Part - 6

1066 Words
"Aku senang, om merasa menjadi orang beruntung punya anak seperti aku," sahut Alena yang membuat mama lega karna anaknya mau membuka suara. "Tapi aku justru merasa sangat sial bertemu dengan om, yang tiba-tiba datang di hidupku dan mengaku-ngaku sebagai papa ku. Papa ku hanya satu, dan dia sudah meninggal." Wajah mama yang tadinya semringah berubah drastis menjadi marah. Nampaknya mama emosi dengan kalimat Alena barusan. Seorang pembantu membawa semangkuk sup jamur, disusul pembantu kedua dengan piring berisikan udang saos tomat, sampai meja besar itu penuh dengan aneka makanan. Alena mengambil garpu dan pisau, lalu makan tanpa basa-basi. "Alena, jangan makan dulu," tegur mama dengan wajah garangnya. Alena cuek saja, dia malah mengambil segelas jus jeruk lalu meneguknya banyak-banyak. "Eh, Revan. Sini mari kita makan malam bersama," ucap om Hengki yang melihat Revan baru saja datang. Srruuurstff!! Jus jeruk yang di mulut Alena seketika keluar. Dia tidak tahu jika Revan juga sudah ada disini. "Kenalkan dia kakak tirimu," lanjut om Hengki memperkenalkannya pada Alena. "Hai, kakak tiri," sapa Revan dengan sinis pada Alena. Alena hanya sanggup bengong. Dia sudah tau jika Revan adalah anak om Hengki saat pesta malam itu. Tapi kenapa dia harus jadi adik tiri Alena???? "Dia anak om, dia lahir di bulan November, tiga bulan lebih muda dari pada kamu," jelas om Hengki. "Kenapa harus dia? dia itu pembuat onar. Aku akan memamggil pak satpam untuk mengusirnya." ucap Alena berapi-api. "Nggak usah, gue juga nggak sudi hidup seatap sama lo dan mama lo!" "Revan!" om Hengki bangkit dari duduknya. "Pokoknya aku nggak terima, aku akan kembali ke semarang. Aku nggak mau tinggal disini hanya karena papa menikah lagi." "Cukup, Revan! Papa sudah bilang papa tidak mau kehilangan kamu lagi. Papa akan memberikan kehidupan yang lebih baik," "Apanya yang lebih baik? Hidupku malah menyebalkan sekarang. Di tambah dengan kehadiran mereka berdua," "Hentikan pertengkaran ini, mari makan dengan damai," ucap mama melerai pertengkaran. "Lihat, yang setuju dengan pernikahan ini hanya kalian berdua." ucap Alena. "Pentes, saat hari pertama di sekolah lo kelihatan benci banget sama gue,ternyata lo udah tau semua ini," Imbuh Alena. Revan melengos, "Gue udah tau lo dari satu bulan yang lalu. Jujur sejak pertama kali liat foto lo. Gue langsung benci. Benci banget! Karema benci,gue nggak akan ngebiarin hidup lo tenang!" ancam Revan terang-terangan. "Revan! Berhenti mengancam kakak mu." ucap om Hengki marah. "Aku mau tidur aja, jam 9 aku ada acara," jawab Revan kemudian. Dia pun segera beranjak dan menghilang di belokan ruang. Alena menghelai nafas panjang, "Aku juga mau tidur aja, selera makan ku tiba-tiba hilang begitu saja," Alena beranjak pergi menuju kamarnya. "Sulit... Sulit sekali," ucap Om Hengki pada dirinya sendiri. "Memang sulit. Aku sudah perhitungan sejak awal. Kukira mereka akan toleransi, ternyata tidak sama sekali. Mereka berdua anak baik, jadi aku kaget saat mereka sama-sama mengabaikan hal ini. Apa kita... " mama tidak meneruskan ucapnya. "Yang benar saja ini masih hari pertama,masa sudah menyerah?" ucap om Hengki. "Sampai keadaannya sedikit lebih baik, kita tunda dulu bulan madunya," Mama pun tersenyum hambar, lalu mempersilhan om Hengki untuk makan. *** Jam menujukan pukul 11 malam. Tenggorokan Alena terasa kering. Dia berniat mengambil air minum di dapur. Namun, saat menuruni tangga dia berpapasan dengan Revan. Sepertinya cowok itu baru saja pulang. Bau rokok langsung menyengat hidung Alena saat dia dan Revan berpapasan. Revan hanya diam, Alena pun juga diam. Alena melirik sekilas saat sudah di bawah. Ternyata cowok itu menempati kamar kosong yang berhadapan dengan kamarnya. "Udah mau pagi, kok baru pulang," gumam Alena pelan. Alena mengambil segelas jus apel yang berada di lemari es. Meneguknya pelan sambil bermain ponsel. Tiba-tiba ponselnya bergetar menandakan ada pesan masuk. Deren Kok masih online? Belom tidur? Alena menegakkan badanya. Dia lalu tersenyum lebar sambil membalas pesan dari Deren. Alena Ini kebangun. Haus Deren Gimana tangan lo? Udah baikan? Alena Udah kok, tinggal nunggu kering dikit lagi Deren Syukurlah Btw gimana kabar lo? 4 hari nggak masuk sekolah, gue jadi nggak tau tentang lo Alena Baik kok. Besok gue masuk Deren Gue jemput ya Alena Boleh, asal nggak ngerepoti lo aja Deren Santai aja Udah buruan balik tidur lagi Alena terus tersenyum sampai menuju kamarnya. Tak henti-hentinya dia melihat roomchatnya dengan Deren. Alena senang Deren terus perhatian dengannya. Bukannya GeRe tapi sepertinya Deren juga menyukainya. Alena mematikan lampu kamar sebelum tidur. Tetapi nelum 10 menit Alena memejamkan mata dia di di bangunkan dengan suara keras dari kamar depan. Dok dok dok! lalu sunyi. Alena cemberut, lalu mencoba memejamkan mata lagi. Dok dok ddok ddokk! "Ih apa sih itu tengah malem begini," Alena menahan amarahnga sambil bolak-balik di tempat tidirnya. Bukannya berhenti, suara itu malah terdengar semakin keras. Dok dokk ddokk dokk tuk dok dokk!! Kemudian hening. Alena menunggu beberapa saat. Tetap saja hening. Setelah dirasa bunyi itu sudah tidak ada lagi barulah Alena mencoba tidur. Tapi baru saja dia terlelap,suara itu kedemgaran lagi. Drakk tok tuk dok dok dokk!! "Ih sialan banget tuh anak!" Alena bangkit dan mengendor pintu kamar depan. "Heh, bukain!" jerit Alena tak sabar sambil menggedor pintu kamar cowok itu. Tapi sepertinya penghuni kamar berlagak budek. Buktinya pintu itu tidak dibua-buka. "Heh, lo denger nggak sih! Lo nggak tau ini udah jam berapa!" tetap tidak ada sahutan. Tokk dokk tukk dok dokk dokk!! "Woi budek, lo kira ini utan?! Gue mau tidur. Tau diri sedikit dong di rumah orang!" Dok dokk tuk dok dokk dokk!! Saking jengkelnya. Alena nekat menggebrak pintu kamar itu. Maksudnya supaya dibukain. Tapi yang ada malah seperti suara palu yang di pukul dari dalam dan suara gedoran pintunya itu saling sahut. Alhasil jadilah suara musik tradisional ala Alena dan Revan dengan improvisasi ala orang utan. "Alena, ngapain sih kamu?" "mampus itu suara mama," ucap Alena sambil menengok ke tangga. Benar saja,mama sedang berlari kecil ke arah kamar Alena dan Revan. " Tahu nggak ini udah jam berapa?" pekik mama hilang kesabaran. "Dia yang duluan," tunjuk Alena ke arah kamar Revan. "Ya ampun Alena. Kamu sengaja ya bikin Revan nggak betah tinggal disini?" "Tapi bukan aku ma..." rengek Alena. Aneh, suara yang tadinya ribut di kamar Revan seketika hilang. 'memang sialan banget tuh anak!' batin Alena emosi. "Tapi dia tadi yang duluan,ma. Aku mau tidur tapi dia berisik banget. Nggak tau malam apa, udah gitu nggak berhenti-henti lagi," Alena masih membela diri. "Sekarang masuk kamar, diem dan tidur!" perintah mama. Sambil monyong, Alena berlalu dan masuk ke dalam kamarnya. 'awas aja lo, awas' batin Alena dengan sejuta kejengkelan dalam hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD