Ruby termangu dengan raut wajah yang tak dapat dijabarkan dengan kata-kata. Berbagai emosi kini berkumpul di dalam dirinya dan bercampur menjadi satu. Pandangannya tiba-tiba saja jadi mengabur karena air mata. Entah kenapa, rasanya saat ini dia ingin sekali menangis. Bisa dibilang, pengorbanan Garcia untuk membantunya cukuplah besar.
Jika Garcia mengakui Ruby sebagai putrinya yang hilang, itu berarti sama saja dia tak lagi mengakui putri aslinya yang telah meninggal. Bukankah hal tersebut cukup ekstrim? Jika bisa protes dari dalam kuburnya sana, mungkin putri asli Garcia akan melayangkan protes pada sang ibu.
Tentang putri Garcia yang menghilang lima belas tahun yang lalu, dia lebih muda satu tahun dibandingkan Ruby. Saat perayaan kelulusan sekolah dasar, gadis kecil yang juga bernama Ruby itu tiba-tiba saja menghilang. Katanya, ada yang melihat jika dia diajak seorang remaja lelaki masuk ke dalam sebuah mobil dan pergi dengan mobil tersebut. Dua minggu kemudian, gadis malang yang saat itu baru berusia dua belas tahun itu akhirnya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Pelakunya adalah remaja lelaki yang mengajaknya pergi, dan sampai saat ini motif remaja tersebut masih tak terlalu jelas.
Karena kejadian itu, hubungan Garcia dan suaminya mengalami krisis berkepanjangan, sehingga mereka seringkali bertengkar tanpa alasan. Sampai akhirnya, mereka berdua memilih untuk bercerai agar tak terus saling menyakiti satu sama lain. Kemudian, mengenai nama putri mereka yang sama dengan Ruby, itu adalah sebuah kebetulan yang cukup mengejutkan, dan Garcia lebih menganggap jika itu adalah sebuah takdir.
"Anggap saja, aku menemukan kembali putriku yang dulu menghilang, dan kamu mendapatkan kembali ibumu," ujar Garcia sebelum mengakhiri perbincangan mereka. Sebuah kaliomat yang membuat hati Ruby bagaikan diguyur gerimis.
Ruby kembali ke kamarnya dan mendapati putranya telah terjaga, tetapi tidak menangis karena Mia sedang menggendongnya.
"Wah, jagoan Mama sudah bangun rupanya," ujar Ruby sambil mengambil alih Arthur ke dalam gendongannya.
Karena Ruby sudah datang, Mia pun pamit undur diri. Berada dalam gendongan sang ibu membuat Arthur mulai rewel karena minta diberi asi. Tentu saja Ruby langsung menyusui putranya itu hingga kenyang.
Malam harinya, Garcia dan Ruby makan malam bersama di meja makan. Ada lebih banyak menu dibandingkan biasanya karena sepertinya Garcia memerintahkan untuk memasak lebih banyak. Rupanya bukan tanpa alasan Garcia menyuruh menyiapkan masakan lebih banyak, hal itu dikarenakan Garcia mengajak para pelayan dan juga semua yang bekerja di rumah tersebut untuk makan bersama. Tentu saja semuanya senang, meski dalam hati, mereka juga bertanya-tanya kenapa Garcia melakukan hal itu.
"Semuanya, malam ini, aku ingin memberitahukan sesuatu yang penting kepada kalian semua, sebelum aku mengumumkannya kepada semua orang," ujar Garcia saat mereka semua telah selesai makan malam.
"Ini adalah sesuatu yang luar biasa, juga sangat membahagiakan," tambah Garcia lagi, membuat semua orang terihat penasaran, ingin tahu apa yang ingin Garcia sampaikan.
"Ruby, orang yang kalian layani selama beberapa waktu terakhir, dia adalah putri kandungku." Garcia memberikan sebuah pengumuman dengan lisannya sendiri.
Para pelayan dan para pekerja Garcia tampak terkejut dan saling pandang satu sama lain. Mereka semua tahu jika bos mereka itu memiliki seorang putri, tetapi katanya sudah meninggal. Bahkan, Ruby juga tak kalah terkejutnya dengan mereka semua. Dia tak menyangka jika Garcia bahkan akan memberikan pengumuman terlebih dahulu kepada orang-orang yang bekerja di rumah ini. Bukankah semuanya hanya sandiwara saja? Lalu kenapa terasa seolah Garcia benar-benar telah menemukan putrinya yang hilang selama belasan tahun?
"Yah, selama ini, setahuku juga putriku memang telah meninggal, tetapi rupanya aku salah. Dia belum meninggal. Tuhan baik sekali karena telah menjaganya dan sekarang mempertemukannya kembali denganku," ujar Garcia, seolah memberikan penjelasan atas kebingungan yang diperlihatkan oleh orang-orang yang bekerja untuknya itu.
Tanggapan penuh keterkejutan kembali diperlihatkan oleh orang-orang yang bekerja untuk Garcia. Tetapi, kali ini mereka juga memberikan selamat pada Garcia dan juga Ruby karena telah berhasil saling menemukan satu sama lain.
Makan malam yang tak terlupakan itu akhirnya berakhir. Ruby kembali ke kamarnya dan menidurkan Arthur yang mulai rewel karena mengantuk. Setelah bayi itu terlelap, Ruby membenahi posisi berbaringnya, lalu menatap ke arah langit-langit kamar dengan pikiran yang berputar ke sana-kemari.
"Ruby." Terdengar suara Garcia memanggil sembari mengetuk pintu kamar Ruby.
Sontak Ruby bangkit dan beringsut duduk di pinggiran temnpat tidur.
"Ya, Nyonya. Masuk saja, pintunya tidak dikunci," sahut Ruby.
Garcia masuk ke dalam kamar Ruby, lalu ikut duduk di pinggiran tempat tidur, persis di samping Ruby.
"Sudah kubilang, mulai hari ini, kamu harus memanggilku Mama, bukan Nyonya lagi," ujar Garcia emngingatkan.
"Ah, iya ... Maaf ...." Ruby sedikit menunduk. "Saya masih canggung karena belum terbiasa."
Suasana hening sejenak, sepertinya Garcia sedang memikirkan tentang sesuatu.
"Ada yang ingin aku beritahukan padamu, Ruby. Ini adalah bagian dari rencana kita untuk bisa membalas dendam pada mantan suamimu." Garcia akhirnya membuka kembali percakapan.
"Apa itu?" tanya Ruby.
"Menjadikanmu sebagai putriku hanyalah upaya untuk memberikan dirimu identitas, tapi sebenarnya kamu masih belum memiliki kekuatan apapun. Karena itu, aku menikahkanmu dengan seseorang agar kamu bisa meminjam kekuatannya," ujar Gacia menjelaskan.
"Menikah?" Mata Ruby seketika membeliak. Mendengar kata menikah memang cukup traumatik baginya. Hal itu bisa dimaklumi, mengingat ia mengalami hal paling buruk dalam hidup karena sebuah pernikahan yang salah.
"Ah, tidak, jangan salah berpikir dulu. Ini bukan pernikahan yang sebenarnya, tetapi semacam pernikahan kontrak." Garcia berusaha meluruskan agar Ruby tak salah paham.
"Pernikahan kontrak?" Ruby terlihat semakin heran dan tak paham.
"Ya, orang tersebut juga membutuhkan figur seorang istri palsu untuk mengamankan posisinya. Kalian berdua akan saling menguntungkan dan bisa menjadi partner yang sempurna."
Ruby terdiam, entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Dia tampak ragu, tetapi agaknya tak enak jika terang-terangan menolak ide Garcia barusan. Apapun itu, meski berstatus kontrak atau sungguhan, Ruby masih tak ingin terlibat dalam sebuah pernikahan dengan seseorang.
"Ini adalah satu-satunya cara yang paling praktis untuk mendapatkan sebuah kekuatan dan kekuasaan, Ruby, yaitu menikah dengan lelaki yang memiliki kedua hal itu. Aku tahu kalau kamu masih ragu, tetapi sebelum memutuskan, ada baiknya kamu bertemu dulu dengan lelaki itu. Satu hal yang perlu kamu ingat, aku tidak sedang berusaha untuk menjualmu," ujar Garcia lagi.
Ruby mendongak dan melihat ke arah Garcia sejenak. Dia percaya jika Garcia memang tak memiliki niat buruk padanya. Mungkin memang ada baiknya dia bertemu dulu dengan lelaki yang akan dinikahkan oleh Gacia dengannya. Dengan begitu, dia bisa mengonfirmasi sendiri kepada lelaki itu, apa saja yang ditawarkan oleh Garcia atas dirinya.
Ruby menghela napas sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk menerima penawaran Garcia.
"Baiklah, saya akan bertemu dengan lelaki itu terlebih dahulu. Anda atur saja pertemuannya ..." Ruby menjeda kalimatnya sejenak, sebelum kemudian membuka mulutnya lagi. "Mama ...."