Part - 7

1165 Words
Pagi yang cerah dengan sinar matahari yang bersinar dengan hangatnya membuat pagi ini terasa berbeda dengan pagi biasanya. Alena sudah melupakan kejadian tadi malam yang membuatnya dongkol jika di ingat-ingat. Alena mulai mengoles selembar roti tawar dengan selai coklat. Mulai menikmati sarapan di pagi hari dengan senyum sumringahnya karna hari ini Deren akan menjemputnya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya masih jam setengah 7. Masih banyak waktu untuknya. Tiba-tiba satu pesan masuk di ponselnya. Deren Al, sorry banget. Gue nggak bisa jemput karna mama nyuruh gue nganter Vio ke sekolah Alena sedikit kecewa tapi dia tetep tersenyum lebar. Alena Nggak apa,Ren. Lain waktu aja "Buat lo nggak apa,gue nggak akan marah," ucap Alena smabil memandang ponselnya. Terdengar suara gaduh dari atas. Alena melihat Revan yang tengah mengancingkan kancing bajunya dengan heboh. Dia menghampiri Alena di meja makan. Eitsss, tunggu dulu. Revan hanya mengambil selambar roti tawar yang kemudian dia selipkan di antara kedua bibirnya. Dan tanpa kata cowok itu melenggang pergi sambil memasang jam tangannya. "Dih, kayak lagi ngejar maling aja,buru-buru banget," gumam Alena mengomentari tingkah Revan. Alena terus mengunyah rotinya. Dia kembali melirik jam tangannya."Dari tadi kok setengah 7 terus sih," Dia melirik jam dinding besar yang berada tak jauh disana. "Hah?! Jam 7 kurang 5 menit!! Aduh bakal telat gue. Ini kenapa jam mahal-mahal cepet rusak sih," omel Alena sambil berlari menuju pelataran dimana pak Tisna sudah menunggu disana. Namun sayang, pak Tisna sudah berlalu pergi bersama Revan kutu kupret sialan yang sudah membajak mobilnya. "Revan,Sialan!" teriak Alena marah. *** Di ruangan 4x6 ini lah Alena berada. Tempat dimana baru pertama kali dalam seumur hidupnya dia masuki. "Bapak sangat kecewa sama kamu," ucap pak Azam memecahkan keheningan. "Sebelumnya bapak dapat laporan kalau kamu bolos pelajaran, 4 hari izin tidak masuk dengan alasan yang tidak jelas, di tambah hari ini kamu telat masuk. Guru-guru pengajar juga sering mengeluh karna kamu tidak fokus belajar. Alena apa ada masalah dengan mu?" tanya pak Azam. "Bapak tau betul alasan dari semua masalah saya. Saya tidak cocok duduk sebangku dengan Revan. Saya ingin pindah," "Alena, bapak sudah bilang. Bapak tidak bisa menempatkan mu dengan murid sembarangan." "Maka semua akan menjadi masalah besar pak," "Tidak bisakah kamu berdamai saja dengan Revan?" tanya pak Azam sambil memandang wajah sendu Alena. "Bagaimana mungkin saya berdamai dengan orang yang setiap saya bertemu dengannya saya ingin membunuhnya, memang salah saya jika papanya menikahi mama saya. Korban dari ke egoisan orang tua itu adalah saya." terang Alena dengan air mata di pelupuk mata. "Dia yang merampas semua yang saya punya teman, mama bahkan sopir pribadi saya pun menyukainya. Dia memang sengaja membuat saya depresi dengan cara mengusik kedamaian hidup saya." sambung Alena dengan berapi-api. "Baiklah, jika memang itu masalahnya. Akan bapak pertimbangkan kembali," ucap pak Azam memutuskan. 'masih akan di pertimbangkan?sampai kapan? Sampai aku jadi gila?' batin Alena tak terima. *** Alena berjalan menyusuri koridor yang tengah ramai akibat jam istirahat. Biasanya dia selalu bersama Sadra, namun sejak kejadian itu Sandra sudah tidak lagi menyapanya. Alena sungguh sedih dengan apa yang terjadi. Tapi, dia tidak bisa berbuat banyak. "Al," Alena menoleh dia melihat Deren yang tengah berlari kecil ke arahnya. "Tadi gue lihat lo keluar dari ruang BK, apa ada masalah?" tanya Deren langsung. Alena tersenyum hambar, "Gue telat berangkat gara-gara mobil beserta sopir di bajak sama Revan," "Aduh sorry, Al. Gara-gara gue lo telat," ucap Deren begitu menyesal. Alena tertawa ringan, "Kenapa lo yang minta maaf, yang bajak mobil gue kan Revan," "Ya, gue merasa bersalah aja. Sebagai permintaan maaf gue, besok gue bakal jemput lo. Serius." Deren mengacungkan dua jarinya keatas tinggi-tinggi. "Iya deh, iya terserah lo," Alena lalu tertawa. "Gimana dia ganggu lo terus dirumah?" tanya Deren saat mereka sudah akan kembali ke kelas. "Kalau ganggu jelas banget, kemaren malem aja dia gedok-gedok tembok. Bikin nggak bisa tidur. Habis itu mama malah belain dia, padahal kan dia yang salah. Sebel banget gue sama tuh anak. Tiap kali ketemu pengen deh tuh muka nyebelinnya gue siram pakek minyak panas." crocos Alena berapi-api. Deren tertawa singkat, "Selagi dia nggak main fisik sama lo, nggak masalah kan?" "Iya nggak masalah emang, tapi lo tau kan dia ngancem gue kek gitu. Seolah gue udah buat kesalahan besar dalam hidupnya. Padahal kan kita juga korban dari keegoisan dua orang tua itu." "Gue paham, Al. Lo nggak usah khawatir gue siap bantu lo kalau emang dia berani main fisik ke lo." ucap Deren serius. Alena tidak menjawab, dia melihat Revan si kutu busuk itu berjalan berlawanan ke arahnya. Revan melirik sinis ke arah Alena. "Lo lihat tatapannya. Gue hampir mau membunuhnya setiap kali kita ketemu," ucap Alena sambil terus melihat ke arah Revan yang sudah berlalu. Deren hanya sanggup mengusap lembut pundak Alena. Cowok itu pun memyuruh gadis itu untuk masuk ke kelas karna jam istirahat akan segera berakhir. *** Pelajaran terakhir di kelas 11.2 adalah matematika. Bu Ulya selaku guru matematika paling killer tengah menjelaskan materi di depan kelas. Tapi raut wajah Alena terlihat sangat sebal. Bukan karna bu Ulya yang mengajar matematika tapi satu makhluk menyebalkan di sampingnya yang tengah mengobral rayuan mautnya. Revan tengah asik bercengkrama dengan Reza. Tak lupa dia juga mengobrol dengan murid lain yang tak jauh dari radiusnya. "Kalian bisa diem nggak sih, gue nggak bisa denger bu Ulya ngomong apa!" semprot Alena geram. "Kita yang ngobrol kok lo yang keki," saut Revan dengan entengnya. "Heh, lo kira suara lo yang cempreng itu enak di dinger?" "Alena, kenapa ribut?" tanya bu Ulya yang sadar akan suara keras Alena. "Apa ibu tidak mendengar suara kasuk-kusuk yang di buat oleh makhluk di sebelah saya ini?" jawab Alena. Bu Ulya nampak bingung sejenak. "Apakah ada suara lain selain suara ibu menjelaskan?" tanya bu Ulya kepada penghuni kelas. "Tidak bu," jawab seluruh murid kompak seperti anak Tk. Alena bengong, padahal suara gaduh di bangku belakang benar-benar mengganggu. Tapi, karna semua murid nampaknya terkena sihir oleh kutu busuk Revan. Sehingga mereka seperti tidak mendengar apapun. "Baiklah, sepertinya Alena sudah bosan mendengar ibu yang menjelaskan dari tadi. Alena mari maju kedepan kerjakan soal logaritma yang baru ibu jelaskan rumusnya," Dengan wajah yang sangat-sangat muram. Alena melirik Revan yang tengah tersenyum penuh kemenangan. Saat Alena berdiri dan akan melangkah dia merasa ada yang aneh di bagian rok belakangnya. 'Permen karet?' Batin Alena. Dia melihat ke arah Revan. Sudah jelas cowok terkutuk itulah tersangkanya. "Sebenarnya gue nggak niat mau buang disitu, gue kira lo bakal lihat-lihat dulu sebelum duduk, eh tapi..." Plakkkk 'Mampus, akhirnya gue bisa nampar wajah menyebalkan itu.' Sorak hati Alena senang setelah berhasil menampar pipi kanan Revan. "Alena, ikut ibu keruang guru sekarang!" ucap bu Ulya sambil melotot. Alena kaget tapi itu hanya sebentar karna hatinya sudah puas telah menapar Revan. Murid yang lain hanya bisa menatap Alena tak percaya. Dewi SMA Laskar yang terkenal lemah lembut berubah dalam hitungan detik saja. Revan masih memegangi pipi kanannya yang nampak merah. Namun, bukan Revan namanya kalau tidak menyebalkan. "Wah, gue jadi iri nih, mau gue temenin liburannya?" ejek Revan kembali. "Temenin moyang lo sana!" balas Alena ketus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD