7. Saling menduga

1176 Words
Tenggorokan Vivi maupun Viola berasa langsung kering saat melihat wajah Destra, kedua gadis itu ketakutan. Mungkinkah mereka akan dipecat setelah ini? Atau digantung di tiang bendera? “Ah, Tuhan, aku berlindung padamu dari dari iblis tampan ini!” “Berani kamu kabur dari saya?” Tak peduli dengan raut wajah kedua wanita di hadapannya, Destra kembali mengulang pertanyaannya. “Pak Destra? Anda salah faham, bukan kabur. Tapi maksudku bubur, Vivi bercerita jika dia muntah-muntah tadi. Jadi, kunasehati agar dia makan bubur biar tidak eneuk. Kan, Vi?” Mata Destra memicing, menatap Vivi yang hanya diam. “Ah, iya, betul!” Tidak mengatakan apapun lagi, pria tampan bertubuh atletis itu menarik tangan Vivi dan membawanya masuk ke dalam ruangan. Kemudian mendudukan gadis itu tepat di kursi yang biasa ia tempati. Yang masih berada satu ruangan dengan Destra. Vivi yang mengira Destra akan marah sedikit terkejut. Pasalnya, dia meninggalkan pria itu dan istrinya yang sedang mengobrol di rumah sakit tadi. Memang dia mau menunggu apa? Keputusan mereka yang akan mengambil bayinya? Vivi tidak pernah akan membiarkan hal itu. “Aku mau kita cerai!” ungkap Vivi sontak membuat Destra yang sudah mulai bekerja menghentikan gerakan tangannya. Pria itu sedikit tertawa. “Kenapa bapak tertawa?” tanya Vivi dengan tubuh bergetar. “Selucu itukah permasalahan ini bagimu, Tuan?” Destra yang mengerti Vivi sudah salah faham segera menatap gadis itu. “Apa kamu lupa kamu sedang hamil?” “Maksud Bapak?” “Apa kamu tidak tahu, seorang wanita tidak bisa ditalak jika dia sedang hamil,” ungkap Destra langsung membuat Vivi terdiam. Ia baru ingat, memang benar apa yang diucapkan Destra, tapi tunggu, kenapa dia bisa sampai melupakan hal itu? Argh tidak peduli, Vivi kembali bicara. “Itu artinya bapak akan manalakku setelah aku melahirkan nanti?” ucap Vivi dengan senyum sinis. Persis seperti yang sudah ia duga tadi, Vivi yakin jika Destra dan Bella hanya membicarakan perihal bayi ini di rumah sakit tadi. Tidak memikirkan perasaannya sedikit pun. “Siapa yang mengatakan hal itu?” Terdengar seperti melempar batu, Vivi sedikit geram, “Aku tidak lupa dengan apa yang kalian bicarakan di rumah malam itu, Pak!” Desak Vivi sedikit membuat Destra menatapnya lekat. “Maaf, Pak. Tapi karena sikap kalian aku jadi curiga padamu.” “Apa maksudmu?” Destra menatap Vivi sedikit tak suka. “Jangan-jangan, kesalahan malam itu memang sudah rencana bapak untuk mengelabuiku. Membuat drama seolah akulah yang bersalah padahal kalian sendirilah yang berulah.” “Kamu menuduh saya?” “Aku minta maaf, tapi siapa lagi klo bukan Bapak?” Vivi mulai menatap tajam, ia seperti mulai faham siapa dalang sebenernya di balik semua hal ini. “Kenapa kamu bisa berfikir sayalah yang berbuat hal itu?” tanya Destra lebih dingin. Takut salah, Vivi sedikit tertunduk melihat raut wajah Destra. Tapi tunggu, dia tidak boleh kalah. Bukankah dia hanyalah korban? Dan si korban ini hanya ingin keadilan. “Kenapa tidak? Hanya ada aku dan Bapak malam itu, tidak ada lagi. Dan ya, bukankah bapak telah berencana hal ini sebelumnya?” “Rencana?” Kening Destra semakin berkerut tidak mengerti. “Ya, tentang keberhasilan mengelabuiku. Bapak dan istri bapak sudah merencanakan untuk mengelabuiku, kemudian memanfaatkanku agar kalian bisa punya anak tanpa susah-susah melahirkan, kan?” ucap Vivi menggebu-gebu. Sungguh, is kesal sekali setiap mengingat hal itu. Namun, bukannya merasa terintimidasi, pria yang terkenal dingin dan Arogan itu malah menatap balik. Dengan sangat tajam. “Oh, ya? Bukankah kamu sendiri yang membuat minuman itu?” Seolah balik menuduh, Destra tersenyum devil, membuat Vivi yang kesal semakin kesal saja. Tak terima, Vivi segera mendekat seraya membawa beberapa buku, “Bapak menuduhku?” “Saya tidak berkata, tapi kamu sendiri yang beralibi seperti itu.” Vivi mendengus, kemudian berbalik setelah menjatuhkan buku itu. “Terserahlah apa kata Bapak,” ucap Vivi membuat Destra sedikit menarik bibir. Jujur, ia sedikit terhibur dengan tindakan Vivi yang berani, menjatuhkan buku dengan kasar, juga dengan wajah yang mengembul. “Dan sepertinya, saya yang harus meminta tanggung jawab padamu mulai hari ini, Vi” ucap Destra yang tidak dipedulikan oleh Vivi kali ini. Sibuk mengecek dokumen dan melanjutkan kerja. Tapi di detik kemudian, Destra menatap wajah cantik sekertarisnya itu lekat, ucapan Vivi kembali berputar-putar di kepalanya. Mungkikah Bella yang melakukan semua ini? Secara mereka memang memiliki masalah perihal keturunan, mungkin saja Bella memanfaatkan Vivi agar bisa memiliki anak tanpa melahirkan, kan? Persis seperti apa yang diucapkan Vivi tadi. Tapi Destra segera menggeleng. Itu tidak mungkin, untuk apa Bella marah dan sampai ngotot meminta cerai jika dia sendiri yang merencankan hal itu kemarin. Seharusnya dia diam dan menikmatinya saja, kan? Tidak bisa memecahkan masalah ini sendiri, Destra segera meraih ponselnya. “Bawa rekaman cctv yang ada di kantorku. Aku ingin tahu siapa orang yang telah lancang masuk ke dalam ruanganku.” Lee yang sedang bekerja segera menjawab, “Baik, Tuan. Segera saya laksanakan!” Vivi yang diam-diam mendengarkan sedikit ketakutan. “Pak Destra sampai meminta rekaman itu untuk mencari tahu pelakunya. Itu artinya pria itu bukanlah pelakunya? Hah, Vi, kamu sudah melakukan kesalahan dengan memfitnanhnya!” batin Vivi takut sendiri. Tak lama, apa yang Destra minta sudah ada di hadapannya. Vivi yang melihat itu ikut mendekat, ia penasaran bercampur takut. Dan betapa terkejutnya Destra dan Vivi saat rekaman cctv itu hanya menampilkan layar kosong. Blank. “Argh! Sial! Lee, bagaimana bisa ini menjadi seperti ini?" "Maaf, Tuan. Tapi sepertinya cctv ini sengaja di tutup untuk menutupi siapa pelakunya," jawab Lee langsung membuat Destra naik pitam. "b******k! Aku tidak mau, cari dan seret pelaku itu ke hadapanku!" titah Destra yang langsung ditanggapi sigap oleh Sekertaris Lee. Membungkuk hormat kemudian pergi dari sana Setelah kepergian Sekertaris Lee, Destra kembali terdiam. Ia begitu penasaran siapa dalang dari semua ini. Masalahnya, tidak ada yang berani masuk ke dalam ruangannya selain Bella dan Lee. Lee tidak mungkin? Tapi Bella? Dia juga tidak mungkin. Untuk apa dia melakukan hal itu? Tapi tidak ada hal yang tidak mungkin, kan? Ya, Destra akan menemui istrinya itu nanti. * Sementara di tempat lain, Bella yang bahagia akan memiliki anak tanpa harus melahirkan, kini tidak perlu khawatir perihal perubahan bentuk tubuhnya lagi. Atas rasa senangnya, model cantik papan atas itu mengadakan pesta kecil-kecilan bersama temannya. Ia sudah tidak peduli lagi jika Destra tidak akan menceraikan wanita itu, tapi yang pasti dia akan mengambil bayi itu sebagai balasannya. Ya, Bukankah mengambil darah daging sama saja membunuhnya? “Jadi yang sebenernya hamil itu bukan lo?” Seorang wanita yang merupakan sahabat Bella bertanya, ia sedikit aneh dengan sesuatu yang terjadi pada sahabatnya itu. “Bukan lah! Lo pikir gue mau bawa janin ke mana-mana, terus nyusuin, terus d**a gue berubah? Itu ngga mungkin!” jawab Bella dengan kepala yang sudah oleng. “Terus yang hamil siapa?” “Madu gue, Vivi namanya,” ucap Bella jujur. Sahabat Bella semakin penasaran. “Madu? Sejak kapan suami lo nikah?” tanyanya lagi. Pusing terus ditanya, Bella segera berdiri, “Suuut! Berisik banget sih, lo. Yang jelas gue dan Desta bakal punya anak. Tanpa gue harus melahirkan tentunya,” ucapnya kemudian menjatuhkan dirinya ke atas kasur. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD