaha memeluk Fanya namun dia menghempaskanya.
"Papah jangan coba-coba memelukku karena aku tidak ingin di peluk Papah lagi."
"Baiklah Nak, papah tidak akan memelukmu, tapi Papah mohon jangan pergi dari hidup Papah."
"Entahlah Pah, pada dasarnya Papah memang sudah kehilangan kami sejak awal, Bahkan Papah yang membuang kami."
Pertengkaran aku dan Fanya, mengundang orang seisi rumah, untuk datang.
"Kamu apakan Fanya Jovan?" tanya ibu Mertua.
"Saya hanya ingin memberi pengertian kepadanya jika aku akan menikahi Nita!"
"Kamu memang sudah gila! Makam Riana dan Edo bahkan masih belum kering tapi kamu malah memikirkan untuk menikah lagi!" teriak ibu Ratih.
"Nita hamil, Bu!"
"Sudah kuduga Jovan, sekarang nikmatilah karmamu! Aku bersumpah Jovan demi mendiang Riana, Setelah ini hidupmu akan hancur sehancur-hancurnya hingga kamu bahkan enggan untuk hidup lagi!"
Sumpah Ibu Ratih, menglegar jujur aku sangat takut.
"Jangan begitu,Bu! aku ingin memperbaiki semuanya."
"Terserah kamu Jovan! dan ingat satu hal, kamu keluar dari rumah ini karena ini rumah Riana!"
"Tidak bisa Bu, masih ada anak-anakku yang harus aku nafkahi dan aku jaga."
Prok ... prok
"Hebat sekali kamu Jovan, dimana kamu saat Riana berjuang sendiri membesarkan anak-anakmu?" Cela Ibu Ratih.
"Apa aku tidak bisa di beri kesempatan lagi?" balasku jujur hati ini bergemuruh, rasa marah, kesal bercampur menjadi satu aku merasa terhina.
"Kamu sudah terlalu sering di beri kesempatan, dan kamu tidak pernah berubah Jovan!"
"Tapi sekarang aku akan berubah Bu."
"Jika kamu benar ingin berubah, jangan kamu menikahi wanita itu, menikahi wanita itu sama artinya kamu menyakiti kedua putrimu lagi!"
"Lalu bagaimana dengan bayinya?"
"Jadi wanita itu telah hamil anakmu?.
Brak
Meja yang di depan kami pun menjadi sasaran kemarahan Ibu dari mendiang Riana.
"Kamu memang sudah gila Jovan, kamu sudah gila!" teriak Ibu Ratih, kemarahannya sudah tidak terkontrol.
Bugh ... bugh
Lagi dan lagi pukulan mengenai tubuhku, memar akibat pukulan Mas Danu masih begitu sakit."
"Kamu mati saja laki-laki b******k! menyesal aku merestui hubunganmu dengan Riana hiks ... hiks " tubuh Bu Ratih pun luruh kebawah.
Aku pun memeluk, dan bersimpuh di kakinya. Namun tubuhku ditendang.
"Asal kamu tahu pria b******k, kami membesarkan Riana tidak pernah sekalipun kamu memarahinya tapi kamu bahkan aku semata-mata melihamu menampar Riana."
Aku menunduk, tidak berani berkutik di hadapan ibu Ratih. Dulu beliau begitu lembut kepadaku, dan tak pernah marah, tapi kesalahanku terhadap mendiang Riana membuatnya tak selembut dulu.
"Aku berjanji "
"Stop Jovan, buang janjimu itu, sekarang kamu mau berjanji untuk menghilangkan nyawamu sekalipun tidak ada gunanya!" kalimatku di potong wanita paruh baya itu.
Ayah mertua pun sudah merah padam menahan amarah, aku tahu beliau sangat menyayangi Riana melebihi apapun.
"Sekarang kamu pergi! biarkan Atik dan Fanya bersama kami!"
Atik, dan Fanya pun hanya bergeming mereka tak membelaku sama sekali. Jika aku pergi sekarang aku bahkan tak memiliki uang. Bagaimana kehidupanku selanjutnya?.
"Bu, aku mohon beri aku kesempatan lagi."
Bugh Brak
Tubuhku limbung, saat tiba-tiba bajuku ditarik, dan tubuhku dilempar hingga menabrak lemari.
Saat berbalik ternyata Bapak mertua yang melakukannya.
"Kamu memang lelaki tak tau malu Jovan, kamu lelaki b******k yang pernah saya kenal, menyesal aku menerimamu menjadi menantu."
"Pak, aku cuma ingin di beri kesempatan sekali lagi, aku berjanji untuk memperbaiki diri."
Bugh
Sebuah bogem mentah tepat mengenai perutku.
"Tidak ada kesempatan untukmu sekarang kamu pergi!" teriak pria paruh baya itu.
Kring ... kring
Ponselku berbunyi, tapi di layar tertera nomor tidak dikenal.
'Siapa batinku'
Saat akan membalas pesan, aku diseret hinga kedepan rumah.
"Sekarang terserah kamu Jovan, kamu mau menikahi wanita itu silakan! kamu pergi dari sini!"Bentak ya sekali lagi.
Aku benar-benar bingung.
Kring kring
Ponselku berbunyi sekali lagi. Apa ini nomor ponsel Nita?.
"Hallo!" teriakku.
"Hallo selamat siang Pak,"
Deg ... ternyata dugaanku salah, aku kira Nita.
"Iya selamat siang."
"Kami dari pihak rumah sakit ingin mengabarkan jika Bapak Jefri ayah anda meninggal dunia."
Duar ...
Berita yang membuat aku luruh seketika.