PART 9

1005 Words
Beberapa karyawan langsung memberi jalan pada Stella agar bisa keluar dan menemui seseorang di depan lift itu. Stella terkejut bukan main saat ia melihat siapa yang memanggilnya. "Ikut denganku!" kata Alex dingin sembari berjalan menuju lift khusus petinggi perusahaan. Stella mengekori Alex dengan perasaan bercampur aduk. Pertama, dia telah berlaku tidak sopan pada atasannya. Kedua, dia sudah bersikap lancang di depan karyawan lain. Astaga! Sekarang apa yang akan terjadi? Nyali Stella semakin menciut saat mereka berada di lift khusus, berdua. Alex masuk ke ruangannya dengan Stella yang mengikuti di belakangnya. Seseorang yang berada di dalam terkejut dengan kedatangan mereka, bukan karena Alex, melainkan karena Stella. Begitu juga dengan Stella. "Dia yang kamu maksud, bukan?" tanya Alex, membuyarkan keterkejutan keduanya. "Hah? Oh, benar. Bagaimana kau bisa tahu?" balas Calvin sedikit terpana. Ia hanya mengatakan ciri-cirinya saja, tapi Alex sudah dapat mengetahuinya. Cantik, batin Calvin. "Maaf sebelumnya, ada apa?" tanya Stella merasa bingung akan semua yang terjadi saat ini. Alex juga tetap tidak mengatakan tujuannya membawa Stella ke ruangannya. "Tidak Nona, Alex terlalu berlebihan dengan membawamu kemari. Sudahlah, sebentar lagi meeting akan dimulai. Aku duluan!" ujar Calvin dan berlalu dari ruangan Alex. Stella terdiam dan memilih menghadap ke Alex dan berkata, "Saya permisi." Lalu wanita itu membalikkan badan dan pergi. Alex sebenarnya hanya iseng membawa Stella ke ruangannya. Ia memilih untuk menyusul Calvin, namun saat akan berjalan keluar, ia melihat sesuatu dan mengambilnya. ***** Seperti biasa, saat jam pulang kantor tiba, Karen akan menunggu Stella. Beruntung malam ini Stella tidak lembur. Namun semua tampaknya sama saja. Saat Stella dan Karen menyadari jika kalung Stella, pemberian ibunya hilang. Akhirnya Stella dan Karen mencari kalung itu hampir ke seluruh sudut kantor. Jangan tanyakan perasaan Stella, ia hampir menangis waktu mengetahui kalungnya hilang. Tapi Karen meyakinkan Stella bahwa kalung itu akan kembali kepadanya. Stella sedih, jika ibunya tahu pasti akan kecewa, kalung berharganya itu hilang karena kecerobohan Stella. Kalung itu adalah pemberian ayah kandungnya, kalung itu hanya satu-satunya yang ada, itu berarti ayahnya khusus membuatkan kalung itu untuk ibunya. Stella sempat berpikir, sebesar itukah cinta yang diberikan ayahnya kepada ibu? Tapi, kenapa ayahnya tidak menginginkan kehadirannya? Tanpa sengaja Stella melihat sebuah bingkai foto berisikan gambar dua orang berbeda generasi. Terdapat seorang anak kecil yang duduk dalam pangkuan ibunya. Tangan mungilnya menggenggam tangan sang ibu seakan takut terjatuh. Sang ibu tersenyum bahagia menghadap kamera, begitupun balita tersebut yang tersenyum polos. Tak terasa bulir bening mengalir dari mata Stella. Ia mengusap kasar air matanya, tidak ada gunanya menangisi masa lalu, karena semuanya tidak akan mengubah keadaan. Di Tempat Lain. Seorang pria duduk terdiam di dalam kamarnya dengan sebuah kalung di tangannya. Indah. Itulah kata yang pantas untuk kalung tersebut. Dering ponselnya kembali berbunyi dan kali ini pria itu tidak mengabaikannya. "Astaga, kenapa lama sekali angkatnya!" gerutu seorang wanita di seberang sana. "Aku sibuk," jawabnya singkat. Atau lebih tepatnya, sibuk memperhatikan kalung indah itu. "Kau tidak lupa besok, bukan?" tanya seseorang di seberang sana. "Tidak. Dan persiapkan semuanya." "Baiklah, kutunggu." Tanpa menjawab, pria itu memutuskan panggilan tersebut. Alex tersenyum samar memandangi kalung