Part - 8

1074 Words
Kembali, diruangan yang tadi pagi sudah dia datangi Alena kembali duduk disini. Di depannya sudah ada pak Azam wali kelasnya. Pak Azam menghembuskan nafasnya panjang sebelum membuka suara. "Bapak tidak akan menanyakan kembali apa alasan kamu ada disini," ucapnya dengan memandang Alena yang tengah menunduk. "Sudah dua kali bapak menjadi wali kelas kamu, baru kali ini bapak menemui mu di ruang BK dua kali dalam sehari. Sekarang bapak tau, bahwa masalah ini memang sangat besar buat kamu, Jika sudah begini bapak bukan hanya memindahkan bangku mungkin kelasnya juga." jelas pak azam yang membuat Alena menatapnya penuh harap. Senyum tipis tercetak di bibirnya. "Bersabarlah sedikit lagi." 'bersabar sedikit lagi?aku hampir depresi sekarang!' gumam Alena dalam hatinya. "Karena kamu telah membuat kesalahan maka bapak akan menghukum kamu. Bersihkan seluruh kelas yang berada di lantai 2 sepulang sekolah nanti." ucap pak Azam mengakhiri. Alena terkulai lemas saat keluar dari ruang BK. Baru kali ini dia mendapat hukuman di sekolah. Semua memang gara-gara Revan. Kutu busuk itu selalu mengusik ketentraman hidupnya. Tapi bukankah memang itu tujuannya pindah kemari. Dia ingin menghancurkan hidup Alena sejak mengetahui pernikahan kedua orang tua itu. *** Dua jam sudah Alena menyapu seluruh kelas yang berada di lantai dua. Pegal terasa di seluruh badannya saat ini. Dia yang sebelumayan belum pernah menyapu seluas itu merasa terkuras tenaganya. Setelah menyelesaikan hukumannya, Alena bergegas untuk pulang. Saat dia melewati lapangan basket banyak sekali siswa yang tengah menjalankan extrakulikuler disana. "Alena," panggil seorang dari arah lapangan. Alena melambaikan tangannya singkat sambil tersenyum. Deren tengah mengemasi tasnya ssbelum berlari ke arah Alena. "Kok baru pulang?" tanya Deren yang bingung mengapa gadis di sebelahnya pulang telat. "Gue kena hukuman gara-gara habis nampar kutu busuk Revan." jelas Alena singkat. Deren berhenti melangkah, "kok bisa?" tanya cowok itu heran. "Dia sengaja buang bekas permen karetny di kursi gue." Deren langsung melihat ke arah rok belakang Alena. Dengan sigap dia menutupinya dengan jaket yang dia bawa. "Nggak usah, Ren. Nggak pa-pa kok,bukan masalah besar," ucap Alena dengan sedikit kaget. Deren terus dengan kegiatannya. Dia mengikatkan jaket itu kepinggang Alena. "Gue tau lo sedikit nggak nyaman," Alena hanya diam dengan sikap manis Deren. Wajahnya saja hampir semerah kepiting rebus. Namun, Alena berusaha untuk menenangkan degup jantungnya. "Udah," lapor Deren lagi. "Makasih," ucapnya. "Sejak kapan sekolah kita punya tim Chiliders?" tanya Alena sambil melihat ke tengah lapangan basket. Deren mengikuti pandangan Alena, "Sejak banyak murid cewek yang daftar ikut eksul basket. Karena pak Hendra nggak mau ambil resiko jadinya murid cewek di buatkan tim chiliders yang jam eksulnya bareng sama eksul basket," "Pasti semua gara-gara kutu busuk itu," ucap Alena sebal. "Dunia serasa sudah tersihir oleh makhluk bernama Revan yang menyebalkan" sambung Alena. "Udah nggak usah sebel, sekarang gue anterin lo pulang," Deren segera menggandeng tangan Alena untuk berjalan ke arah parkiran. "Lo nggak mau mampir dulu?" tanya Alena setelah mereka berdua sudah sampai di depan gerbang rumah Alena. "Nggak usah, gue langsung pulang aja. Jangan lupa istirahat ya," ucap Deren sebelum pergi. Alena memasuki rumah besarnya. Masih terlihat sepi saat dia memasuki area ruang tamu kemudian ke ruang kelurga. Semua masih nampak sama, tidak ada yang berubah. Alena menatap lesu sofa berwarna putih yang di depannya berada sebuah televisi berlayar datarnya. Dia merasa kangen pada papanya. Alena memejamkan matanya sejenak. Namun, saat membuka mata, wajah Revan tengah menatapnya datar. Cowok itu berdiri sedikit jauh dari Alena berdiri. Alena tersadar dan segera berlalu menuju kamarnya. Revan pun pergi keluar rumah. *** Jam menunjukan pukul 9 malam. Alena baru saja menyelesaikan tugas merangkumnya. Dia bergegas membereskan alat tulisnya,namun ketukan di pintu kamarnya membuat kegiatannya terhenti. Alena kaget saat mengetahui siapa yang tengah berdiri di depan kamarnya. 'ngapain nih anak kesini' batin Alena. "Minta sabun cairnya, sabun gue habis," todong Revan tanpa basa-basi. "Nggak. Nanti gue ketularan panu lo!" semprot Alena. "Hey, siapa yang panuan jangan ngaco deh," "Kalau gitu kadasan atau kurapan?" nada bicara Alena begitu mengejek. "Kalau gitu minta sampo, nanti gue ganti," todongnya lagi. "Nggak. Gue nggak mau kena kutu lo." "Ck, pelit banget sih lo." ucap Revan. 'bodo gue nggak akan minjemin apapun ke lo' sorak hati Alena lagi. "Lo kan cowok. Modal dikit kek. Beli aja sana sendiri," Brakkkk Setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, Alena membanting keras pintunya di depan Revan yang sudah dongkol. "Rasain, ini nggak seberapa dengan apa yang udah lo lakukan ke gue." ucap Alena. Beberapa menit berlalu sudah tidak ada gangguin lagi dari makhluk penghuni kamar depan. Alena pun akhirnya bisa tidur dengan nyenyak malam ini. *** Alena memasuki ruang kelasnya pagi ini dengan tepat waktu. Pak Tisna beserta mobilnya tidak lagi di bajak Revan. Hal itu membuat Alena senang meski hari ini ada ulangan bahasa inggris. Seluruh penghuni kelas nampak serius mempelajari materi yang sudah di ajarkan sebelumnya. Sampai ada yang mempelajari kamus dan buku cetak mereka. Sama sekali tidak ada yang nganggur di dalam kelas kecuali dua makhluk yang berakhlak sama. Revan tengan duduk manis di bangkunya dengan kedua kakinya bertengger di atas meja. dia sedang mengobrol bersama Reza di sebrangngya. "Eh Alena udah berangkat," sapa Reza dengan senyum mengembangnya. Yang disapa hanya diam sambil duduk di kursinya. Alena mengeluarkan buku catatannya. Dia berencana belajar sebentar sambil menunggu bel masuk. "Rencana minggu ini mau dapatin berapa cewek, Van?" tanya Reza. "7. Sesuai kriteria cantik, sexy, dan anggun," jawab Revan dengan bangganya. "Wihhh, banyak banget target lo. Emang bisa?" "Ayolah, siapa yang nggak mau sama gue? Gue ganteng dan pinter kurang dimananya?" jawab Revan semakin sombong. 'hah? Ganteng? Dari mananya?' batin Alena mengomentari. "Tapi pasti ada lah, satu cewek yang nggak tertarik sama lo," pancing Reza lagi. "Gue bisa dapetin mereka dalam hitungan menit," jawab Revan enteng. Reza lalu berbisik pada Revan, tapi sebelumnya Reza melirik Alena sekilas. 'Dih sombong banget' batin Alena lagi. "Selamat pagi anak-anak. Keluarkan satu lembar kertas kosong mari kita ulangan," ucap Bu Indah sang guru bahasa inggris yang sudah datang. "Gila! Gue bukan nggak bisa. Tapi gue nggak mau!" suara super keras Revan terdengar memenuhi ruang kelas yang tengah hening. "Kenapa Revan? Kamu keberatan untuk mengikuti ulangan?" tanya bu Indah sinis. Revan segera menggeleng cepat, "Saya siap kok,bu." jawabnya. Alena melirik sekilas pada Revan yang tengah memyobek tengahan buku tulisnya. Reza yang mengetahui tingkah Alena pun kembali berbisik pelan pada Revan. "Mobil jaguar gue deh taruhannya," pancing Reza lagi. Revan menatap Reza datar, "Meski lo kasih gue uang 7 milyar pun. Gue nggak akan pernah mau," tegas Revan lagi. Reza hanya sanggup nyengir kuda di seberang karena tetap mendapat penolakan dari Revan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD