Merindukan Riana

823 Words
Setelah Nita pergi, aku Mas Danu dan Fanya masuk kedalam rumah. "Jovan, aku ingin berbicara denganmu." "Baiklah." Aku mengikuti Mas Danu kekamarnya, jantungku berdetak kencang. Aku sudah berfirasat jika aku tidak akan baik-baik saja. Wajah Mas Danu, sudah merah padam. Aku tahu jika dia menahan emosinya dari tadi. Taman belakang, Mas Danu mengajakku berbicara disana. Bugh ... Bugh Pukulan demi pukulan telah Mas Danu layangkan kepadaku. Hingga disudut bibirku begitu terasa amis. Aku yakin sudut bibirku sudah robek. "Kamu memang lelaki b******k Jovan! Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan Riana selama bersamamu!" Mas Danu melampiaskan amarahnya kepadaku. Cengkraman dileherku membuat aku kesulitan bernafas. "A ... a ... aku minta maaf Mas." Bugh ... "Maafmu tidak akan pernah mengembalikan Riana dan Edo!" Pukulan sekali lagi mengenai perutku. "Uhuk ... uhuk ..." leherku begitu sakit. Rasanya leher ini seperti patah. "Jika bukan karena Fanya dan Atik aku sudah membunuhmu Jovan!" Tangis Mas Danu tak terbendung lagi. Jujur hatiku pun sakit melihatnya menangis. Mas Danu adalah sosok kakak yang sangat menyayangi adiknya. "Riana adalah adikku satu-satunya bahkan kami sekeluarga tidak pernah sedikitpun menyakitinya, tapi apa yang kamu lakukan membuat dia terbunuh secara perlahan." teriak Mas Danu sambil melayangkan pukulannya lagi. Bugh ... "Ma ... af kan aku Mas." "Pergi dari hadapanku sebelum aku membunuhmu, b******k!" Kesempatan itu tak aku siakan aku langsung beranjak pergi, dengan tertatih. Akhh bahkan seluruh tubuhku sangat sakit. Aku memasuki kamarku, kamar bersama Riana. Dulu kamar ini sangat malas untuk aku masuki, karena pasti akan melihat Riana tertidur pulas karena kelelahan. Aku sangat benci melihatnya tertidur pulas seperti itu saat aku pulang kerja, dia bahkan tidak menyambut ku saat aku butuh pelipur lara kala telah lelah kerja seharian, bahkan aku selalu pulang tengah malam. Apa karena aku tak memberinya nafkah, sehingga dia semena-mena terhadapku?. Tapi dia memiliki butik, dan aku yakin bisa menanggung seluruh kebutuhan rumah tangga kami. Aku menyeka lukaku, wajahku penuh dengan lebam. b******k sekali Mas Danu. Hah apa salahku sehingga dia memukuliku seperti ini?. Masalah Riana bukankah sudah selesai? Aku memasuki kamar mandi. Ingin aku mandi, dulu Riana selalu menyediakan air hangat saat mandi. Yah meski aku muak melihat Riana, tapi aku akui Riana tidak pernah mengabaikan tugasnya, hanya jika dia kelelahan dia tertidur seperti orang mati. Aku bahkan pernah tertidur dengan menahan hasrat. Sejak saat itu aku begitu malas, melampiaskan hasrat ku kepada Riana. Aku lebih banyak melampiaskannya bersama Nita. Selesai mandi, aku mengelap dan mengobati lukaku sendiri, perut keroncongan karena seharian tidak terisi makanan. 'Riana mas begitu merindukanmu'. Tok ... tok "Pah, ini Atik" Ceklek "Ada apa sayang?" "Pah, Papah sudah makan? ini Atik bawakan nasi, tadi nenek beli, nasi padang ini jatah Atik untuk Papah saja." Aku melihat bungkusan kresek warna hitam, aku terima pemberian Atik. "Kebetulan sekali Papah lapar sekali." Aku langsung meraih nasi tersebut. Tak aku pedulikan Atik, pasti dia bisa meminta kepada Neneknya lagi, aku sangat lapar sekarang. "Iya Pah, Papah makan yang banyak Yah, Atik sayang Papah ." tanpa aku hiraukan Atik, aku hanya mengangguk sekenanya. "Kamu keluar dulu ya, sayang Papah mau makan dulu." "Iya Pah." Atik pun menurut. Atik telah tumbuh menjadi remaja yang sangat cantik, wajahnya sangat mirip dengan Riana. Setiap kali melihat wajahnya ada yang selalu menggelitik di hatiku, yah rasa bersalah yang begitu besar. Aku suapkan nasi, ke mulutku. "Akh bahkan saat membuka mulut rasanya begitu sakit, b*****h memang Mas Danu." sumpah serapah aku lontarkan. Setelah selesai makan, aku kembali membuka diary Riana. 24 Desember 2004 Kelahiran putriku, Hari ini begitu mendebarkan, sejak pagi rasa nyeri di bagian panggul, dan perutku, begitu terasa. Beruntung ada ibu dan bapak, yang selalu berada di sampingku. Mas Jovan, bahkan tak mengangkat telepon dariku, alasan klasiknya adalah ada sidang kasus yang dia tangani. Dia telah berubah, sejak kehamilan anak kami, dan saat mas Jovan, sudah menjadi pengacara magang, meski dia belum lulus kuliah.Sifat asli Mas Jovan, mulai terlihat. Dia begitu membela ibunya. Aku sadar bakti anak lelaki adalah kepada ibunya, tapi apa bakti seorang anak membolehkan seorang suami tidak menafkahi keluarganya. Mas, andai kamu tahu, aku selalu kesulitan mencukupi keuangan keluarga kita. Belum lagi biaya skripsimu. Mas bolehkah aku sedikit mengeluh? Hari ini tepat pukul sepuluh malam, putriku lahir. Aku beri dia nama Atik Azzahra Nama yang aku sematkan, dengan harapan dia bertumbuh menjadi wanita yang cantik dan dermawan. Bahkan sampai pukul dua belas malam Mas Jovan tak bisa dihubungi. Hingga terpaksa Bapak yang mengadzani Atik yang mungil. Akh sungguh aku tertampar, dengan tulisan dari Riana ini. Saat kelahiran Atik memang aku sedang tidak di sampingnya, karena aku sedang sibuk bersama Arum-mantan pacarku yang sudah menikah dengan pengusaha sukses-. Aku bersama Arum, karena dia selalu bercerita jika suaminya selalu berbuat kasar dan selalu memukulinya. Aku saat itu belum mengenal Nita. Aku masih mengejar cinta dari Arum lagi. Yah benih-benih cinta dulu yang telah hilang, lambat laun mulai bersemi. Arum wanita yang cantik, dia selalu berpenampilan seksi, tidak seperti Riana yang selalu berkerudung panjang. Apa aku salah karena telah mencintai wanita lain?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD