08 Agustus 2015
Panitia pembentukan acara tujuh belas agustus yang merupakan hari kemerdekaan ditetapkan hari ini. Seluruh ketua kelas dikumpulkan, dan membentuk kelompok kerja untuk kesuksesan acara. Mereka mewakili kelas dan jurusan masing-masing untuk mempersiapkan lomba. Diantara para panitia itu, tampak Cahyo dan Bekti sedang bertatap muka. Mereka sepertinya melakukan perang dingin. Mungkin mereka sudah saling membunuh di pikiran mereka masing-masing.
"Kak, jelasin coba. Kenapa gua harus kerjasama ama dia," tanya Cahyo kepada ketua osis sambil menunjuk wajah Bekti.
"Lah, kan kalian satu jurusan, beda kelas doank. Lagian loh kalian berdua ketua kelas. Yah pasti jadi perwakilan panitialah," jelas ketua osis lebih lanjut.
"Tapi kenapa harus sama dia. Lagian Lu cewe, kenapa jadi ketua kelas segala!" Cahyo melotot kearah Bekti.
"Emansipasi wanita. Gua pintar, banyak ide, dan cantik. Gua jadi ketua kelas dengan suara mutlak," ucap Bekti tanpa berkedip.
"Emansipasi apaan! dasar ..."
"Dasar cowo munafik. Akuin aja kalau gua cantik,"
"Lu bener-bener ya ..."
Bekti memukul meja. Membuat semua orang terkejut, tak terkecuali Cahyo. Perlahan Bekti mendekat, Cahyo tercekat, seperti ada seseorang yang mencekik lehernya. Dia kesusahan untuk bernafas. Bekti menatap Cahyo tajam. Kini jarak wajah mereka begitu dekat, hingga yang lain ikut terbelalak.
"Jadi ... menurut lu ... gua gak cantik?"
Deg! deg! deg! suara jantung Cahyo kalang kabut, sepertinya benda tersebut akan melompat keluar.
Cahyo menelan ludah, lalu memalingkan wajah, "I-Iya ... lu cantik. Mundur sana, mundur, jangan terlalu dekat ama gua!"
2021
Bekti bersemangat hari ini. Dengan ceria dia datang pagi sekali ke kampus. Yah, Danar mengajaknya untuk sarapan bersama. Untuk itu Bekti sudah berdandan secantik mungkin, agar mendapatkan kesan baik dari Danar.
"Princes!" terdengar seruan dari belakang Bekti. Lastri si ratu gosip melambaikan tangan, lalu berlari kearah Bekti.
"Hati-hati, Mak. Nanti jatoh loh, itu sandal tinggi amat kek tangga," ucap Bekti lalu menggandeng tangan Lastri.
"Sepatu baru nih Say, dikirim bokap gua dari Prancis,"
"Hah! bokap emak di Prancis?"
"Ye kagak. Nih beli online,"
"Wih, tapi tetap keren ih, beli sepatu online dari Prancis,"
Bekti dan Lastri berjalan sambil melakukan rutinitas wajib setiap pagi. Gosip Yang Berfaedah. Itu judul percakapan pagi yang diciptakan Lastri khusus untuk mereka berdua. Kadang Bekti menceritakan tentang tetangganya yang gabut (bosan). Kadang Lastri menceritakan kisah SMA-nya, dan kisahnya yang mengikuti survival di Korea. Kadang berbagai kisah absurd lain yang menurut mereka sangat seru.
"Jadi kan Say, gua putus tuh sama mantan yang ke empat. Nah gua pacaran ama yang ke lima. Mantan ke lima gua itu tuh, tukang galon," cerita Lastri. dia sangat antusias menceritakan semua mantannya kepada Bekti, "Pas dia ngangkat galon, beh! bisepnya cakep, dah kek atlet binaraga,"
"Jadi kenapa emak putus sama mantan yang ke lima?"
"Yah, gimana. Soalnya gua terlalu menarik, ada lagi yang suka ama gua. Jadi dari pada gua selingkuh, mending gua putusin."
"Wah, luar biasa elu Mak, mantan Lu tukang galon, tukang laundry, tukang tenda, iri gua."
Mereka asik mengobrol sambil jalan. Namun, tiba-tiba, byur! Seseorang menyiram Bekti dengan s**u coklat, "Up's, sorry gak sengaja," ucap orang tersebut. Dia adalah Maya Indri. Pacar Cahyo yang sekarang, dan merupakan ketua dari Pretty Squad Kelompok gadis populer di kampus.
"Gak sengaja apanya! jelas-jelas Lu sengaja numpahin tuh minuman. Lu pikir gua buta!" Lastri mengambil sapu tangan lalu menyeka pakaian Bekti, "Adoh Say, Lu gak kenapa-napa?"
"Gak papa kok Mak, santai aja," Bekti tersenyum sambil ikut menyeka pakaiannya yang terasa lengket di badan.
"Eh, Maemunah! minta maaf gak Lu ama temen gua, minta maaf!" Lastri naik darah.
"Eh, manggil nama yang bener donk. Lagian dianya gak kenapa-napa, kok elu yang sewot?"
"Wah, minta dijambak nih nenek lampir, sini Lu!" Lastri hampir menarik rambut Maya. Namun, Bekti menahannya.
"Wah, sabar Mak. Jangan berantem!"
"Lepasin gua Bek. Ini muka-muka sok kecakepan, nyari perkara ama gua. Sini Lu bangsul!"
"Mak, Istighfar Mak, Istighfar ... jangan tersulut amarah syaiton,"
"Kalian berdua bener-bener cocok ya, gilanya sama. Kenapa gak buat grup komedi aja nih kalian. Cocok buat tampil di panggung," Maya tersenyum sambil mengejek Bekti dan Lastri. Bekti melepaskan tangannya dari dari Lastri, lalu bertolak pinggang menatap Maya dengan tatapan tajamnya.
"Lu bilang apa? Lu ngatain Mak Roje gila?"
"Heh, Lu ngatain Bekti gila?"
"Nah liat sendiri nih, kalian berdua ini emank gila,"
"Wah, sembarangan nih mulut si Maemunah. Mak hajar aja dah Mak!"
"Let's Go!"
Lastri menggulung lengan bajunyavke atas. Bekti menjambak rambut Maya. Maya menjerit lalu balas menjambak rambut Bekti. Lastri ikut dalam pergulatan dan menjambak rambut Maya dari belakang.
"Eh, itu ketua Squad kita lagi dikeroyok!" dua orang anggota Maya langsung menyerang Bekti dan Lastri. Keributan tak terhindarkan, orang-orang menonton sambil memberi semangat untuk para pegulat tersebut. Mereka saling berteriak dan menyerang, tak ada satupun yang mau mengalah.
"Woy, kalian ngapain!" sebuah suara menghentikan mereka, "Kalian ini preman jalanan!?"
To Be Continue