Tekad

1028 Words
Janji yang diberikan oleh Garcia memberikan sebuah harapan baru bagi Ruby. Meski mungkin saja jika semua yang dikatakan oleh wanita paruh baya itu sebuah kebohongan, tetapi Ruby memilih untuk mempercayainya. Sama seperti dulu dia mempercayai Arslan tanpa syarat. Ah, Arslan. Setiap kali Ruby mengingat nama itu, rasa sakit di hatinya langsung datang menyergap. Mau dipikirkan seperti apapun, dia masih bisa menerima sepenuhnya jika lelaki itu tega mengkianatinya. Kebersamaan yang terjalin dengan Arslan tidaklah sebentar, melainkan sejak kecil. Hari pertama dirinya masuk sekolah di taman kanak-kanak adalah hari di mana dia melihat lelaki itu untuk pertama kalinya. Ayah Ruby yang merupakan sopir keluarga Dominic mengantar Ruby pergi ke sekolah, tetapi di dalam mobil yang dikendarainya untuk menjemput Ruby, rupanya ada seorang tuan muda yang juga akan dia antar ke sekolah. Tuan muda yang lebih tua beberapa tahun dari Ruby dan memiliki wajah yang luar biasa rupawan. Tuan muda itu begitu pendiam, tetapi sesekali dia akan mencuri pandang ke arah Ruby yang berceloteh pada ayahnya. Tuan muda itu tak lain adalah Arslan yang sejak kecil telah kesepian dan memiliki teman. Sejak hari itu, Ruby menjadi satu-satu teman yang dimiliki oleh Arslan, teman yang selalu ada untuknya dalam semua situasi. Ruby mendesah sembari memejamkan matanya. Ada begitu banyak kenangan yang dimiliki bersama Arslan, dan semua kenangan itu seringkali berputar di ingatannya tanpa diminta. Arslan yang dingin, tetapi diam-diam begitu perhatian. Arslan yang selalu memahami isi hati Ruby, bahkan di saat orang tua Ruby sendiri terkadang tak bisa melakukan itu. Rasanya sulit untuk dipercaya jika Arslan yang Ruby kenal itu kini tega menjebloskan dirinya ke penjara dan kini telah bertunangan dengan gadis lain tanpa ada beban sedikitpun. "Tahanan 207!" Suara sipir yang memanggil dirinya membuyarkan lamunan Ruby. Dia mendongak dan langsung beringsut bangkit. Seorang sipir wanita membuka pintu sel tahanan yang ditempati Ruby, lalu memasukkan sebuah kotak yang berukuran cukup besar. "Seseorang menitipkan itu untukmu," ujar sipir tersebut sambil mengunci kembali pintu sel tahanan Ruby. "Seseorang? Siapa?" Tanya Ruby. "Dia tak ingin identitasnya diketahui olehmu," sahut sipir itu, sebelum akhirnya melenggang pergi meninggalkan Ruby. Ruby tertegun sejenak. Jika Garcia yang mengirim kotak tersebut, bukankah wanita itu tak akan menyembunyikan identitasnya seperti ini? Tetapi jika bukan Garcia, lalu siapa? Merasa penasaran, Ruby pun membuka kotak yang memiliki ukuran cukup besar itu untuk mengetahui apa isinya. Seketika tubuh Ruby menegang saat melihat benda-benda yang ada di dalam kotak tersebut. Itu adalah semua benda yang dia miliki dan dia gunakan di apartemen yang ditinggalinya bersama Arslan. Apakah lelaki itu yang telah mengirimkannya ke tempat ini? Belum hilang keterkejutan Ruby, tangannya mengeluarkan benda terakhir yang terdapat di kotak tersebut dan itu adalah sebuah majalah ekonomi yang gambar sampulnya membuat d**a Ruby langsung bergemuruh. Itu adalah gambar pasangan yang saat ini sedang menjadi pembicaraan hangat di kalangan para pengusaha. Pasangan yang melakukan pertunangan belum lama ini, Arslan dan putri tunggal koleganya yang juga berasal gari keluarga pengusaha sukses, Gwen Fernandez. Dengan tangan yang mulai terasa gemetaran, Ruby membuka majalah tersebut. Tampaknya, tertunangan Arslan dengan pewaris perusahaan besar itu menjadi berita utama yang dikupas di majalah tersebut. Wawancara eksklusif keduanya dimuat di sana. Isinya sungguh begitu memuakkan dan juga menjijikkan untuk Ruby baca, hingga wanita itu merasa mual dan muntah-muntah hebat di toilet penjara. Ruby tertawa sejadi-jadinya dengan wajah yang entah sejak kapan beruraian air mata. Sekarang dia baru menyadari sepenuhnya betapa bodoh dirinya selama ini karena telah begitu percaya pada Arslan, bahkan sampai tak mengindahkan nasihat dari mendiang ibunya yang meminta untuk tak meneruskan hubungan dengan lelaki itu. "Tuan Muda adalah sosok yang hanya bisa kita pandang saja, Ruby, bukan orang yang tepat untuk kamu cintai, apalagi untuk dijadikan tempat meletakkan hati seutuhnya. Kamu tidak akan pernah bisa menjadikan orang setinggi dia sebagai teman hidupmu. Orang-orang seperti mereka tak butuh kita yang rendah ini untuk dijadikan keluarga. Keluarga bagi mereka adalah penopang, dan kamu tidak memiliki kekuatan apapun untuk memberikan topangan untuk Tuan Muda." Nasihat mendiang ibu Ruby saat pertama kali mengetahui putrinya menjalin hubungan dengan Arslan, kini terngiang lagi di telinga Ruby. Saat itu, Ruby tak terlalu suka mendengarnya karena menganggap ibunya meremehkan ikatan yang terjalin antara dirinya dan Arslan. Ruby yang naif percaya adanya cinta sejati yang tak memandang status dan latar belakang. Dia begitu yakin jika perasaannya dan Arslan adalah sebuah anugerah dari Tuhan yang harus mereka jalin dengan sebuah ikatan suci, tak peduli jika saat itu Nyonya Rose begitu menentang keras, bahkan sampai mengeluarkan Ruby dari perusahaan karena murka. Setelah Ruby mengeluarkan isi perutnya, dia membasuh muka dan menghela napas panjang untuk menenangkan diri. Dia tak boleh lemah begini! Dia harus kuat dan sanggup menatap ke arah kenyataan yang ada saat ini. Pertunangan antara Arslan dan Gwen yang dilihatnya di majalah ekonomi tadi tak boleh menghancurkan mentalnya, tetapi harus menjadi pemecut baginya untuk semakin tangguh. Karena itu, Ruby pun bertekad untuk tak menjadi lemah lagi meski hatinya terluka dan berdarah-darah. Sekali lagi, Ruby membuka majalah yang membuatnya syok tadi. Kali ini, dia membaca lamat-lamat semua informasi yang dimuat tentang Arslan dan tunangan barunya, termasuk kisah bagaimana bisa mereka saling tertarik satu sama lain. Meski semua orang pasti bisa menebak jika penikahan yang akan segera digelar oleh Arslan itu tak lain adalah sebuah pernikahan bisnis, tetapi media selalu bisa meromantisasi segala hal, termasuk hubungan antara Arslan dan Gwen. "Saya pertama kali bertemu dengannya lima tahun yang lalu dan langsung merasa jika dia adalah orang yang istimewa." Itu adalah statement yang diberikan oleh Gwen dalam majalah tersebut, sedangkan Arslan sendiri memberikan klaim jika Gwen adalah wanita yang tepat untuk dijadikan partner serta pasangan untuknya. "Hahahah! Jika memang wanita itu adalah orang yang tepat untukmu, lalu kenapa kau merayuku, Arslan? Lucu sekali!" Sekali lagi Ruby tertawa, tetapi kali ini tawanya lebih lepas dan tak disertai dengan air mata lagi. Setiap kalimat tentang Arslan dan Gwen yang ia baca, membuat hatinya semakin sakit dan hancur lebur tak berbentuk lagi. Tetapi Ruby tak akan lagi meratapi diri. Dia akan menjadikan lukanya itu senjata untuk membalas semua perbuatan Arslan padanya. "Kau mungkin menganggap jika sekarang aku hancur dan tak mampu untuk bediri lagi, Arslan. Tidak, kau salah! Aku memang hancur, tapi hidupku tak akan berakhir sebelum aku menghancurkanmu juga!" Ruby menggeram dengan tekad yang semakin kuat di dalam dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD