1. We Meet Again
Bagi Anna, melihat Roger setelah sekian lama adalah hal terbaik yang pernah ia bayangkan sebelumnya. Roger adalah laki-laki yang selalu menjaganya sejak kecil, bahkan lebih protective dari kedua kakaknya sendiri. Laki-laki yang tak pernah lelah mengajaknya bermain meski kedua kakak laki-lakinya lebih memilih tidur siang. Atau laki-laki yang tak segan murka saat ada yang memuat Anna sampai menangis. Dia Roger Gustavo, cinta monyet yang menjai cinta pertama seoarang Anna Abraham. Bahkan, perasan itu masih tersimpan rapi hingga sekarang.
Maka, saat melihat Roger kembali membawa gelar kejayaan keluarga Gustavo yang telah lama padam, Anna tidak tahu apa yang tengah hatinya rasakan sekarang. Ada sesak dalam dadaanya yang makin menjadi-jadi, ada pula haru yang semakin tak tertahankan dalam dirinya.
Kalau pria itu masih mengingat janjinya, itu berarti dia kembali pada Anna. Dia sudah berjanji pada perempuan itu kalau dirinya akan kembali dan menjadi orang yang pantas untuknya kelak. Dan sekarang, bisa jadi bukti perkataannya kala itu.
Mungkin, saat itu Anna masih kecil untuk mengerti. Tapi sekarang, Anna sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik dan cemerlang. Dia sudah mengerti akan janji yang tanpa sengaja ia ingat sampai detik ini. Janji akan kepulangan sosok Roger dalam hidupnya kelak.
Kembalinya setelah bertahun-tahun lalu membawa angin sejuk tersendiri untuk Anna. Dia lega sekali bisa melihat lelaki itu berdiri gagah berani seperti sekarang, di mimbar sebagai salah satu penerima nominasi penghargaan terbaik tahun ini dan dia juga yang memenangkannya. Sungguh luar biasa sekali. Anna semakin bangga. Namun ada banyak pertanyaan dalam benaknya. Kenapa baru sekarang?
Mulanya, Anna yang memang memiliki masalah kesehatan mata agak kesusahan melihat orang di depan sana. Dan saat sedikit dipaksa, dia tahu itu Roger, pahlawannya setelah papa dan kedua kakaknya. Wajahnya kian tampan. Rahangnya yang tegas, dengan alis tebal, hidung bangir dan mata tajam, membuat Anna semakin yakin dia tidak salah orang.
Mungkin benar sudah belasan tahun Anna tidak melihat Roger, tapi hatinya tetaplah sama. Dia masih menyukai Roger seperti dulu. Buktinya, Anna bisa langsung mengenali Roger meski sudah bertahun-tahun berlalu tanpa bertegur sama ataupun memandang wajah satu sama lain.
Detik ini juga, Anna berpikir kalau semua akan baik-baik saja karena Roger telah kembali. Namun, saat acara selesai dan mereka dipertemukan di gedung yang seluas bak lapangan sepak bola itu, Roger hanya menatapnya sekilas dengan pandangan asing seolah mereka tidak pernah mengenal sebelumnya.
Dasarnya, Anna orang yang pendiam. Dia bisa lebih diam ketika lawan bicaranya diam saja. Jadinya, dia malah berpikir yang tidak-tidak. Dia mulai berpikir kalau Roger sudah menemukan perempuan lain di luar sana. Dan ya, Anna juga sadar diri. Dia memang cantik tapi tak memungkiri ada orang yang lebih cantik baik dalam paras maupun hatinya. Bagaimanapun, Anna hanya perempuan biasa yang kebetulan dipilih Tuhan menjadi anak perempuan satu-satunya di keluarga Abraham yang kaya raya.
“Anna, are you okay? You look so pale?” Khris, kakak kedua Anna menghampiri adiknya itu dan merangkul bahunya khawatir. Anna yang baik-baik saja lantas menggeleng dan tersenyum manis ke arah kakaknya seperti biasa. Dia baik-baik saja tapi hatinya yang tidak baik-baik saja.
“I’m okay, Kak. Kenapa malah ke sini?” tanyanya lembut.
Krish semakin mendekat, merengkuh dan mencium sayang puncak kepala Anna. “Kakak mau mengenalkanmu dengan seseorang. Ayo ikut.”
Anna langsung melepaskan diri, dia menatap kakak keduanya ini curiga. “Aku tidak mau. Aku tidak mau dijodoh-jodohkan.“ Perempuan itu selalu berpikiran yang tidak-tidak jika sang kakak sudah bilang "mau mengenalkanmu dengan seseorang" Khris kembali tertawa melihat bibir adiknya yang mengerucut.
“Sudahlah, ayo ikut.” Pada akhirnya, Anna terpaksa pergi bersama Khris karena kakaknya ini langsung menariknya begitu saja.
And here we go again. Anna terdiam tanpa kata saat melihat lelaki yang dilihatnya sedari tadi tengah berdiri dengan gagah berani dan tunggu--tangan kirinya merengkuh pinggang perempuan lain. Untuk sejenak, Anna hanya diam, benar-benar diam dan berharap kalau ini adalah mimpi.
“Hi, bro. Long time no see. Kau kembali sekian lama dan membawa gandengan saja.” Khris berpelukan ria dengan Roger. Roger sempat melihat ke arah Anna sekilas yang memilih menatap ke arah lain. Kalau dihitung-hitung, mereka memang seumuran, beda tiga tahun dengan Anna.
“Calonmu?” tanya Khris setelah melepaskan diri, kemudian menarik Anna agar berdiri sejajar dengannya.
Roger hanya membalas dengan senyuman tipis dan menatap perempuan di sampingnya dalam. “Kenalkan, dia Lili, calon istriku. Kami akan menikah satu bulan lagi.”
Berbeda dengan Khris yang nampak menyelamati, Anna masih diam saja dengan pandangan ke arah lain. Mendadak, kepalanya sakit bukan main. Andai saja rasa sakitnya tetap bertahan di kepalanya. Sayangnya, dari kepala, turun ke mata, tenggorokan dan berakhir semakin menusuk di bagian dadaanya seakan ada belati yang ditancapkan paksa.
“Oh iya,” Khris menatap Anna dan Roger secara bergantian. “Kau ingat dia, gadis kecil yang menyebalkan. Kalau sudah denganmu, dia tidak mau pulang?”
Oh, come on! Anna menjerit dalam hati sejak kakaknya mulai berbicara yang tidak-tidak. Dan dengan terpaksa, dia mengangkat wajah untuk melihat orang di depan sana. Untuk sejenak, mereka saling beradu pandang dengan tatapan terkunci, membiarkan siapa yang berani memutus pertama tatapan itu. Dan Roger lah orangnya. Dia berpaling dan menatap Khris kembali. Anna yang sadar diri, sudah berbalik ingin pergi setelah tersenyum kecil. Begitu-begitu, dia juga tahu sopan santun. Namun, dilangkah pertama, detak jantungnya berdetak signifikan.
“Anna.” panggil Roger pelan.
“Anna Abraham, gadis kecil yang nakal.” panggil Roger lagi.
Anna terdiam kemudian berbalik dan tatapannya terkunci tepat di mata Roger.
“Kau pikir apa?” tanya lelaki itu pelan. “Kau pikir aku akan melupakanmu? Gadis nakal! Kemari.” Bukannya Anna yang mendekat, tapi Roger yang berjalan lebih dulu dan membawa Anna dalam dekapannya. Bagaikan orang kena gendam, Anna hanya diam di tempat. Apalagi tubuhnya meremang seketika mendengar perkataan Roger di telinganya. “Kau cantik sekali malam ini.” Kemudian, tubuhnya sedikit menjauh dan mengusap kepala Anna sayang. Seperti dulu.
Khris yang berdiri di samping Anna hanya tertawa melihat adiknya yang diam saja. “Sepertinya dia sakit, dari tadi diam saja.”
Roger kembali mendekat, menyentuh kening Anna. “Hm, hangat.” katanya.
Anna mundur sampai tangan Roger di keningnya jatuh, kemudian dia menggeleng. “Aku baik-baik saja.”
Hingga drama ini harus berakhir saat Roger dipanggil seseorang. Hanya bermodalkan senyum tipis, dia berpamitan dan kembali merengkuh pinggang perempuan di sampingnya. Anna menggeleng pelan dan pergi meninggalkan Khris begitu saja. Dia ingin pulang. Kalau semua orang tidak mau dia ajak pulang, dia akan pulang sendirian.
Mulanya, Anna duduk diam di kursi sampai dia sadar ada yang sedang memperhatikannya dari kejauhan. Karena di basement sepi dan Anna tidak melihat satu pun penjaga di sana, dia langsung berjalan tergesa menyusuri lorong dan merutuki kebodohannya sendiri yang nekat pulang ingin sendirian sambil menunggu supirnya di basement.
Sayangnya, hampir saja mencapai lift, siku Anna ditarik paksa kemudian dengan gerakan cepat, orang yang berpakaian serba hitam itu menghantamkan kepala Anna di dinding cukup keras hingga membuat hidung perempuan itu mimisan parah.
Anna sempat berpegangan pada dinding sebelum jatuh ke lantai. Kepala bagian belakangnya berdenyut nyeri disertai darah yang tak kunjung berhenti mengalir dari hidungnya. Perempuan itu menggeleng, mencoba mengembalikan fungsi penglihatannya yang mendadak semakin buram. Dan setelah itu, dia tidak tahu apa yang terjadi. Yang dia tahu, tubuhnya ringan. Seringan kapas.
***
Bukan main, Anna dilarikan ke rumah sakit terdekat dan diberi perawatan yang intensif. Barack Abraham—papa Anna yang paling murka saat tahu putri kesayangannya disakiti. Dia sampai meminta orang untuk menyelidiki siapa yang berani menyakiti putrinya. Dia tidak terima saat putri yang selalu dia jaga sedari kecil disakiti sampai seperti ini. Padahal, setahu Barack, Anna adalah anak yang sangat ramah meski pendiam.
“Sudah mendapat informasi?”
Jordan, kakak pertama Anna menggeleng pelan. “Sepertinya ini memang sudah direncanakan, Pa. CCTV di bagian lorong menuju basement mati dan Anna tidak kehilangan apapun. Orang itu mengincar Anna.”
“Sialan! Siapa yang berani bermain-main dengan keluarga Abraham tidak akan kubiarkan hidup dengan tenang!”
Irish yang nampak lelah mengusap lengan berotot suaminya itu perlahan. “Yang penting Anna tidak apa-apa.”
“Tidak apa-apa bagimana?” Barack membentak, tidak setuju dengan istrinya. “ Anna sampai pingsan dan belum sadar sampai sekarang!”
Roger dan Lili yang berada di sana hanya duduk diam. Mereka tadi yang menemukan Anna tergeletak mengenaskan dengan darah yang mengalir dari hidungnya di dekat lift tadi.
“Roger?”
Namanya disebut, Roger langsung melihat ke arah Barack. “Iya, Paman.”
“Terima kasih sudah menolong Anna. Kami berhutang banyak padamu.”
Roger membalasnya dengan senyuman kecil. “Sudah kewajibanku, Paman.”
Hingga pembicaraan itu terputus begitu saja saat dokter keluar dan mengatakan kalau Anna sudah sadar. Semua orang langsung masuk, Jordan dan Kania—istrinya, Khris dan Shilla—istrinya, lebih memilih menunggu di luar dan membiarkan kedua orang tuanya yang lebih dulu melihat keadaan Anna.
Rasanya, Barack ingin menghajar habis-habisan orang yang dalam pikirannya berani menyakiti Anna apalagi yang terang-terangan menyakiti putri kesayangannya itu. Entah musuh dari mana lagi yang mengincar keluarganya. Dia tidak mau ada salah satu keluarganya yang disakiti.
“Do you feel better, darling? What do you feel? Maafkan papa, harusnya papa bisa jaga kamu."
Anna menggeleng pelan melihat wajah papanya yang muram. “I’m okay, Pa. Don’t worry.”
Bu Irish memilih duduk di ujung tempat tidur, memijat kaki Anna yang terbungkus selimut. Dan Pak Barack memilih duduk di samping ranjang, menatap raut lelah putrinya lekat-lekat. “Papa akan membalasnya. Papa tidak akan membiarkan orang itu pergi begitu saja.”
“Pa, please." Anna menggeleng pelan, rasanya dia lelah sekali. "No need to worry, dia cuma penjahat yang mencari keuntungan saja. Aku tidak apa-apa. Sungguh.” katanya berupaya meyakinkan.
Barack mengembuskan napas pelan. Dia mengusap puncak kepala putrinya sayang dengan tatapan sendu. “Maafkan papa, ini pasti gara-gara politik perusahaan kau jadi kena imbasnya. Harusnya mereka menyerang papa. Kalau kau kenapa-napa, papa tidak bisa berdiri sendiri.”
Rasanya sedih sat melihat orang tua yang sangat disayangi sedih. Anna tahu kalau ayahnya sangat menyayanginya. Dia pun sama sayangnya dengan ayahnya ini. Namun, dia tidak membenarkan saat pria paruh baya itu menyalahkan dirinya sendiri. “Kita pulang saja, Pa. Sungguh, aku tidak apa-apa.”
Anna cemberut melihat ayahnya menggeleng. Sepertinya, dia tidak akan luluh kali ini. “Please, aku tidak suka di rumah sakit, baunya tidak enak.”
“Nanti papa bawakan pengharum ruangan di kamarmu biar baunya enak.” Anna langsung tertawa. Tawa yang benar-benar renyah sampai membuat kedua orangtuanya ini ketularan dan ikut tertawa. Sampai tawa itu harus terhenti saat Roger masuk, dia berjalan pelan menuju ranjang VVIP yang ada di sana.
“Paman—“
“Anna kau tahu?” kata Pak Barack lebih dulu. “Roger yang menyelamatkanmu tadi. Kau harus berterima kasih kepadanya.”
Butuh beberapa detik Anna mencerna keadaan sampai akhirnya senyuman tulus terbit dan tertuju kepada Roger. “Terima kasih.” katanya pelan.
“My Pleasure.” Roger balas tersenyum.
“Ma, kita ada urusan sebentar di luar. Roger, bisa tolong jaga Anna sebentar, kami akan segera kembali.” Roger belum menyanggupi permintaan Barack Abraham tapi orang itu sudah menarik istrinya ikut keluar dari sana. Mendadak, suasana menjadi suram. Anna sendiri merasa canggung berada satu ruangan dengan Roger.
Syukurnya, Roger tetap di sana seperti yang Pak Barack minta meski belum disetujui oleh Roger sekalipun. Dia mendekat dan duduk di kursi yang ditempati Barack Abraham tadi.
“You okay?” tanya Roger memecah keheningan.
Anna menatap langit-langit sambil tersenyum, jemarinya bergerak untuk memilin selimut yang menutupi tubuhnya sebatas perut. “I am.”
“Could you tell me what happened to you?” tanya Roger kemudian.
Perempuan ini memberanikan diri menatap ke arah lelaki yang berada di sampingnya. Mencari sesuatu dan Roger yang seolah mengerti langsung menjawabnya. “Aku dan Lili melihatmu bersimbah darah di lantai.:
Anna mengembuskan napas, dia jadi ingat dengan Lili, perempuan yang Roger akui sebagai calon istrinya beberapa saat lalu. “Kenapa masih di sini? Tidak pulang? Dia pasti menunggumu.” balas Anna pelan.
Roger tersenyum tipis ke arah Anna, kemudian mengangguk. “Lili di sini, mau kupanggilkan? Kau juga belum berkenalan dengannya.”
“Ti—“
“Tunggu!” Roger lebih dulu berdiri, berjalan menuju pintu keluar dan tak lama kemudian muncul lah sosok Lili yang berjalan beriringan di samping Roger. Dan Anna berani bertaruh, mereka terlihat serasi sekali dan cocok kalau menjadi suami istri.
“Hai, Anna. I’m Lili Ormord. Nice to meet you.” Lili menyapa kalem saat sudah berada di dekat Anna.
Anna tersenyum, dia menerima uluran tangan Lili dengan lembut. “Terima kasih sudah menolongku.”
Lili tertawa mendengar perkataan Anna. Tanpa canggung, dia menggeser Roger agar supaya bisa duduk di kursi. Tentu Anna bingung apa yang sampai membuat Lili tertawa. Padahal, Anna rasa tidak ada yang lucu di sini.
“Kau tahu? Aku hanya membukakan pintu mobil.” cerita Lili. “Dia yang membawamu panik sampai ke sini sampai semua orang heboh karena dia marah-marah juga. Kalau saja aku benar calon istrinya, sudah aku tinggalkan dia. Hei, ayolah, Ger.” Lili beralih menatap Roger yang berdiri kaku di sampingnya. “Kau pikir aku tidak akan cemburu melihatmu begitu khawatir melihat Anna tidak sadarkan diri?”
“Maaf?” Anna menatap Roger dan Lili secara bergantian. Anna rasa, indra pendengarannya masih berfungsi dengan baik sampai sekarang. Jelas-jelas, di depan Khris tadi, lelaki itu mengaku kalau Lili adalah calon istrinya dan mereka akan menikah satu bulan lagi.
Lili mengedipkan sebelah matanya pada Roger, kemudian tersenyum lebar menatap Anna. “Jadi begini, dia takut bertemu denganmu. Karena tadi melihat ada lelaki yang menggandeng tanganmu saat di red carpet, dia mengira kau sudah jadi milik orang lain. Dan tadi, saat tahu kau sendiri, dia tahu kalau kau belum jadi milik siapapun. Intinya, dia takut kalau dia yang berjuang sendirian selama ini. Sedang, perempuan yang dia harapkan sedari dulu memilih dengan lelaki lain.”
Jujur, Anna sedikit paham tapi agak tidak menyangka juga. Karena itu, dia melihat Roger, memberi tatapan meminta penjelasan. Roger yang ditatap seperti itu seolah luluh dengan sendirinya. “Okay, aku akan menjelaskan—“
“Etttt tunggu, aku mau keluar dulu. Aku tidak ingin menjadi obat nyamuk di sini. Bye…” kata Lili dan bergegas melenggang pergi tanpa beban sama sekali.
Mendadak, suasana kembali canggung sampai Roger kembali duduk di sampingnya, terlihat salah tingkah sendiri. “Sorry, I lied to you.”
“Untuk apa?” Anna tertawa pelan. “Apa yang dikatakan Lili itu benar?”
Pria ini menatap Anna dalam, tangan kanannya terangkat untuk menggenggam tangan Anna yang tergeletak lemah di ranjang. “Hm, tidak ada yang berubah.”
Rasanya Anna ingin memangis sambil menimpuk wajah Roger dengan sesuatu. “Aku tadi hampir menangis saat kau bilang akan menikah dengan Lili. Jahat sekali.” katanya lirih.
Roger tersenyum lebar melihat bibir mengerucut perempuan di depannya. “Karena itu aku memelukmu, masalah selesai.” Bisiknya.
“Dasar!”