8. Kecurigaan

1172 Words
Pulang dari kantor, Destra buru-buru masuk ke kamar Bella. Ia sudah tidak sabar menemui istrinya itu. Namun, sosok yang dicarinya itu tidak ada di sana. Netra Destra melirik arloji mewah yang melilit di tangannya. Padahal sudah pukul 8 malam. Tahu kira-kira dimana istrinya itu berada, Destra kembali ke luar dan masuk ke dalam mobilnya, mengabaikan tatapan Vivi yang sepertinya penasaran akan pergi ke mana tapi sungkan untuk bertanya. Merasa sedikit kasian Destra kemudian memilih keluar dulu dan menghampiri gadis itu. “Saya ada urusan sebentar, jaga dirimu dan dia baik-baik,” ucap Destra seraya mengusap perut Vivi yang masih rata. Vivi yang merasa di perhatikan mengangguk kecil, kemudian membiarkan Destra pergi dengan urusannya. * Di sebuah bangunan tinggi yang begitu khas dengan minum dan gemerlap lampu, Destra membenarkan jasnya terlebih dahulu sebelum akhirnya benar-benar masuk ke sana. Jujur, ia tidak begitu nyaman dengan tempat berisik ini, dan ia sangat tidak mengerti kenapa Bella begitu nyaman di dalamnya. “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” Seorang bar betender mengejutkan Destra yang sejak tadi hanya diam, mengamati sekitar. “Di mana majikanmu?” Seorang bartender itu sedikit menelan saliva kuat, ia tahu betul siapa yang ada di hadapanya ini. “Mari, Tuan!” Mengangkat satu tangannya untuk menunjuk arah kemudian mengikutinya dari belakang. Di dalam kamar yang cukup luas dan bersih, Destra benar-benar melihat Bella, sedang duduk di sana. Bersama dengan teman-temannya gadis itu tertawa seraya meminum minuman beberapa kali. Namun, melihat dia datang, teman-temannya langsung pergi. Dan saat itu, barulah Destra mendekat dan duduk di hadapan wanita itu. “Tumben ke sini!” ucap Bella yang tahu betul jika Destra tidak menyukai tempat ini. Selain soal keturunan, Destra dan Bella memang sering bertengkar soal ini. Soal usaha sampingan Bella yang menurut Destra tidak pantas. Tanpa mengatakan apapun, pria berahang tegas itu mengeluarkan semua bukti yang dimilikinya. Termasuk cctv buram kantor, juga minuman cap x yang pernah diminum Vivi di kamar waktu itu yang tentunya berasal dari tempat ini. “Apa maksudnya?” “Kamu tahu apa maksudku!” Bella mulai menatap Destra lekat,“Mas menuduhku?!” Destra meneguhkan hati, “Saya tidak menuduhmu, tapi semua bukti yang mengarah padamulah yang membuat saya bertanya padamu!” jelas Destra Bella sontak naik pitam, “Cctv itu buram, tidak menampilka siapa pelakunya. Lalu kenapa Mas tega menuduhku?” sangkal Bella. Destra mengerang, “Bella, kamu tahu tidak ada yang bisa masuk ke dalam ruanganku selain kamu dan Lee.” Bella tertawa sinis, “Oh, ya? Kalau begitu kenapa Mas tidak menuduh Lee?” “Dia orang kepercayaanku! Jadi tidak mungkin dia melakukan hal itu. Lagi pula untuk apa dia melakukannya?” “Kenapa Mas bertanya kepadaku? Bisa saja karena Lee kesal terus mendapat tekanan darimu, kan? Atau mungkin Sekertaris Mas sendiri lah yang melakukannya!” “Jangan menuduh Viviku!” teriak Destra sontak membuat Bella langsung diam Viviku? Hah! Sepertinya keberadaan bayi itulah yang membuat Destra bertingkah seperti itu. Sadar telah berlebihan, Destra mencoba menetralisir kemarahannya, “Bella, dengar! Saya hanya bertanya padamu. Karena tidak ada yang berani masuk ke dalam ruanganku selain kamu dan Lee,” ucap Destra dengan nada yang lebih lembut. “Dan soal minuman ini. Saya menemukan minuman ini di kamar baru Vivi. Minuman ini jelas-jelas dari club ini. Jadi bagaimana tidak saya menuduhmu? Semua bukti mengarah padamu!” Bella yang sejak tadi tertawa sinis semakin tertawa. “Mas lupa? Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Mana kita tahu Lee atau Sekertaris Mas itu yang melakukannya. Dan soal minuman itu, mana ku tahu ada di kamar baru dia. Kenapa Mas tidak berpikir jika mungkin saja gadis itu sendiri yang membelinya kemudian menaruhnya di situ,” jelas Bella yang terdengar begitu menjengkelkan bagi Destra. “Bella, dengar! Mas akan memaafkanmu jika kamu mengakui semua kesalahanmu. Lagipula untuk apa Lee dan Vivi melakukan semua hal itu? Bukankah justru kamulah yang berulah? Tidak ingin hamil karena tidak ingin bentuk tubuhmu berubah? Dan bisa saja, kamu yang merencanakan semua ini, menjebak Mas dan Vivi agar Vivi hamil. Kemudian dengan seenaknya kamu mengambil bayi itu atas dasar rasa bersalah kami, hingga akhirnya kamu terbebas dari tuntutan melahirkan itu,” ujar Destra langsung membuat Bella terdiam. “Bukan begitu, Nyonya Bella?” Bella yang sejak tadi diam baru mengangkat kepala, tersenyum miris kemudian tertawa terbahak-bahak. Tapi semakin lama tawa itu semakin mengecil, berubah menjadi suara tangisan. “Bella?” “Mas, aku memang mengaku sering menolak hamil karena tidak ingin berubah bentuk tubuhku. Tapi penghianatan kalian, sungguh aku tidak mengetahuinya. Kenapa kalian yang bersalah tapi seolah aku yang lebih bersalah? Inget, Mas. Aku juga bisa berhianat sepertimu. Aku juga tidak takut jika harus bercerai denganmu karena aku juga berpenghasilan, aku mampu jika hanya untuk menghidupi diriku sendiri. Tapi apa aku meninggalkanmu atau bahkan menceraikanmu? Tidak, kan? Aku menerima penghianatan kalian meski kalian harus tetap menikah. Dan untuk bayi itu? Mana kutahu dia akan menjadi milikku. Mungkin Tuhan sengaja memberikannya untukku. Sebagai bentuk rasa sabar dan syukurku karena menerima kesalahan kalian,” jelas Bella panjang kali lebar. Sementara Destra yang mendengar itu langsung diam membeku. Benar apa kata Bella, seharusnya dia meminta maaf pada istrinya itu, bukan malah menuduhnya. Seolah malu dengan sikapnya sendiri, Destra menarik tubuh Bella dan memeluknya erat. “Maafkan aku!” Tapi seolah sudah sakit sekali hatinya, gadis yang memang selalu membangkang itu mundur seraya menunduk kali ini. “Maaf, Mas. Tapi hatiku sakit, perbuatan kalian dan tuduhanmu sangat menyakitiku!” ucap Bella seraya menjatuhkan tubuhnya. Destra kembali merasa bersalah. Sebodoh itukah dirinya sampai menuduh istrinya sendiri? Dia dan Bella memang tidak baik-baik saja selama ini, tapi bukan berarti dialah pelakunya. Dan ya, sepertinya Destra terlalu jauh tidak peduli pada Bella, hingga ia lupa memikirkan perasaaan wanita itu. “Mas mengerti kesedihanmu. Sekali lagi Mas minta maaf, Mas tidak akan memaksamu pulang hari ini. Tapi berjanjilah kamu akan menjaga dirimu baik-baik,” pinta Destra yang tidak ditanggapi apapun oleh Bella. Gadis cantik yang memang selalu sibuk bekerja itu hanya diam, tak menaggapi apapun. Sementara Destra yang kepalang malu menaruh kartu atmnya di atas meja kemudian pergi dari sana. Ya, Destra tidak ingin Bella berpikir jika dia telah melupakan dia dan tidak bertanggung jawab. * Di dalam mobil, Destra yang kesal terus memukul stir mobil kuat. “Argh b******k! Destra bodoh! Bagaimana bisa kamu melakukan hal sebodoh dan seceroboh itu!” teriak Destra pada dirinya sendiri. Lama Destra membiarkan mobilnya terus melaju tanpa arah, pria blasteran Jerman itu baru teringat pada Vivi. Gadis kecil yang juga korban dari semua ini. Tidak ingin melakukan hal bodoh untuk yang kedua kalinya, Desta membelokan stirnya menuju kediamannya dengan kecepatan tinggi. Dan tidak butuh waktu lama, Destra tiba di rumahnya. Tidak sabar ingin segera melihat Vivi dan calon bayinya, Destra malah melihat gadis itu keluar mengendap-ngendap. Dengan ponsel di tangannya. Penasaran dengan apa yang dilakukan gadis itu, Destra segera mendekat. Namun, penuturan gadis itu selanjutnya membuat Destra membeku. “Apa yang kamu katakan? Jangan ngaur, aku memang menyukai bosku dan ingin menjebaknya. Tapi itu-,” “VIVI!” teriak Destra sontak membuat gadis itu gemetar. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD