Seductive

846 Words
"Pi...." Jayler menyapa disertai senyum ketika ia duduk di hadapan papinya. "Selamat pagi, son. Panggil Bi Asih kalau kamu mau teh." Di era serba digital ini, Tuan Rahagi masih membaca koran. Katanya, lebih terasa beritanya karena jemari menyentuh lembaran. Apalagi ditemani secangkir kopi buatan istri. "Dalam rangka apa Lou pulang?" Jayler membahas adiknya karena saat makan malam tidak disinggung. Lou memang random. Tiba-tiba ada di Jkarta, tiba-tiba sudah kembali ke London seolah punya pintu Doraemon. "Ada temennya ulang tahun," Rahagi menjawab santai sambil melapalkan judul di koran: Siswa SMA Ketahuan Mencuri Motor Karena Butuh Uang Untuk Membelikan Pacar Handphone Baru. “Siapa, Pi? Temen Lou banyak,” tanya Jayler. “Putri bungsunya Tuan Termahadari.” "Oh iya, Papinya si Windy nyewa salah satu ballroom di Haidan." Jayler ingat ia mendapat telepon langsung dari pemilik stasiun TV itu. Anak bungsu Taska Nararenda Termahadari ingin mengadakan birthday party. "Kirain Lou udah nggak temenan sama Windy semenjak minggat ke London," tambah Jayler. "Lou temannya banyak di mana-mana," jawab Rahagi. "Kalau kamu temennya masih dua aja, kan? Siapa itu namanya? Ben dengan Ariano." "Sahabat sejati nggak perlu banyak-banyak yang penting sampai mati." "Bahasanya segala sampai mati." "Mereka nggak bisa hidup tanpa aku, Pi. Ben terlalu lurus, Ariano terlalu gitu-gitu aja. Jayler Haidan Hartono ada untuk membuat hari-hari mereka berwarna." Jayler masih ingat ketika ia menemukan dua pria aneh bernama Benara Wijaya dan Ariano Mahesa Kusmawan Hartadi. Tepatnya saat kuliah di Stanford. Sebenarnya beda angkatan, tapi karena sama-sama mahasiswa dari Indonesia—dan sama-sama kaum elite—mereka sering bertemu. Jayler awalnya mendekati Ben karena disuruh Mami, namun keterusan. Amarose berteman dengan Sinta—ibunya Ben. Lelaki dengan manner tingkat dewa itu bahkan diincar Mami untuk jadi menantunya. Tapi Jayler merasa kasihan pada Ben karena adiknya terlalu bar-bar untuk jadi istri Ben yang hampir tidak punya cela. Meski begitu, Jayler tetap merasa lebih ganteng lha dari Ben! Kalau untuk kasusnya Ariano, Jayler murni iseng kenalan karena Ariano adalah makhluk paling berpenampilan cupu— ketinggalan zaman. Pubernya seolah telat. Kalau bukan nama belakangnya, Jayler hampir tidak akan percaya bahwa Ariano adalah putra dari pengusaha jamu terbesar di Solo. Jika Jayler sedang bosan main cewek, tinggal mem-bully Ariano saja. Hidupnya dijamin seru lagi. "Ada-ada aja kamu ini." Rahagi geleng kepala mendengar cerita Jayler tentang dua sahabatnya. "Kabar baik, mereka?" "Baik, Pi. Tapi tetap nggak keren hidupnya." Jayler menjawab dengan nada sok serius. "Ben ganteng tapi nggak pernah nyari cewek. Ariano duitnya unlimited tapi bajunya murah meriah. Memang dasar mereka nggak bisa menikmati pemberian Tuhan." Dengan bangga Jayler berkata lagi, "Memang aku doang deh yang paling mantep." "Terus sekarang kamu lagi deket sama siapa? Model?" Rahagi adalah orangtua yang peka. Apalagi istri cantiknya memang sering mengeluh tentang sifat playboy Jayler. "Siapa? Nggak ada," jawab Jayler pada Papi. "Aku mau fokus ngurusin hotel. Udah tobat. Nggak main cewek lagi. Anak baik aku tuh." *** Jayler tidak bohong. Jayler cuma menggoda Papi alias bergurau rutin pagi-pagi. Lagipula Papinya itu tidak akan percaya tentang Jayler yang sudah tobat perkara perempuan. Jayler lupa jumlah perempuan yang sudah ia tiduri sepanjang hidupnya. Namun sejak SMA, Jayler bukan seorang berengsek. Jayler bukan tipe playboy yang kampungan. Dia punya kelas. Perempuan yang ia tiduri pasti dari keluarga elite, dan melakukannya atas dasar suka sama suka. Jayler tidak pernah memaksa mereka untuk naik ke atas ranjang bersamanya. Susah sih kalau ganteng, banyak yang demen. Lelaki berumur 30 tahun itu pernah pacaran, dua kali. Pertama saat SMA, dan yang terakhir saat kuliah semester awal. Selama itu pula Jayler tidak selingkuh. Mencari cewek baru setelah putus. Setelahnya Jayler menyadari bahwa ia lebih menyukai berhubungan dengan perempuan tanpa status. Tidak ribet. Tidak perlu pakai hati. Jayler protektif pada adik perempuannya, juga sangat sayang pada ibunya. Tidak mungkin ia menyakiti perempuan. Malahan ia selalu memberikan hadiah-hadiah mahal dan menunjukkan surga dunia kepada perempuan lewat kegiatan bercinta. Sungguh mulia. Jadi sebenarnya, Jayler Haidan Hartono adalah lelaki yang baik. Menurut dirinya sendiri. Bukti paling dekat untuk menunjukkan kadar kebaikan Jayler adalah saat ini. Jayler sedang mencuci dua mangkuk yang dipakai dirinya dan Irin beberapa saat lalu. Mereka makan ramen. Irin membuat taruhan. Siapa yang tidak bisa makan ramen pedas sampai habis, maka orang itu akan membereskan meja termasuk mencuci alat makan. Jayler kalah. Seperti bayi, tidak sanggup menyeruput kuah berwarna merah menggiurkan. Irin tertawa sambil mengabadikan momen menggunakan ponselnya. Adalah kejadian langka melihat pria tampan dan seksi pemilik hotel mewah berkutat di bak cuci. "Kamu tahu harga kemeja aku?" Jayler menunjukkan lengan kemejanya yang tergulung sampai siku. "No, sir." Irin menggeleng dengan suara manja, sengaja. "Sepertinya kemeja mahal itu lebih baik dilepas aja daripada basah." "Aku bisa melepas semua pakaian aku, Rin. Asal kita pindah ke kamar kamu." Jayler memang mengunjungi apartemen Irin dan satu jam yang lalu ia memberikan steak mahalnya pada satpam ketika Irin mengeluh ingin makan yang biasa saja alias mie. Jayler sih tidak masalah asal wanitanya senang. "Setelah ke kamar aku, kita mau apa, Tuan Jayler?" Irin melangkah mendekati lelaki itu yang sudah selesai mencuci mangkuk. "Melakukan kegiatan berguna," jawab Jayler menatap Irin seductive. "Apa nama kegiatannya?" "Aku mendesah, kamu mendesah." []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD