8

870 Words
Pernikahan itupun terjadi dengan sangat sederhana. Kebetulan memang Melati adalah seorang yatim piatu. Ia terpaksa membeli wali nikah untuk menyaksikan pernikahan dengan Daniel yang SAH. Daniel masuk ke dalam kamar Melati. Saat itu, Melati sedang menatap wajahnya di depan cermin. Tubuhnya yang langsing sudah terbalut kebaya putih tulang dan kain panjang berwarna cokelat tua keemasan. "Kamu sudah siap? Penghulu dan Pak Kyai sudah datang," ucap Daniel dengan suara lembut. Daniel berjalan mendekati Melati yang terlihat sangat cantik sekali. "Kenapa? Wajah kamu kelihatan sedih?" tanya Daniel pada Melati. Melati menggelengkan kepalanya pelan. Melati memegang tangan Daniel yang terasa hangat dipundaknya. "Agak takut saja," jawab Melati nampak gugup. "Takut? Hei ... Kenapa takut?" tanya Daniel bingung. Daniel berjongkok di depan Melati dan memegang erat tangan Melati. "Takut sama Mbak Sinta, Dan," jawab Melati masih bingung dengan keputusannya ini. "Sinta? Dia sudah nikah sama orang lain, Mel. Buat apa kamu peduli," ucap Daniel meyakinkan. Daniel seperti menyimpan dendam pada mantan istrinya itu. "Kamu juga belum menceraikannya, walaupun Mbak Sinta sudah menikah lagi," jelas Melati membuat Daniel tergagap. Terlihat kecemasan diwajah Daniel namun, lelaki itu bisa merubah raut wajahnya dalam sekejap dengan raut yang bahagia dan penuh keyakinan tinggi. "Jangan kamu pikirkan soal itu, Mel. Intinya aku sudah tidak mungkin lagi bersamanya," jelas Daniel meyakinkan. "Lalu? Kenapa pernikahan kita hanya disaksikan oleh penghulu dan kyai saja? Kenapa kita tidak menikah di KUA? Biar semua jelas dan tercatat," tanya Melati seperti kurang puas. "Nanti kita laporkan pernikahan kita ke KUA biar tercatat," jelas Daniel pada Melati. "Kamu malu kan Dan? Malu jika banyak orang tahu, kalau aku hanya mantan wanita malam? Aku wanita yang kotor dan hina? Kenapa? Kalau memang malu, lebih baik kita batalkan saja pernikahan ini," tegas Melati merasa ada yang aneh dengan beberapa permintaan Daniel tadi malam. Permintaan ynag sama seklai tidak masuk akal. Daniel menatap lekat kedua bola mata basah Mleati. Dalam hatinya masih belum bisa menerima Melati seutuhnya. Memang Daniel mengagumi Melati, sayang pada Melati, tapi rasa cinta itu masih diraba -raba. Belum sepenuhnya ada dan mengisi seluruh hatinya yang beku dan hampa. Daniel mengusap air mata Melati yang jatuh ke pipi dengan ibu jarinya. "Jangan buat aku bimbang begini," ucap Daniel lirih. "Bimbang? Kok malah bimbang? Kamu itu sepenuh hati atau gak?" tanya Melati mulai kesal. Tatapannya begitu tajam. "Tentu saja aku serius menikahi kamu. Kalau tidak, kan tidak mungkin aku mempersiapkan semuanya dari jauh- jauh hari, bahkan saat kamu masih sakit," jelas Daniel pada Melati. Melati menggigit bibirnya. Ia merasa Daniel tak sungguh -sungguh menikahinya. "Kamu harus yakin sama aku, Mel. Kita menikah sekarang ya," jelas Daniel pada Melati. Melati hanya bisa pasrah mengangguk untuk menyetujui permintaan Daniel. Rasanya ia tidak bisa menolak apapun yang diminta Daniel. Apakah ini benar -benar rasa cinta atau hanya perasaan takut kehilangan karena Melati sudah terlalu bucin pada Daniel. Acara pernikahan itu berjalan dengan lanar. Melati dan Daniel sudah resmi menjadi suami dan istriyang SAH secara agama. Mereka juga mendapatkan surat keterangan sudah menikah. Mlama ini, Melati sedang memasak untuk makan malam. Sejak tadi, Daniel sibuk di teras depan. Daniel terus memegang ponselnya dan seseklai menelepon dan bertukar pesan dengan rekan kerjanya. Daa pekerjaan yang sedang dijalankan Daniel. Daniel harus memulai semuanya dari awal lagi. Membangun perusahaannya sendiir denagn sisa uang yang ada. Bahkan ia memakai uang tabungan Melati untuk memperkuat perusahaan yang sedang didirikannya. "Dan ... Makan malam sudah siap," uap Melati pada Daniel. "Iya Mel. Bentar lagi aku ke dalam," jawab Daniel pada Melati. Melati mengangguk dan kembali masuk ke dalam. Ruang makan itu tidak besar namun cukup nyaman dan sangat bersih. Melati memang sangat apik dalam menata rumah. "Hmmm ... Wangi banget. Masak apa nih," tanya Daniel yang sudah masuk ke dalam ruang makan dan menarik kursi lalu duduk di depan Melati. Melati mengambilkan piring lalu mengisi piring itu dengan nasi putih. "Mau pakai apa, Dan?" tanya Melati menatap Daniel yang sedang memilih lauk mana yang ingin dinikmatinya. "Semuanya ya. Enak semua kayaknya," ucap Daniel memuji. "Bisa aja. Kamu kan udah biasa makan masakan aku, Dan," jelas Melati dengan senyum tersipu. Walaupun mereka sudah lama tinggal bersama. Teta saja, pujian sederhana seperti itu membuat Melati tersipu dan sangat tersanjung. Maklum, Melati adalah anak yatim piatu yang kurang kasih sayang. Dulu pun, ia adalah anak yang broken home. Menemukan sosok Daniel seperti mendapatkan rumah baru yang nyaman. Melati menatap Daniel yang menikmati masakannya dengan sangat antusias. "Enak Dan?" tanya Melati pada Daniel. Daniel mengangkat wajahnya sambil mengunyah dan mengangguk kepalanya lalu menjawab, "Enak banget. Soal memasak, kamu itu gak pernah gagal dan sangat cocok dilidah ku." "Syukurlah kalau begitu," jelas Melati pada suaminya. Mereka berdua mulai berbincang tentang banyak hal. Dua hati yang telah bersatu dan menyatukan dalam ikatan yang SAH. "Bisa gak kalau manggilnya sekarang pakai embel -embel. Bukan uma Dan? Kita kan bukan teman lagi," pinta Daniel sambil meneguk teh hangatnya untuk mendorong sisa makanan yang sudah dikunyah ke dalam perutnya. "Bisa. Mau dipanggil apa?" tanya melati tersenyum manis. "Terserah kamu. Senyaman kamu aja," jelas Daniel. "Pak? Pah? Mas? Abang? Kak? Beb? Ayank? Atau apa?" tanya Melati menggoda. "Apa aja, yang penting enak didenger," jelas Daniel pada Melati. "Baik Mas," jawab Melati tersipu. Rasanya malu sekali menyebut kata Mas. Daniel ikut tersenyum menatap Melati. "Mas suka panggilan itu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD