Semua orang pasti tahu arti kalimat berikut, "setiap yang bernyawa pasti akan mati." Dan yang terjadi pada keluarga Abraham sekarang, adalah bentuk nyata dari kalimat tersebut.
Anna memang sudah dewasa. Tapi bukan berarti orang dewasa dilarang menangis. Dia punya perasakan yang lembut. Dibentak sedikit saja Anna bisa langsung kepikiran karena sibuk mencari kesalahan dirinya sendiri. Dia orang yang paling anti menyalahkan orang. Karena Anna tahu. Disalahkan untuk sesuatu yang tidak dirinya perbuat itu menyakitkan. Sangat menyakitkan. Makanya Anna berupaya agar tidak terjadi hal seperti itu lagi dalam keluarganya. Sayangnya, mereka terlalu menyayangi Anna hingga tidak sadar kalau caranya menjaga, terkadang itu juga yang membuat Anna terluka tanpa mereka sadari.
Mereka berniat baik dengan merahasiakan kondisi oma pada Anna. Jelas karena tidak ingin Anna kepikiran. Dan Roger kembali ke Indonesia pun sebenarnya niat awalnya karena ingin menjemput Anna, ingin membawa calon istrinya itu bertemu dengan omanya. Sayangnya, takdir memang tidak pernah semudah itu untuk ditebak. Ternyata Anna malah diteror hingga perempuan itu tidak bisa melihat omanya untuk yang terakhir kali.
"Ger, lebih baik kau istirahat saja. Biar aku yang menunggui Anna. Badannya sudah tidak sepanas tadi." Khris mengingatkan Roger yang duduk di tepi ranjang sejajar dengan Khris, menunggui Anna yang masih lelap memejamkan matanya. Wajahnya damai meski pucat lebih mendomi.
"Bisa aku saja yang menungguinya?" Roger justru balik bertanya. Dia bertanya tanpa mengalihkan tatapannya sama sekali dari Anna. Rasanya tidak tega melihat orang yang dirinya sayang kembali tergeletak tak berdaya seperti ini.
Embusan nafas berat yang terdengar, bersamaan dengan bangkitnya Khris dari tepi ranjang, sudah jelas mengatakan kalau Khris yang akan pergi sehingga Roger tetap tinggal.
Kembali lagi sebagai bentuk penguatan, Khris menepuk bahu Roger penuh tegar. "Soal teror, Papa akan memutuskan sesuatu." Katanya berlangsung pergi yang tak masuk sekali di pikiran Roger. Yang Roger pedulikan sekarang adalah Anna.
Mendengar itu Roger hanya diam. Dia tidak peduli. Terserah kalau pernikahannya akan diundur lagi. Baginya yang terpenting adalah melihat Anna baik-baik saja. Perempuan itu sudah menanggung begitu banyak beban selama ini. Bahkan, untuk beban yang tak seharusnya ia pikul sendirian di bahunya yang ringkih.
Apapun hasil keputusan Paman Barack nanti, Roger akan menerimanya dengan lapang d**a. Bahkan di saat pernikahannya diundur lagi atau dibatalkan sekalipun. Karena Roger menyayanginya Anna. Jika pernikahan yang beberapa bulan lagi akan digelar ini membawa banyak masalah untuk Anna, Roger siap mundur, perlahan. Dia tidak akan keberatan asalkan kekasihnya baik-baik saja. Meksipun, Anna tidak bisa disebut sebagai kekasihnya lagi.
Waktu yang berlalu membuat Roger tetap terjaga dan Anna bergerak gelisah dalam tidurnya. Roger saja sampai memegangi tangan kanan Anna, khawatir kalau Anna tidak sadar dan menjadikan tangan kanannya tumpuan begitu saja.
"Na, hai?"
"Kakak?" panggilnya lirih saat mata perempuan itu berhasil terbuka sempurna.
"Iya." Roger membantu Anna duduk setengah selonjoran, mengganjal punggung perempuan itu dengan bantal di punggungnya. "Mau minum?"
Diam. Anna hanya diam tapi tatapannya lurus-lurus ke arah Roger. Sementara Roger sendiri yang ditatap seperti itu juga tidak bisa melakukan apa-apa. Dia hanya membalas Anna dengan tatapan sama lelahnya.
"It's okay kalau mau menangis. Aku di sini." Perkataan Roger yang begitu lembut membuat bibir Anna gemetar dan berakhir terdengar isak pilu menyakitkan setelahnya. Mudah sekali Anna menangis di saat-saat seperti ini.
"Oma sudah tenang di sana, Na."
Anna mengangguk. Dan begitu Roger mendekapnya, tangisan perempuan itu makin memjadi, pecah sudah.
Oma adalah kesayangannya. Oma pergi dan Anna tidak bisa melihat, rasanya dia ingin marah, tapi dia lebih marah pada dirinya sendiri daripada memarahi semua orang yang memikirkan dirinya. Anna sadar mereka takut kalau dirinya sampai kepikiran saat tahu kondisi Oma yang sudah parah-parahnya. Namun bukan berarti hal sebesar ini harus dirahasiakan. Perempuan itu berhak tahu.
Anna bahkan masih mengingat dengan jelas ambulans yang membawa pergi omanya, lalu lautan manusia yang ikut mengantar, kenapa Anna sendiri yang tidak bisa mengantarkan kepergian omanya? Rasanya sedih sekali.
Ini bukan perpisahan jangka pendek. Ketika rindu, Anna masih bisa menelfon seperti saat dirinya di Jakarta, dan omanya di Singapura. Namun, ini lebih dari itu. Anna berada di dunia tapi omanya sudah beda dunia dengannya. Inilah yang disebut perpisahan sesungguhnya. Hubungan jarak jauh yang tidak bisa lagi menghubungi mereka yang telah tiada selain mengirim doa.
"Dadanya nanti sakit, Na." Niat hati, Roger ingin membuat tangisan Anna berhenti. Sayangnya bukan berhenti, tangisan Anna malah semakin hebat saat perempuan itu mengulurkan tangannya dan menubruk tubuh Roger begitu saja. Menumpahkan seluruh kesedihannya di bahu lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya ini. Entah kapan, mereka juga tidak tahu secara pasti.
"Kau tahu, sebelum aku pergi menemuimu, aku bertemu dengan oma."
Roger mendorong pelan tubuh Anna, mengusap sisa-sisa air mata yang begitu habis, kembali mengalir lagi seakan tak ada habisnya.
"Kamu tahu Oma bilang apa?" Roger melanjutkan perkataannya lagi.
Anna hanya diam dengan tatapan kosong ke arah Roger.
"Anna cucu perempuan Oma satu-satunya. Dia kesayangan Oma. Tolong..." Roger mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna biru laut, kemudian membukanya, menampilkan gelang emas yang begitu simple tapi elegan. "Berikan ini pada Anna. Kalau Oma tidak bisa datang ke pernikahan kalian, setidaknya ada gelang Oma yang mewakilkan. Ini hadiah untuk Anna, warisan dari Opa kalian."
Anna baru mengangkat kepalanya, menatap Roger dengan bibir kembali bergetar bukan main.
"Shttt, jangan menangis lagi." Roger menggeleng, merengkuh sisi wajah Anna sayang, meminta perempuan itu berhenti menangis. Sudah cukup tangisannya sedari tadi. Roger bahkan bisa membayangkan betapa sakit kepalanya Anna sekarang karena terus menangis Sedari tadi.
Sambil menunduk, Anna berujar pelan. "Aku mau sendiri."
Roger menghela nafas pelan. Dia mengusap sisi wajah Anna sekali lagi, lantas mendekat untuk mengecup puncak kepala perempuan itu dalam sebelum akhirnya keluar dari kamarnya seperti yang Anna inginkan.
Begitu sampai luar kamar, Roger yang terkejut hampir saja mengumpat.
"Anna bagaimana?" tanya Khris tanpa dosa. Tak merasa bersalah sama sekali meski sadar sudah membuat Roger terkejut. Wajahnya kontras sekali dengan mata yang membulat sempurna.
Seraya berlalu pergi, Roger baru menjawab. "Anna ingin sendiri dulu. Jangan diganggu.
Jelas saja Khris yang mendengar menyerngit tak suka. Apa maksudmu jangan diganggu awas kau? "Anna adikku, kenapa aku tidak boleh menemuinya? Mentang-mentang calon suami, kau belum jadi suaminya Anna, ya!"
Dengan wajah tak bersahabat, Roger berbalik dan saling tatap-tatapan tajam dengan Khris.
"Anna ingin sendiri dulu, Khris. Apa kau tidak mengerti. Biarkan dia sendiri, adikmu butuh waktu."
Roger langsung menyelonong pergi begitu saja dengan wajah masam. Sementara Khris berjalan pelan dan mengintip sekilas dari celah yang terbuka. Mungkin Roger memang sengaja tidak menutup pintu secara penuh biar semua orang paham kalau Anna butuh waktu untuk sendiri.
Khris yang melihat Anna menangis tersedu-sedu di sana hanya diam di tempat sampai beberapa waktu. Sekarang, dia baru paham perkataan Roger barusan. Kalau ada yang menemani, Anna tidak bisa menangis sebebas itu. Makanya Roger pun keluar.
Kalau begini, Khris semakin yakin kalau memang Roger yang terbaik untuk Anna. Dia tidak khawatir lagi mengenai adiknya. Khris yakin Anna bersama orang yang tepat. Bersama seorang lelaki yang bisa membahagiakannya dengan cara yang paling sederhana sekalipun. Karena Anna, memang menunggu Kak Roger-nya sedari dulu.
***
Khris sudah mengatakan kalau Barack Abraham akan membuat keputusan. namun, Roger yang kalut dengan pikirannya sendiri jelas tidak terlalu peduli dengan keputusan yang Khris bicarakan. Makanya, Roger pergi dan tanpa melibatkan dirinya dalam pembahasan kali ini, mereka menemukan sebuah keputusan yang nantinya akan dibicarakan lagi bersama-sama, tentunya saat keadaan Anna lebih baik juga dari sebelumnya.
Mereka tahu, bukan hanya Anna yang berduka, semua orang juga berduka, tapi duka Anna jelas berbeda karena disertai penyesalan. Jadi, mereka mengerti kenapa Anna sampai butuh waktu sendiri dan enggan ditemani. Barack Abraham saja sampai harus diyakinkan oleh Khris berkali-kali kalau Anna akan lebih baik setelah sendiri. Semua orang butuh menghealing dirinya sendiri. Jelas introvert seperti Anna membutuhkan hal semacam itu.
"Detektif bilang, mereka orang dalam, Pa. Tapi sampai sekarang mereka belum bisa menemukan sampah itu." Jordan menatap Barack serius, begitupun dengan Khris yang menyerngitkan kening. Kepalanya mendadak pusing kalau keluarganya sudah membahas tentang teror yang dialami Anna selama ini.
Padahal, mereka yang membenci keluarga Abraham bisa menyakiti Barack atau siapapun yang membuat dendam itu terjadi selama bertahun-tahun. Namun pintarnya, mereka menyerang Anna yang menjadi kelemahan semua orang.
Mereka bisa saja menyerang Barack, atau kedua putranya yang lebih kuat. Seandainya Anna terlahir sebagai bayi laki-laki, mungkin dia tidak akan berakhir diteror seperti ini. Semua yang terjadi sudah terlalu jauh. Mereka berani bermain nyawa. Sementara Barack tidak pernah melakukan apapun kecuali demi melindungi keluarganya. Menggunakan orang dalam untuk mencari tahu juga akan berakhir sia-sia karena Barack sendiri tidak tahu musuhnya siapa.
Kalau dalam perlombaan, masalah menang dan kalah itu sudah biasa. Sementara dalam kasusnya dalam membangun perusahaan, gagal dan sukses hanya bisa diambil salah satu, entah gagal ataupun sukses, Barack pernah merasakannya.
Sedari awal, mereka memang berasal dari keluarga terpandang, jadi mudah saja orang-orang di luar sana yang bahkan seharusnya tidak tahu kalau ada keluarga Abraham di negeri ini jadi tahu. Lalu, mereka mulai juga membahas gosip. Apalagi, Anna sering kali disebut-sebut sebagai designer kondang yang rancangannya viral digunakan saat pernikahan anak presiden. Belum lagi artis-artis terkemuka dan pejabat penting yang sudah menjadi makanan sehari-hari klien Anna.
Jelas saat dia berhenti membuat model baju, semua orang mempertanyakan keberadaannya, bertanya-tanya kemana perginya perempuan multitalent itu. Sudah cantik, cerdas, mandiri pula, siapa yang tidak ingin mendapatkan Anna sebagai istrinya?
Tak terhitung berapa orang yang sudah Anna tolak dengan alasan yang konstan. Yakni ingin fokus dengan kariernya dulu sebagai designer. Waktu itu Anna berpikir kalau menikah pasti membuat waktunya tersita untuk menyiapkan ini dan itu, belum lagi saat menikah nanti, pasti ruang geraknya tidak bisa sebebas saat dirinya belum menikah. Prioritasnya bukan karier lagi, pasti ke suaminya.
Namun saat Roger kembali, Anna merasa kalau menikah bukanlah halangan untuk meniti karier. Dia perempuan independen, yang bisa berdiri dengan kakinya sendiri. Pasti banyak yang berpikiran kalau Anna memanfaatkan privilegenya, tapi kenyataannya tidak. Anna tidak suka memanfaatkan orang dalam untuk mengapa tujuannya. Dia harus bekerja keras dengan usahanya sendiri, itu prinsip Anna. Kalau dia menggunakan orang dalam, maka Anna menganggap dirinya sendiri tidak mampu berdiri dengan kakinya sendiri. Makanya Anna sangat fokus dengan pekerjaannya di butik sampai merasa kalau menikah nanti-nanti saja. Anna bahkan tidak sadar Kalau keluarganya yang khawatir karena kesendiriannya. Padahal Anna yang menjalani baik-baik saja. Makhlum saja, anak kesayangan, semua perhatian tertuju padanya.
Semua orang akan fokus ke yang lain saat Kania melahirkan nanti, Anna pastikan itu karena keluarga mereka adalah keluarga penyayang anak kecil. Anna bisa saja dilupakan kalau ada malaikat kecil yang sebentar lagi hadir di tengah-tengah mereka.
Tentang masalah hormon yang dialaminya, Roger sesekali membahasnya. Pria itu bahkan tidak segan mencari informasi di internet atau dokter kenalannya tentang masalah yang sedang dihadapi oleh Anna. Bagi Roger, masalah Anna adalah masalahnya juga. Makanya Roger tidak mau abai dengan masalah yang tengah dihadapi oleh calon istrinya ini.
Anna memang terkadang merasa insecure pada dirinya sendiri meskipun semua orang mengatakan kalau Anna memilki segalanya dengan kesempurnaannya sendiri. Namun dalam hal yang ini, yang menyangkut masa depannya bersama Roger kelak, Anna jelas khawatir bahkan sampai tidak bisa tidur di waktu tertentu karena terus kepikiran hal yang seharusnya tidak boleh membuatnya stress.
Sekarang ini, kebanyakan orang menganggap kalau mental health tidak sepenting kesehatan fisik. Padahal, kedua hal tersebut berbanding lurus.
Kalau kesehatan mental terganggu, kesehatan fisik pun bisa ikut terganggu. Kalau fisiknya terganggu, mental juga bisa terganggu.
Contoh mudahnya saja lulus SMA dan sedang mengejar universe beserta program studi yang diinginkan, pelajar pasti belajar sungguh-sungguh untuk mendapat nilai terbaik dari yang paling baik saat test seleksi masuk yang diadakan secara serempak di seluruh Indonesia meskipun jadwal dan tempatnya berbeda-beda.
Di waktu itu, sering kali pelajar melupakan waktu untuk makan atau waktu untuk menghealing dirinya sendiri. Kebanyakan, mereka akan belajar sekuat tenaga sampai terkadang abai pada kesehatannya sendiri dan jatuhnya sakit. Kalau seperti ini, sudah jelas fisiknya yang terkena. Lalu saat sakit, seseorang pasti kepikiran, jadi sedih, jadi strees. Mereka tidak bisa belajar (semisal kepala semakin sakit saat digunakan untuk membaca atau berpikir) sementara waktu terus berjalan dan banyak waktu yang terlewatkan begitu saja karena jatuh sakit. Kalau seperti ini, sudah jelas yang awalnya sakit fisik, jatuhnya mental juga terkena. Meskipun tidak dapat dipungkiri kalau sakit fisik dan mental jelas berbeda. Namun diri sendiri harus sadar kalau stress, depresi juga sudah termasuk penyakit mental yang banyak disepelekan.
Kemudian saat sakit mental seperti depresi. Ambil contoh mudahnya saja, karena tidak diterima perhitungan tinggi atau universitas yang diinginkan, jatuhnya sedih berkepanjangan dan mau melakukan apapun seperti tidak punya semangat lagi. Pikiran selalu dipenuhi pemikiran negatif atau bahkan berujung menyalahkan diri sendiri karena menganggap diri sendiri kurang mampu makanya tidak bisa mendapat kampus yang diinginkannya. Padahal, gagal bukan berarti akhir segalanya. Semua orang masih punya kesempatan untuk membalas kegagalan itu dengan hasil yang lebih baik.
Namun kenyataannya, masih banyak yang berakhir seperti itu. Kalau sudah depresi pasti jatuhnya tekanan sendiri dan membuat hubungan dengan orang lain turut terganggu. Bertanya lagi, penyakit mental ini juga bisa menyerang ke fisik. Suasana hati yang buruk berpengaruh juga pada tindakan tiap harinya, seperti tidak semangat makan atau melakukan apapun. Alhasil malah jatuhnya sakit fisik juga.
Kedua penyakit ini memang berbeda. Ciri-cirinya, rasanya, cara penyembuhannya pun sangat berbeda. Namun, bukan berarti bisa menyepelekan salah satu di antara sakit fisik ataupun mental, karena sesungguhnya, kesehatan mental dan fisik harus berjalan searah atau berbanding lurus. Ya sehat mental ya sehat fisik. Ya sehat fisik ya sehat mental. Harus seimbang, jangan sampai jomplang.
Kalau semisal sakit fisik seperti terkena ginjal atau diabetes, pasti orang akan sangat kepikiran. Entah memikirkan biaya bahkan sampai memikirkan kemungkinan terburuk dari penyakitnya itu sendiri. Bayangkan saja jika sudah sakit lalu pemikiran orang yang sakit itu negatif terus, selalu ketakutan, bukankah itu hanya akan memperparah keadaannya sendiri?
Ya meskipun memang berat menyeimbangkan itu semua. Tapi bukan berarti tidak bisa. Terkadang, sering kali para dokter menyatakan kalau penyakit itu berasal dari pemikiran seseorang yang sakit sendiri. Entah karena terlalu memikirkan sesuatu, terlalu menyesali, terlalu sedih akan sesuatu dan masih banyak terlalu-terlalu lainnya. Karena itu jelas kalau Tuhan tidak suka sesuatu yang berlebihan.