itu. Benar, dialah yang menemukan kalung Stella, Alex merasa tertarik pada kalung indah itu. ***** Pagi itu Stella kembali mengunjungi ibunya. Saat masuk ke ruang inap ibunya, terukir senyum indah yang bahkan hanya orang tertentu yang dapat melihatnya. "Ibu!" sapanya, mendekat ke ranjang. "Ibu, Josh telah pergi dari kehidupan kita. Kini hidup kita kembali damai. Ibu, aku akan melakukan apa pun demi ibu. Jadi kumohon, bangunlah dan sapa aku dengan senyumanmu dan berikan aku kehangatan dalam pelukanmu. Ibu, aku benar-benar merindukanmu. Sangat." Lagi-lagi segala ucapan Stella kembali tidak mendapatkan jawaban, hanya suara alat penopang kehidupan ibunya saja yang terdengar. Tapi, itu tidak membuat Stella patah semangat untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan pada Sarah. Meski ibunya hanya terbaring diam tanpa merespon. ***** Pagi itu, Stella baru saja tiba di kantor, atasannya memanggil. Stella pikir, ia akan mendapatkan tugas baru lagi. Namun, atasannya hanya memintanya untuk mengantarkan beberapa berkas ke ruangan Alex. Awalnya Stella merasa bingung, kenapa harus dirinya? Namun, tanpa banyak bertanya, dia langsung melaksanakan tugas itu. Saat berjalan menuju ruangan Alex, dia melihat seorang asisten yang tampak fokus dengan tugasnya. Asisten itu mengernyit menatap Stella, tapi saat melihat beberapa berkas dalam dekapan Stella, akhirnya asisten itu membiarkan Stella masuk begitu saja. Stella mengetuk pintu, dan segera masuk ke ruangan Alex setelah mendapat izin dari sang pemilik ruangan. "Bapak, ada beberapa berkas yang harus Anda tanda tangani!" ujar Stella seraya memberikan berkas-berkas tersebut pada Alex. Alex menerima dan segera menandatangani berkas-berkas itu. Saat bertanda tangan, Alex berkata, "Jam makan siang, temui aku di basement. Kita akan melakukan fitting." "Baik." jawab Stella singkat dan segera keluar dari ruangan Alex. Sangat singkat. Tak ada basa-basi di antara keduanya. Alex maupun Stella memiliki caranya sendiri. Mereka sadar, pernikahan ini terjadi bukan atas dasar cinta. Lalu untuk apa berbasa-basi? ***** Berdasarkan janji yang telah disepakati, Alex menunggu Stella di basement. Stella terpaksa membiarkan Karen menikmati makan siangnya sendirian. Awalnya Karen merasa curiga, namun saat Stella menjelaskan bahwa ia memiliki janji bertemu dengan seseorang, akhirnya Karen mau mengerti. Stella melihat mobil milik Alex telah siap, menoleh ke arah kanan dan kiri untuk memastikan bahwa tidak akan ada yang melihatnya saat ia memasuki mobil itu. Setelah berada di dalam mobil, hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Mobil melaju meninggalkan basement. Beberapa saat kemudian, akhirnya Stella memutuskan untuk memulai percakapan. "Apa tidak apa-apa kita melakukan fitting di hadapan publik?" tanya Stella. Pandangannya tetap lurus ke depan. "Tidak apa, aku sudah mengaturnya," jawab Alex tanpa menoleh. Dan keadaan kembali hening. Stella mengerti bahwa mereka akan melakukan pernikahan ini secara diam-diam. Jadi, mengapa juga Alex harus mengumumkan pernikahan ini ke publik? Stella bukan wanita bodoh yang tidak tahu alasan pernikahan ini dilakukan secara diam-diam. Mana mungkin Alex akan mengatakan pada publik bahwa ia telah menikah? Bisa-bisa kehidupan bebas pria itu akan terkekang. Ditambah lagi, wanita yang Alex nikahi hanya seorang karyawan biasa. Stella juga tidak ingin terekspos di hadapan publik, karena otomatis kehidupannya juga akan diketahui oleh media. Dan Stella tidak ingin kehidupan pribadinya diketahui banyak orang. ?????
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD